Pernah dengar tentang “Tantangan Membaca”…?! Kalau Anda cari frase ini di Google maka Anda akan kecewa. Istilah ini tidak dikenal dalam khazanah pengetahuan bangsa kita. Tapi jika Anda mencari ‘reading challenge’ sebagai padanannya dalam bahasa Inggris maka Anda akan menemukan 471,000.000 tautan dengan judul ‘The 2014 Victorian Premiers’ Reading Challenge is now open!’ paling atas. Ratusan juta tautan, jek…!( Yet we have ‘0’ (zero) in our language…!) Apa sebenarnya ‘Reading Challenge’ itu dan mengapa istilah ini begitu popular tapi bangsa kita sama sekali tidak mengenal istilah ini?
Tantangan membaca sebenarnya adalah sebuah upaya untuk mengajak siswa untuk mencintai kegiatan membaca. Ini adalah sebuah upaya untuk menginspirasi siswa untuk menyukai kegiatan membaca agar membaca menjadi kegiatan yang akan terus dilakukannya sampai akhir hayatnya. Jadi ‘Tantangan Membaca” sebenarnya adalah sebuah upaya untuk mendorong diri sendiri atau orang lain (dalam hal ini siswa sekolah) untuk membaca sebanyak jumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu. Ada banyak macam dari ‘Tantangan Membaca’ ini. ‘Tantangan Membaca’ ini bisa dilakukan oleh sekolah, lembaga tertentu, penerbitan, pemerintah, dan bahkan kita bisa menantang diri kita sendiri. Ada ’30 Day Reading Challenge’, ada ‘Premier’s Reading Challenge’, ada ‘Summer Reading Challenge’ yang diadakan oleh berbagai perpustakaan dengan target membaca 6 (enam) buku baru, umpamanya. Contoh lain,’ Scholastic Book Fairs 1000-Page Reading Challenge’. Ini adalah tantangan bagi siswa untuk membaca sebanyak 1000 halaman. Jika mereka mampu membaca sebanyak 1000 halaman maka mereka akan mendapat hadiah dan penghargaan. Tujuan program ini adalah agar dapat menciptakan anak-anak yang suka membaca dan MELAKUKAN kegiatan membaca sebagai kegiatan sehari-hari. Agar mereka menjadi Pembaca Seumur Hidup (Reader for Life). Riset menunjukkan bahwa salah satu cara terbaik untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menyediakan buku-buku yang disukai dan diminati siswa itu sendiri.
Siapa saja yang melakukan upaya mulia ini? Bahkan WrestleMania, program ‘gelut gipok-gipokan’ yang sangat disukai oleh anak-anak (dan pernah dilarang tayang di Indonesia) punya program The WrestleMania Reading Challenge yang disponsori oleh YALSA (The Young Adult Library Services Association), asosiasi pustakawan dan pekerja perpustakaan nasional. Misinya adalah untuk mengembangkan dan memperkuat pelayanan perpustakaan bagi remaja berusia 12-18. Tujuannya adalah untuk mendorong remaja untuk membaca selama Teen Read Week dan seterusnya. Ini adalah upaya untuk mengajak anak-anak remaja yang enggan membaca mau membaca dan meningkatkan jumlah pembaca remaja dengan memberi hadiah dari WWE. Soalnya berdasarkan Nielsen Media Research, program WWE punya penggemar 15,8 juta dimana 23%-nya adalah remaja di bawah 18 tahun. Jadi semua media dimasuki untuk mengajak anak-anak untuk mencintai dan melakukan kegiatan membaca sebagai bagian dari kehidupannya. Ada 3 pemenang pada tahun 2013 dan mereka mendapatkan hadiah nonton WrestleMania 29 di ring-side dan juga $2,000 bagi perpustakaan yang mendorong mereka membaca tersebut. Wow….!
Lefty’s Reading Challenge http://www.leftyskidsclub.com/Reading-Challenge/Reading-Challenge.aspx adalah contoh lain. Program ‘Tantangan Membaca”nya untuk program 2013-2014 berhasil menggaet peserta 120.000 siswa yang membaca sebanyak 70.,000 buku di 3.600 kelas hanya dalam sebulan…! Isn’t that cool…?!
