April 27, 2024

0 thoughts on “Dialog Imajiner antara Muslim dan David

  1. Dear all,
    Berikut ini diskusi dari topik ini di milis Luqman Al-Hakim, milis sekolah anak saya. Enjoy..!

    Ass. Sudah beberapa waktu ini saya rajin mengikuti dan membaca email dari group karena ketagihan dengan ‘artikel’ bapak yg nano-nano. Setiap hari saya penasaran, kira-kira topiknya apa ya hari ini, he he. Akhirnya di tulisan kali ini saya tidak tahan juga pengen ikutan nimbrung, halal kan pak.
    Perkenalkan saya ortu murid kls 3 an. Wildan, saya biasa dipanggil Putu, mantan kary. Bmi and now I’m being full time mom. Saya terlahir dari ortu yg beragama beda, hindu dan muslim. Saya dan adik2pun pernah bersekolah di sekolah katolik.
    Dari saat saya mulai menjadi mualaf ‘hal’ pertama yg saya dengar adalah bhw org muslim dilarang mengucapkan selamat natal kpd umat nasrani. Why ???????
    Pertanyaan itu selama 22 th menghantui saya, karena dari entah yg keberapa kali saya bertanya ke pihak2 yg saya anggap berkompeten jawabannya selalu berbeda.
    Alhamdulilah saya selalu mengucapkan selamat natal kepada teman2 saya yg merayakannya. For me its ok why not karena itu adalah sebagian dari suatu toleransi, saya sangat menyadarinya krn saya hidup dlm perbedaan itu. Isu ttg hal ini ternyata tdk pernah selesai. Saya setuju dg bapak, adalah lebay atau berlebihan jika menyamakan , mengucapkan syahadat dengan mengucapkan selamat hari raya kpd umat nasrani. Apakah akidah umat muslim akan rusak hanya krn
    mengucapkan selamat natal? saya prihatin dg polemik ini, krn berpengaruh kepada anak2, bukankah sejak dari kanak2 kita harusnya mengenalkan toleransi, bukannya tdk mungin ini akan menimbulkan bibit perpecahan, ngeri saya membayangkan akibatnya krn masing2 merasa benar. As a moslem mungkin ilmu yg saya punya msh sangat dangkal tapi saya begitu yakin bhw semua ucapan natal yg pernah saya
    sampaikan kepada teman maupun saudara hingga saat ini adalah ucapan tulus sesama manusia sesama makhluk ciptaan- Nya dan membuat hubungan kami semakin baik.
    Menurut saya insya allah tidak ada akidah yg rusak hanya gara2 menyampaikan selamat natal. Terima kasih pak Satria, karena sharing topik ini.

    Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Assalamualikum, maap sbelumnya pak, berbuat baik kpada sesama dlm rangka menciptakan kerukunan umat manusia itu banyak ragamnya. Dan toleransi mempunyai jangkauan yg luas. Karna rasa toleransi yg ada pada sy itulah maka sya biarkan meraka (non muslim) merayakan lebaran mereka dengan penuh suka cita tanpa sya hrus berucap.

    [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Assalamualikum, maap sbelumnya pak, berbuat baik kpada sesama dlm rangka menciptakan kerukunan umat manusia itu banyak ragamnya. Dan toleransi mempunyai jangkauan yg luas. Karna rasa toleransi yg ada pada sy itulah maka sya biarkan meraka (non muslim) merayakan lebaran mereka dengan penuh suka cita tanpa sya hrus berucap.

    susan

    Subject: Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Ass wr.
    Bapak2/Ibu2, dalam kaitan topik ini, saya ingin mengajak Anda sekalian untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits.

    Silakan baca QS An-Nisa:171. Allah mengatakan: “…Maka berimanlah kepada Allah dan Rasul2Nya dan janganlah kamu mengatakan (Tuhan itu) tiga. berhentilah (dari ucapan itu)….”

    Silakan baca QS Al-Maidah:17. Allah mengatakan: “Sungguh, telah kafir orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu dialah Almasih putra Maryam.”…”

    Mengucapkan selamat adalah BENTUK PENGAKUAN terhadap hal yang kita “selamati” atas orang lain. Contoh:
    “Selamat atas kenaikan jabatan Anda” –> bukankah kita mengakui kenaikan jabatan orang yang kita selamati?
    “Selamat atas kelahiran putra Anda” –> pengakuan atas kelahiran putra seseorang
    “Selamat menikmati hidangan” –> mempersilakan untuk menikmati hidangan
    dsb.

