
Ilustrasi. Pendidikan
Judul posting di atas saya ambil dari bukunya Mas Mushthafa “Membangun Peradaban Melalui Pendidikan” dan saya dorong lebih spesifik menjadi Membangun Pendidikan Melalui Membaca. Atau kalau mau lebih seksi bisa diubah menjadi Membangun Madura Melalui Membaca. 😀 Sebelum ini sudah banyak upaya membangun Madura dan salah satunya adalah dengan membangun jembatan Suramadu. Jembatan Suramadu memang sudah dibangun tetapi peradaban sebuah bangsa bukan dilihat dari panjangnya jembatannya kok! Itu hanya upaya untuk menarik masyarakat Madura pada dunia yang lebih luas.
Saya pikir tidak ada pendidikan tanpa membaca, apalagi pada jaman ini. Revolusi pendidikan melalui membaca telah dicanangkan oleh umat Islam sejak 14 abad yang lalu. Ia bahkan merupakan perintah pertama dan yang utama bagi umat Islam sebagai sebuah ajaran agama. Jadi sungguh keliru jika kita mengira bahwa perintah sholat adalah perintah yang pertama dan paling utama bagi umat Islam karena ibadah sholat itu sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya. (Apalagi mengira bahwa puncak kejayaan seorang umat Islam adalah ketika ia telah bertitel Haji sehingga saat ini antrian untuk naik haji telah mencapai belasan tahun!)
Islam datang untuk mengubah peradaban. Islam datang untuk mengubah dunia yang kelam menjadi terang benderang. Dan itu melalui kegiatan atau ritual yang tidak pernah diperintahkan kepada umat-umat sebelumnya, yaitu MEMBACA. Jadi membaca itu sejatinya adalah sebuah ritual keagamaan atau sebuah kegiatan yang bernuansa spiritual jika diniati untuk itu.
Tentu saja kegiatan literasi telah ada sebelumnya dan itu bisa dijejaki pada jaman-jaman sebelumnya. Tapi itu masih merupakan inisiatif-inisiatif perorangan yang sangat elitis dan belum merupakan sebuah gerakan, apalagi berlandaskan semangat keagamaan atau spiritual seperti dalam Islam. Pada tahun 1600-an SM, awal mula Dinasti Shang muncul di Cina dan ada bukti mengenai sudah berkembangnya sistem tulisan China
Secara garis besar periodisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan ada empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer. Tapi hanya umat Islamlah yang benar-benar mendapat AMANAH untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kegiatan literasi membaca dan menulis. Amanah itu tertulis secara eksplisit pada wahyu Tuhan yang pertama diturunkannya pada Nabi Muhammad.
Umat Islam pernah mengalami kejayaan. Zaman Kejayaan Islam (sek. 750 M – sek. 1258 M) adalah masa ketika para ilmuwan Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri. Kejayaan Islam ini jelas telah menyumbangkan tonggak peradaban yang tinggi pada dunia. Dan hal ini diakui oleh para ilmuwan dan bahkan oleh Presiden AS saat ini. Berikut ini pernyataan mereka.
Peradaban berhutang besar pada Islam (Presiden AS, Barack Obama).
Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi (Jacques C. Reister).
Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi dinamo-nya, Barat bukanlah apa-apa (Montgomery Watt).
Apa rahasia dari kejayaan Islam saat itu?
Jelas ini bukan rahasia dan jelas sekali bahwa ketinggian peradaban Islam saat itu adalah karena tingginya tingkat literasi umat pada saat itu. Umat Islam jelas telah menjelma sebagai umat yang sangat peduli pada literasi dan itu bisa dilihat dari jumlah buku yang mereka hasilkan pada saat itu.
Buku adalah ukuran sejauh mana sebuah peradaban dipandang maju. Para khalifah Islam pada masa lalu nampaknya memahami benar hal ini. Pada abad ke-10, misalnya, di Andalusia saja terdapat 20 perpustakaan umum. Yang terkenal di antaranya adalah Perpustakaan Umum Kordoba, yang saat itu memiliki tidak kurang dari 400 ribu judul buku. Ini adalah jumlah yang luar biasa untuk ukuran pada jaman itu. Silakan bandingkan dengan perpustakaan dimana kita hidup sekarang ini pada 11 abad kemudian.
Bahkan katanya Perpustakaan Umum Tripoli di Syam mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku, termasuk 50 ribu eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Di Andalusia, katanya terdapat Perpustakaan al-Hakim yang menyimpan buku-bukunya di dalam 40 ruangan. Setiap ruangan berisi tidak kurang dari 18 ribu judul buku. Artinya, perpustakaan tersebut menyimpan sekitar 720 ribu judul buku!
