
Pesawat Air Bus 320 Air Asia yg kami tumpangi ke Bangkok penuh mulai dari depan sampai belakang dan kami bahkan mendapat nomor 29, hampir dekat toilet. Rupanya penerbangan Surabaya – Bangkok sangat populer sehingga selalu penuh spt ini. Heran…! Mengapa orang Surabaya suka sekali ke Bangkok? tanya saya dalam hati. Tapi saya akan mendapat jawabannya nanti.
Meski bandara Juanda sangat sibuk tapi kami boarding dan take off tepat waktu. Perjalanan lancar dan tenang Roda pesawat kami menjejak landasan bandara Don Moeang Bangkok sepuluh menit sebelum jam 19:00. Artinya kami mendarat lebih awal dari perjalanan yg empat jam itu.
Begitu tiba kami segera antri utk pemeriksaan imigrasi. Formulir isian telah dibagikan di atas pesawat jadi kami tidak perlu lagi repot. Iseng-iseng saya menulis pekerjaan saya sebagai businessman dengan penghasilan lebih dari US$ 40.000 setahun. Toh mereka tidak akan peduli. Antrian ternyata tidak banyak karena hanya Air Asia yg memanfaatkan Don Moeang utk penerbangan internasionalnya. Penerbangan lain turun di bandara Svarnabumi (dibaca : Swarnapoom) yg baru, lebih besar dan lebih megah. Karena kami tidak membawa bagasi maka kami langsung melenggang keluar utk antri taksi publik yg pakai argo. Sebelumnya saya sempatkan mampir ke tourist information utk minta peta kota Bangkok gratis. Begitu dapat taksi kami langsung minta agar sopirnya lewat ‘highway’ (toll) yg bayar dua kali, 60 baht dan 45 baht (pulangnya hanya 60 baht). Biaya dari bandara ke hotel kami sebesar 160 baht dan ditambah dengan surcharge 50 baht. Cukup mahal jika dibandingkan dengan taksi dan toll di bandara Soetta. Tapi daripada dicegat macet ya mending bayar lebih.
Hotel Novotel Bangkok Platinum dimana kami menginap terletak di atas Platinum Fashion Mall Unit 3 di Petchaburi Road. Tidak jauh dari kantor KBRI.

Acara pertama setiba di hotel adalah sholat dulu. Kami kesulitan utk menentukan arah kiblat utk sholat karena tidak ada petunjuknya seperti yg biasa kita temui di hotel-hotel di Indonesia. Di Bangkok arah kiblat juga menghadap ke barat kalau dilihat posisi kota Bangkok dan Makkah. Akhirnya arah kiblat saya kira-kira saja toh Tuhan ada di manapun kita menghadap. (Ternyata arah kiblatnya memang salah setelah saya periksa esoknya. Tuhan tentu tersenyum mengetahui kekeliruan kami ini).
Ketika kami tiba Platinum Fashion Mall sdh tutup dan kami makan malam di salah satu resto Jepang yg menyajikan masakan Thai. Tim ikan lemon yg kami pesan terasa terlalu asam utk ukuran kami. Tapi jelas ludas kami embat berdua. Kami menghabiskan malam itu dengan jalan-jalan sepanjang Petchaburi Road yg dipenuhi dengan PKL ala Bangkok yg menjual dagangannya ala Malioboroan dengan dihampar begitu saja. Bahkan ada pelukis wajah yg siap melukis kita secara karikatural juga.
Esoknya pagi sekali kami sudah siap utk memulai perjalanan kami. Jam tujuh kami sudah turun utk sarapan dan memilih omelette, kacang merah rebus, kentang rebus, dan jus jambu sebagai menu sarapan pagi. Kopi sudah saya nikmati di kamar sebelumnya.
Meski agenda perjalanan kami sudah saya rencanakan sebelumnya tapi akhirnya rencana saya ubah sedikit. Semula saya rencanakan menuju National Museum di Na Phra That Road sebagai awal perjalanan pagi itu tapi kemudian saya ubah dengan mendatangi Wat Saket dan Golden Mountain lebih dahulu. Dua lokasi ini dekat dengan National Museum dan lagipula National Museum baru buka jam 9. Kami juga yakin bisa mendatangi lebih banyak tempat dalam sehari.