Ada juga The Global Reading Challenge yang dilakukan oleh Seattle Public Library bagi siswa kelas 4 dan 5 SD yang bersekolah di Seattle Public Schools. Program ini bertujuan untuk mendorong anak-anak untuk menyenangi dan menikmati kegiatan membaca. Tantangannya adalah membaca 10 buah buku dan yang berhasil akan ikut babak berikutnya di “Quiz Bowl” game. Pokoknya segala hal yang disukai anak-anak dan remaja akan dimasuki dengan program membaca. Membaca adalah kegiatan paling cool bagi anak-anak dan remaja, itu pesannya.
Jadi jelas sekali mengapa bangsa kita tidak mengenal istilah “Tantangan Membaca” karena kita memang tidak perduli dengan urusan membaca. Membaca adalah urusan orang-orang atau bangsa yang berbudaya tinggi. Membaca itu, apalagi mendorong agar siswa mencintai kegiatan literasi membaca dan menulis, adalah kegiatan yang hanya dilakukan oleh negara-negara maju sahaja. Kita tak perlu meniru-niru kegiatan negara-negara maju seperti itu. Kita punya budaya yang hendak kita kembangkan sendiri, dan itu tidak termasuk budaya membaca dan menulis. Apakah saya bersikap sinis? Sangat. Mengapa…?! Karena sampai saat ini masih belum melihat adanya keperdulian bangsa dan negara pada urusan membaca ini. Ini sangat mengherankan sekaligus sangat…sangat menyedihkan!
(Tapi tunggu…! Saya baru saja ditelpon oleh Bu Arini Pakistyaningsih, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Kota Surabaya yang menyampaikan informasi bahwa tanggal 2 Mei 2014 nanti akan diluncurkan program “Surabaya Kota Literasi”. Akan ada kebijakan revolusioner yang akan diluncurkan oleh kota Surabaya pada hari itu. Saking gembiranya saya dengan berita ini sehingga saya bernadzar akan potong kambing kalau benar nantinya sekolah-sekolah di Surabaya akan diwajibkan membuat program wajib membaca bagi siswanya. It’s a real joy for me if it really happens…! Hooray…!)
Oke, mari kita balik pada urusan “Tantangan Membaca” ini (sebelum semua isi perut saya keluarkan saking jengkel dan sedihnya). Mari kita melongok pada satu program Tantangan Membaca di negaranya para kanguru tinggal. Mari kita ke negara bagian New South Wales.
Di NSW ada program Tantangan Membaca yang disebut Premier’s Reading Challenge yang ditujukan bagi siswa usia Taman Kanak-kanak sampai SMp (Kindergarten –Grade 9). Setiap anak ditantang untuk membaca 20 (dua puluh) buah buku dalam waktu tertentu (dari 1 Februari s/d 1 September atau 7 bulan, umpamanya). Untuk itu dinas pendidikan atau organisasi yang menjalankan program ini jelas telah mengatur dan menyediakan daftar bacaan yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan membaca siswa. Jadi untuk siswa TK, SD kelas 1, kelas 4, kelas 8, dst memiliki daftar buku bacaan yang harus dibaca sendiri-sendiri, Dinas Pendidikan akan menyediakan daftar tersebut yang disebarkan ke sekolah-sekolah. Jadi sekolah yang akan menyampaikan tantangan membaca ini pada setiap siswanya dan guru-guru mendorong semua siswanya untuk mengikuti tantangan ini. Tapi Tantangan Membaca ini adalah sukarela dan tidak diwajibkan. Siswa yang ingin mengikuti tantangan ini mesti mendaftarkan diri pada guru kelas masing-masing dan guru masing-masing akan mencatat nama siswa yang akan ikut tantangan ini.