Menggambarkan hal ini, Bloom dan Blair menyatakan, Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf membaca dan menulis Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini. (Jonathan Bloom & Sheila Blair, Islam A Thousand Years of Faith and Power, Yale University Press, London, 2002, p-105). Baca tentang kejayaan Islam di http://allamandasyifa.wordpress.com/2010/02/14/kejayaan-islam-di-masa-lalu/
Apakah saya hendak mengajak umat Islam untuk beromantisme dengan mengenang-ngenang masa jaya dan hanyut di dalamnya? Tentu tidak. Saya hanya ingin kembali menekankan bahwa LITERASI adalah kunci kejayaan Islam (dan bukan karena banyaknya para penghafal Al-Quran, umpamanya). Jadi kejayaan Islam adalah karena kemajuan ILMU PENGETAHUAN yang dimiliki umatnya (dan bukan karena bagus dan merdunya suara qari dan qariah dalam lomba MTQ-nya, umpamanya). Jadi mari kita fokuskan perhatian kita pada upaya untuk membangun kembali budaya literasi umat atau bangsa ini agar kejayaan dapat kita raih kembali. Tak ada rahasia lagi setelah Tuhan menurunkan kata kuncinya, yaitu Iqra sebagai pembuka ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban. Semua orang bisa menggunakan kata kunci tersebut untuk membangun kejayaan bangsanya melalui kata kunci tersebut.
Saya sungguh gembira menemukan (kembali) Mas Mushthafa yang menjadi guru Pesantren Annuqayah, Guluk-guluk, Madura di milis ini karena hal ini menimbulkan kembali semangat saya untuk menyebarkan pentingnya LITERASI bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, dan khususnya di Madura (Ya, Madura telah menjadi perhatian saya sejak cukup lama karena kedekatan dan keunikannya).
Saya membaca bukunya Membangun Peradaban Melalui Pendidikan dan berharap bahwa saya bisa ikut membantunya untuk membangun pendidikan melalui membaca di Pulau Garam Madura.
Bagaimana cara membangun budaya membaca di Madura?
Pertama, menurut saya, adalah mengubah paradigma membaca itu sendiri. Saya membaca tulisan Gus Mush dan menemukan fakta bahwa masih ada pandangan di pesantren yang menganggap bahwa buku bertulisan Latin sebagai sesuatu hal yang berbahaya, bermuatan unsur asing, dan pada titik tertentu dianggap sebagai representasi dari pemikiran-pemikiran liar yang secara berlebihan merayakan kuasa nalar-sesuatu yang selama ini diidentikan dengan pemikiran Barat yang amat rasional dan liberal (hal 92). Ini bukan sesuatu yang baru atau aneh karena ada seorang keluarga jauh saya yang dulu menganggap membaca komik, apalagi novel, itu haram. Akibatnya anak-anaknya tak ada yang pernah membaca novel Lima Sekawan, Tintin, apalagi karya-karya Kho Ping Ho yang monumental tersebut. Harraaaam! 🙁
Menghadapi sikap seperti ini memang sulit dan logika yang akan kita sampaikan pasti akan dilawan dengan fanastisme buta seperti umat Nabi Ibrahim yang karena tidak mampu menghadapi argumen Nabi Ibrahim akhirnya menghukum beliau dengan membakarnya.
Kedua
Opo yo?! Sik tak pikire disik. Tapi pasti ada cara. Dan saya yakin sedikit demi sedikit Gus Mush akan menemukannya.
Apa yang bisa saya lakukan?! Saya belum tahu. Tapi saya sudah memutuskan untuk membantu Gush Mushthafa. Beliau memiliki pemahaman yang jauh lebih baik daripada saya dalam hal ini dan juga tekad yang jauh lebih besar. Ia mungkin hanya membutuhkan dukungan dari teman-teman. Tapi saya pikir kita memang membutuhkan sebuah visi besar disini. Visi besar yang saya maksud adalah semacam upaya untuk menjadikan masyarakat Madura menjadi masyarakat yang memiliki budaya membaca yang sama tingginya dengan masyarakat maju dunia. Skala dunia?! Ya, mengapa tidak. Kata Mas Moko, Be the Best. Luput-luputnya kan jadi the second best.
Tentu saja ini akan menjadi sebuah proyek besar yang mesti melibatkan sangat banyak pihak. Tapi jika Gush Mush dengan basis Pesantren Annuqayah, Guluk-guluknya sudah mau bergerak maka saya yakin kejayaan masyarakat Madura akan segera menjelang.
Ayo kita bantu masyarakat Madura.! Madura..! Ayem kamiiiing!
Surabaya, 24 Nopember 2012
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com
1 thought on “MEMBANGUN PENDIDIKAN MELALUI MEMBACA”