Wat Saket adalah biara tempat ibadah umat Budha yg buka sejak jam 08:00 dan tidak mengenakan biaya tiket. Kami mungkin pengunjung pertama yg datang menikmati lokasi ini. Setelah puas memutari biara dan berfoto-foto kami langsung menyeberang ke Golden Mountain.
Golden Mountain adalah bukit buatan setinggi 40 meter yg dibangun oleh Raja Rama III pada akhir abad 19. Untuk menaiki bukit ini kita harus mendaki 318 anak tangga utk mencapai stupa raksasa berwarna keemasan di puncaknya. Sesampai di puncak rasa lelah langsung terbayar setelah melihat pemandangan indah kota Bangkok dengan sungai Chao Prayanya.
Setelah puas menikmati pemandangan kota Bangkok dari puncak Golden Mountain kami meneruskan agenda dengan berjalan kaki ke King Prajadhipok Museum yg berada tidak jauh dari situ. Kami tiba di museum ini pukul 8:45 sehingga kami harus menunggu 15 menit sampai bukanya museum pada jam 09:00. Masuk museum ini gratis. Museum ini menyimpan memorabilia langka milik Raja Rama VII yg meninggal di pengasingannya di Inggris pada tahun 1941. Pada era inilah Thailand berubah dari model pemerintahan monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Revolusinya sendiri terjadi pada tahun 1932.
Agenda berikutnya adalah ke National Museum yg terletak di depan Sanam Luang Park. Utk menghemat tenaga kami naik taksi dengan membayar 40 baht (atau sekitar Rp.14.000,_ dengan kurs Rp.345,-/baht).
National Museum didirikan pada tahun 1884 dan salah satu museum terbesar di Asia Tenggara.. Dulunya merupakan bagian dari kompleks Grand Palace dan merupakan museum tertua di Thailand. Museum ini menyimpan berbagai sejarah Thailand sejak jaman neolithikum sampai era monarki konstitusional. Saya sangat menikmati dioramanya yg menggambarkan perang di jaman dahulu yg menggunakan kendaraan gajah. Kalau di Eropa mungkin perang antar tank tapi di Thailand perang gajah. Cool!
Harga tiket masuknya 100 baht tapi kita dilarang utk mengambil foto. Karena saya tidak tahu maka saya asyik saja jeprat-jepret. Seorang turis lain melihat saya dan bertanya apakah boleh mengambil foto. Dengan santainya saya jawab bahwa saya sedang melakukannya. :-). Saya baru tahu kalau tidak boleh mengambil foto-foto setelah keluar. Too late. I just did!

Setelah dari National Museum kami berjalan kaki ke Grand Palace, The Temple of Emerald Budha (yg sebenarnya bukan terbuat dari zamrud melainkan dari batu giok hijau) yg hanya berjarak seratusan meter. Kami sempat membeli buah mangga mengkal dengan bumbu khas Bangkok dan menikmatinya sepanjang jalan ke Grand Palace. Jalanan sudah dipenuhi oleh bis-bis turis yg sudah memenuhi lokasi sejak buka pada jam 9 pagi itu. Ketika kami tiba lokasi sudah penuh sesak dan antrian beli tiket begitu panjang sehingga saya perkirakan akan makan banyak waktu hanya utk antri beli tiket saja. Turis benar-benar meluber sehingga menyulitkan kami utk masuk karena berdesak-desakan. Gile…! Apa enaknya wisata ke tempat yg berdesakan macam ini? Akhirnya kami putuskan utk tidak masuk ke dalam lokasi daripada kehabisan waktu dan tidak nyaman di dalam. Kami berkeliling di sekitar lokasi Grand Palace saja dan kemudian keluar berputar utk menuju Wat Pho.
Kuil Wat Pho terletak di belakang Grand Palace dan ketika kami tiba juga sudah penuh sesak. Kami membayar 100 Baht per orang utk masuk ke kuil Buddha dalam posisi leyeh-leyeh terbesar di dunia itu (The Temple of The Reclining Budha). Dengan melepas sepatu kami masuk berdesakan di sepanjang kuil. Kami tentu tidak bisa bersantai-santai di dalam kuil yg sempit dengan pengunjung begitu penuh dan sama-sama mencari posisi paling pas utk berfoto. Tapi Wat Pho sebenarnya adalah kompleks biara terluas di Thailand dan menyimpan seribu lebih figur Budha dalam bentuk patung, ukiran, dan lukisan. Jauh lebih banyak dibandingkan biara lainnya.