Setelah itu anak-anak akan memilih dua puluh judul buku yang akan ia baca selama 7 bulan tersebut. Tentu saja guru akan membantu siswanya dalam pemilihan daftar buku tersebut. Daftar buku pilihan setiap anak tersebut akan dicatat oleh guru dan setelah itu siswa kemudian mencari buku itu di perpustakaan atau juga membeli bukunya di took buku dan mulai membaca. Mereka bisa membaca buku tersebut sebagai bagian dari pelajaran membaca di kelas atau bisa juga dibaca secara individual di sekolah atau di rumah. Setelah selesai membaca satu buku si anak kemudian akan melaporkan kepada gurunya apa judul buku yang telah selesai ia baca. Si guru kemudian akan mencatat judul buku yang telah dibaca oleh siswa dalam sebuah log khusus. Guru atau petugas perpustakaan akan memverifikasi buku yang telah dibaca tersebut. Setelah seorang siswa berhasil membaca 20 buah buku yang telah dipilihnya itu maka nama siswa dan judul buku yang dibacanya akan dilaporkan ke panitia Reading Challenge untuk dicatat. Siswa yang berhasil menyelesaikan tantangan tersebut nantinya akan mendapat sertifikat penghargaan khusus dari Gubernur New South Wales sebagai siswa yang berhasil menyelesaikan Reading Challenge.
Apakah program Tantangan Membaca ini berhasil membuat siswa tertantang untuk mengikutinya? Ya, tentu saja. Tahun 2012, Premier memberikan 230.000 sertifikat untuk anak-anak NSW yang berhasil menyelesaikan PRC. Jika setiap anak ini membaca 20 buah buku maka jelas sekali bahwa siswa-siswa NSW ini telah membaca hampir 5.000.000 (lima juta) buku hanya dalam waktu 7 bulan sahaja. Ingat bahwa program ini tidak pakai embel-embel slogan ‘Membaca adalah Kunci Ilmu Pengetahuan” seperti yang biasa kita lihat kalau pemerintah mau mengeluarkan dana perbukuan. Apakah anak-anak itu benar-benar membaca dan tidak sekedar ‘awu-awu’ membaca judulnya saja, buka bukunya sekilas, dan melaporkan pada guru bahwa sudah membaca bukunya sekedar agar dapat memenuhi tantangan tersebut. Aha…! I know you will ask the question….! Pik iran kita ini sudah tercemar dengan sangat parahnya oleh kelakuan curang di kehidupan nyata kita sehingga kita sulit untuk menerima kenyataan bahwa ada orang-orang yang bisa berlaku jujur di negara lain. Kita selalu berpikir bahwa setiap anak pasti suka curang. Lha wong buktinya Ujian Nasional yang dijaga dengan ketat saja bisa dan selalu dicurangi kok (Ah, itu masalah lain, Jangan ganggu saya dengan urusan UN lagi. Bosan tauk!)
Apa ini artinya, Saudara-saudara?
Artinya urusan membaca ini benar-benar diperhatikan oleh negara-negara lain (dan tak ada negara yang lebih abai dalam soal urusan membaca ini selain Indonesia). Bahkan Gubernurnya sendiri yang turun tangan untuk mendorong anak-anaknya untuk mau membaca…membaca…dan membaca…! (Coba ingat-ingat siapa di antara pejabat pemerintah kita yang punya kepedulian pada urusan membaca ini sampai pada tataran implementasi seperti ini).
(Stop Press : Saya sedang berusaha untuk mendekati para pejabat pemerintah Jawa Timur agar punya program yang sama dengan target hanya 1.000.000 (satu juta) buku setahun. Tidak perlu mengeluarkan dana APBD tapi cukup dengan mengeluarkan kebijakan yang jelas untuk mendorong siswa untuk BENAR-BENAR membaca dan bukan menjadi sekedar slogan. Apakah saya berhasil mempengaruhi mereka. I’m trying… I’m trying…!Doakan saja bahwa para pengambil keputusan tiba-tiba dapat hidayah dari Tuhan YME dan mau mendengar saran saya).
Untuk menutup tulisan saya tentang Tantangan Membaca ini saya kutipkan apa kata Chief Minsiter ACT yang telah menyelenggarakan program ini selama 10 tahun> Pada tahun pertama hanya 638 pembaca yang ikut Tantangan Membaca ini dan pada tahun 2013 ada 12.000 peserta yang ikut.
One of the important features of the Reading Challenge is that it’s not a competition, it’s a mission. It is all about encouraging a love of reading and helping students improve their literacy skills – with each other, their teachers and parents. The growing popularity of the challenge is an indication that it is achieving exactly what it set out to do.
It’s a mission, katanya. Apakah kita sebagai bangsa juga punya misi yang sama seperti mereka.
OK, don’t answer it, Just keep it for yourself.
Surabaya, 17 April 2014
Satria Dharma
https://satriadharma.com