Di luar kuil kami mengambil dua botol mineral gratis bagi pengunjung dan menikmati segarnya air dingin yg membasahi tenggorokan kami di siang yg mulai terik itu.

Tujuan ke tujuh pagi itu adalah Wat Arun (Gile…! Sepagi itu kami sudah mengunjungi enam lokasi). Letaknya di luar distrik Rattanakosin tapi dekat Grand Palace dan Wat Pho. Utk menuju ke Wat Arun kita harus menyeberangi sungai Chao Praya dengan naik feri dengan membayar 3 baht per orang.
Wat Arun adalah kuil Buddha emas yg di luarnya di kelilingi oleh banyak patung Buddha lain. Di sini kita tidak dikenai tiket tapi kita bisa memberikan sumbangan pada kotak yg disediakan. Di kuil ini ada seorang biksu yg bisa melayani jamaahnya yg ingin mendapatkan berkah darinya. Setelah mendapatkan cipratan air, doa, dan gelang tangan terbuat dari benang biasanya si umat akan memberi sumbangan pada kotak yg tersedia.
Setelah puas di Wat Arun kami pun memutuskan utk kembali dulu ke hotel untuk istirahat dan sholat. Pilihan transportasi kami berikutnya adalah Tuk-tuk, bajay khas Thailand yg penuh dengan ornamen tersebut. Rugi kalau ke Bangkok tidak mencoba Tuk-tuk. Lagipula biaya yg diminta juga murah, yaitu 100 baht asal kami mau diajak mampir di sebuah toko perhiasan. Kami tidak keberatan karena kami menganggapnya sebagai selingan saja. Bangkok ternyata macetnya mau menyaingi Jakarta sehingga Tuk-tuk kami harus mencari jalan-jalan tikus agar tidak terjebak di kemacetan. Dengan kelihaian ala Valentino Rossi sopir Tuk-tuk kami meliuk-liuk dan masuk ke gang-gang agar bisa menghindari kemacetan. Kami tentu sangat berterima kasih atas pelayanannya ini dan memberinya tips 100 baht (bukankah saya seorang businessman dengan penghasilan lebih dari US$ 40.000 setahun…?! Royal dikit dong…!).

Setelah ganti kaos yg basah karena keringat, sholat dan istirahat sebentar, kami turun dari hotel menuju Grand Diamond Hotel di dekat Platinum Fashion Mall. Kami mau pesan tiket pertunjukan Calypso Cabaret di MS & C Transport Service, salah satu travel agent yg berkantor di sana. Selain memberikan jasa pelayanan travel, MS & C Transport Service juga jual tiket pertunjukan dengan harga yg jauh lebih murah daripada di tempat pertunjukannya. Sebagai contoh, tiket Calypso Cabaret yg dijual dengan harga loket 1200 baht dan harga online 900 baht disitu hanya dijual 700 baht. Penjualnya mewanti-wanti kami utk tidak memberitahu berapa kami beli tiketnya pada petugas loket dengan alasan bisa ditegur atau dapat peringatan. Selain tiket Callypso Cabaret kami juga membeli tiket masuk ke Madame Tussaud Wax Museum di Siam Discovery. Jika di loket harganya 900 baht di agen ini kami hanya perlu membayar sebesar 600 baht. Lumayan kan bedanya. Kali lain jika Anda ke Bangkok dan perlu hotel murah, transport sewa, ingin menonton pertunjukan atau masuk museum Madame Tussaud jangan ragu utk menghubungi Cak Wannakorn Sritravean di +66 0906481101 atau email msc_9@hotmail.com.
Calypso Cabaret main 2X semalam, yaitu pada pukul 8:15 dan 9:45. Karena show pertama tiketnya tinggal yg belakang maka kami minta show yg kedua dan masih dapat kursi di bagian tengah.
Setelah membeli tiket kami pun kembali ke Platinum Fashion Mall yg ternyata merupakan mall khusus utk menjual baju-baju fashion wanita. Mall ini terdiri atas 3 unit blok dan tiap unit terdiri atas 6 lantasi yg seluruhnya adalah toko-toko utk fashion. Katanya ada sekitar 2500 toko di kompleks ini dan semua lantai selalu ramai. It’s like heaven to my wife who really enjoys shopping. Saya yakin kami melewati minimal 1500 toko yg ada sehingga kaki saya rasanya gempor mengikuti istri saya yang berjalan berkeliling turun naik lantai tanpa menunjukkan sedikit pun rasa lelah. She is so powerful…!
Tapi ternyata disitu kami bertemu dan berpapasan dengan banyak org Indonesia yg memang khusus datang ke mall tersebut utk berbelanja! Mereka rupanya para pedagang yg kulakan barang baju-baju fashion wanita utk dijual lagi di Indonesia. Pantesan kok mereka menyeret koper-koper dan tas-tas besar pakai roda. Saya semula heran dan mengira mereka turis yg akan ke bandara dan memanfaatkan waktu luangnya utk belanja suvenir. Ternyata mereka memang niat belanja dalam jumlah besar utk dijual lagi di Indonesia. Tak salah kalau bagasi pesawat Air Asia ke Surabaya penuh dg koper-koper sebesar kulkas. Koper ukuran kabin istri saya tenggelam oleh koper-koper ukuran raksasa mereka. Rupanya Bangkok skrg telah menjadi pusat wisata belanja baju fashion wanita yg menjadi tempat kulakan para pedagang dari berbagai negara. Dan pedagang dari Indonesia kayaknya cukup dominan karena beberapa penjaga toko langsung berbahasa Indonesia begitu tahu kami dr Indonesia. “Bagus…bagus…! Murah…murah…!”
Setelah mengelilingi mall kami makan siang di Resto Fuji dan mampir ke toko suvenir di Unit 2 lantai enam. Kami pulang ke hotel dengan kedua belah tangan penuh dengan tentengan belanjaan. Entah berapa kali istri saya menukarkan dolarnya ke baht di tempat penukaran uang. Saya tutup mata saja. This is the part of traveling which my wife enjoys so much.
Kembali ke hotel saya sempatkan utk mandi agar segar kembali dan istirahat sebentar. Jam 4 sore kami sudah keluar kamar lagi. Kali ini tujuan kami adalah Siam Discovery Center utk nonton museum Madame Tussaud. Kami naik Tuk-tuk lagi dengan kesepakatan harga 80 baht atau sekitar 28 ribu rupiah saja.
Museum Lilin Madame Tussaud menyimpan patung para tokoh dunia, olahragawan, dan artis top dunia.
Kami sempat berfoto dengan Presiden Barrack Obama dan Ibu Negara Michelle Obama di museum tersebut. Maksud saya tentu patung mereka. Selain patung tokoh-tokoh negara dunia ada juga tokoh-tokoh olahraga dan bintang film Hollywood seperti Nicolas Cage dan Anthony Hopkins. Satu-satunya patung tokoh Indonesia yg ada di sana adalah patung lilin Presiden Soekarno dengan baju safari putihnya yg terkenal itu. Saya juga sempatkan diri utk berfoto dengan Mahatma Gandhi yg nampak begitu ringkih tapi menyimpan kekuatan menggerakkan dunia dengan kekuatan jiwanya.
Setelah selesai memuaskan diri berfoto dg para tokoh tsb kami sebetulnya ingin balik ke hotel dulu karena pertunjukan Calypso Cabaret kan baru jam 9:45. Tapi kemudian kami batalkan dan langsung ke stasiun BTS di Siam Center dengan berjalan kaki. Setelah menanyakan tarif tiket dan tukar uang koin di bagian informasi kami pun membeli tiket monorail ke Stasiun Saphan Taksin utk menuju ke Asiatique tempat pertunjukan Calypso Cabaret. Ketika hendak keluar dari stasiun ternyata tiket kami tidak mau membuka palang utk lewat. Setelah minta bantuan petugas security barulah kami tahu bahwa tiket kami kurang dananya. Mestinya kami membeli tiket 30 baht per orang tapi saya keliru mengira 30 baht berdua. Setelah menambah biayanya tiket tersebut baru bisa digunakan utk keluar. Asem…! Kok ya alat itu tahu kalau biaya yg kami bayarkan kurang…?! Padahal saya kan sudah ngaku sebagai seorang businessman dengan penghasilan lebih dari US$ 40.000 setahun. Hehehe…!
Dari Saphan Taksin kami keluar dari Exit 2 menuju ke Sathorn Pier utk naik shuttle boat gratis ke Asiatique Riverfront. Ternyata sangat banyak orang yg mau ke Asiatique hingga kami juga mesti antri naik perahu gratis ke sana itu. Saya sampai bingung sebenarnya hari ini hari libur atau bagaimana sih kok kayaknya orang pada beribur semua? Padahal saya sudah memilih hari di luar weekend utk tur ini.
Ketika di perahu saya bertanya-tanya lagi di mana ya kira-kira di Indonesia ada fasilitas kendaraan gratis macam perahu ini. Ternyata negara atau kota pariwisata bisa memberikan fasilitas gratis macam ini. Uangnya tidak seberapa tapi rasa terima kasih penumpangnya tentu tak ternilai rasanya. It’s a kind of state generosity.
Operasional kapal boatini berlangsung tiap setengah jam mulai dari jam 17-23
Asiatique sendiri adalah komplek wisata yg sangat luas dan merupakan tempat nongkrong di malam hari yg sangat asyik. Letaknya yg berada di pinggiran sungai Chao Praya yg lebar dan dikelilingi gedung-gedung pencakar langit di sekitarnya.
Asiatique The Riverfront mengusung konsep pertunjukan atraksi dan belanja. Kompleks ini dibuka pada jam lima sore sampai tengah malam. Konsepnya dibangun dengan arsitektur bergaya Eropa dan di dalamnya dibangun puluhan restoran dan ribuan kios toko dalam luas total sekitar 28 acre. Calypso theater dan pertunjukan boneka termasuk di dalam kompleks ini.
Suasana menjadi gemerlap ketika hari semakin malam. Rasanya seperti di Singapore. Asiatique The Riverfront kini telah disulap menjadi tujuan wisata utama bagi para turis yang menginap di Bangkok.
Calypso Cabaret Shownya pun sangat menarik. Pertunjukan yg dilakukan oleh para ladyboys alias waria ini sangat profesional. Kalau saja kita tidak tahu sebelumnya kita tentu akan mengakui bhw para pemain kabaret wanitanya sangat cantik dan memiliki tubuh indah. Mereka memiliki wajah dan bentuk tubuh yang dari kejauhan hampir tidak bisa dibedakan dengan wanita asli. Terkecuali ketika mereka berbicara atau wajahnya kita perhatikan lebih seksama dari jarak dekat. Drama tari dan musikal yg dibawakan berdurasi 1 jam lebih dan menampilkan beberapa sesi. Ada sesi yang sedih, jenaka, hingga yang agak ‘seronok’.
Saya tertawa menonton kejenakaan mereka tapi terutama mengingat ironi bahwa para wanita cantik ini sebenarnya adalah para lelaki.
Rasanya kurang lengkap kalau berada di Bangkok dan tidak menonton kabaret ini. Di akhir acara kita bisa foto bersama dengan mereka. Tentu saja kita mesti memberi tips agar kita bisa mendengarkan suara asli mereka yg berat ketika mengucapkan ‘Thank you!’…! 🙂
LAST DAY
Semua acara yg kami rencanakan telah kami lakukan kemarin sehingga hari ini kami sudah tidak punya agenda lagi. Saya sudah usulkan pada istri saya utk mendatangi Sea World dan nonton teater IMAX tapi ia menolak. Ia lebih tertarik utk menyusuri pasar dan pertokoan. Jadi kami putuskan utk mendatangi Pratunam Market yang letaknya tidak jauh dari hotel kami. Pukul 12 kami check-out dari hotel dan menitipkan koper dan rangsel kami di bagian concierge. Kami masih punya waktu utk belanja terakhir sebelum kami balik ke bandara Don Mueang.
Shop till the last drop of our baht…
Surabaya, 1 April 2013
Catatan :
– Kalau mau tukar uang dari rupiah ke baht sebaiknya dilakukan di tanah air. Di Bangkok rupiah dinilai jauh lebih rendah. Bisa juga tukar dolar lebih dahulu dan nanti di Bangkok baru tukar dari dolar ke baht. Di BCA nilai kurs adalah Rp.345,-/baht waktu kami menukar dan Rp. 9875/US dolar.
– Kartu ATM kita yg ada logo VISA-nya bisa dipakai utk menarik uang baht. Tapi dikenai biaya 150 baht sekali tarik.
– Platinum Fashion Mall punya beberapa mushalla bagi yg mau sholat dan tidak sempat pulang ke hotel dulu.
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com