    Artinya, SELAMAT adalah bentuk pengakuan/pembenaran atas sesuatu.
    Apakah kita akan membenarkan seseorang yang menyembah selain Allah? Yang mengakui penyembahannya kepada selain Allah?
    Silakan dipelajari dan direnungkan lebih jauh. Semoga kita terhindar dari perbuatan-perbuatan atau ucapan-ucapan yang menyebabkan batalnya ke-Islam-an kita.

    Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita sekalian.

    Wss wr,
    -adi-

    Saya rasa ini pendapat yg keliru (dan bahkan cenderung sok tahu hati orang lain).
    Coba saja tanya kepada yg menyatakan Selamat Merayakan Natal apakah berarti mereka MENGAKUI bahwa Tuhan itu tiga? Tentu saja mereka akan heran dengan pertanyaan konyol tersebut. Apa hubungannya? Bahkan belum tentu teman nasrani yg kita beri selamat itu mengakui bahwa Tuhan itu tiga.

    Seandainya ada teman yg beli rumah baru dan kita beri selamat padahal uangnya dari korupsi apakah itu berarti kita mengucapkan selamat atas korupsi tsb? Kalau ada teman nasrani melahirkan anak dan kita beri selamat apakah itu berarti selamat atas lahirnya seorang nasrani baru? Kalau ada teman yg makan dan kita bilang selamat makan (padahal mengandung babi) apakah berarti kita turut menghalalkan babi (dan turut berdosa karenanya)? Kalau kita bilang selamat jalan pd teman pdhl ia pergi bermaksiat apakah kita menyetujui perbuatan maksiatnya (dan juga turut berdosa karena ucapan tersebut)? Apakah kalau kita mengatakan “Glad to know you” pada seorang kenalan baru yg ternyata seorang pendosa besar maka berarti kita senang dengan dosa-dosanya? Apakah kalau kita bilang “Selamat atas gelar Doktornya!” maka kita akan mendapat dosa memberi selamat karena ternyata gelarnya diperoleh dengan menjiplak?

    Tentu saja tidak.

    Semua ucapan selamat itu bergantung pada niat kita masing-masing. Kita akan dinilai oleh Tuhan dari niat kita tersebut. Meski pun kita bilang “Selamat ya!” padahal dalam hati kita bilang “Kusumpahi kau dapat celaka” maka tentu Allah akan mengganjar sesuai dg niat kita yg sebenarnya.

    Jadi pahami baik-baik niat Anda ketika mengucapkan selamat karena kita tidak bisa menipu Tuhan dan Tuhan tidak mungkin akan salah dalam menilai niat kita.
    Salam
    Satria Dharma

    Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Maap pak kami bukan orang yg sok tahu hati orang lain, kami hanya sedang mencoba untuk menjadi Muslim sejati berdasarkan Quran dn hadist Dan tidak mengandalkan logika d Atas
    Segalanya.

    Rgrds

    Susan

    Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Apakah Ibu menganggap Syeh Qaradhawi, Syeh Tantawi, Ustad Quraish Shihab, Dien Syamsudin, para ulama MUI tidak menggunakan Al-Qur’an dan hadist dalam berpendapat dan hanya mengandalkan logika semata?
    Apa maksud pendapat Ibu sebenarnya?
    Salam
    Satria Dharma

    Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Para saudaraku..tidak ada pendapat yg paling benar dalam suatu hal, keyakinan adalah hak mutlak bagi setiap orang tanpa ada yg boleh memaksa untuk merubahnya. Pendapat seseorang hanyalah suatu referensi. Maka bila saya berkeyakinan tidak membolehkan mengucapkan “Selamat Natal” itu hak saya dengan cara tersendiri untuk tetap menjalin hubungan baik “toleransi” dengan pemeluk agama lain.

    Salam,
    Hamka

    Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Sepakat Pak Hamka…! Tiap-tiap kita memiliki hak utk memilih mana pendapat yg lebih sesuai dg nurani kita masing-masing.

    Argumen yg disusun utk menentang ucapan selamat natal adalah karena dianggap bahwa ucapan selamat natal itu SAMA DENGAN membenarkan keyakinan bahwa Tuhan itu tiga, Yesus itu tuhan, dll. INTINYA adalah sama dengan mengakui keyakinan mereka. Itu semua berhubungan dengan akidah. Karena berhubungan dengan akidah maka mereka melarangnya atau tidak melakukannya.

    Di sisi yg membolehkan mereka menyatakan bahwa ucapan selamat natal tsb TIDAK SAMA dengan membenarkan keyakinan mereka. It has nothing to do with it. Tidak ada hubungannya. (Analogi sudah saya sampaikan di posting sebelumnya). Karena ini bukan masalah akidah dan sekedar muamalah maka mereka membolehkannya (dan bahkan menganjurkannya).

    Tentu saja kita boleh MEMILIH posisi mana yg lebih kita sukai di antara dua tersebut. Tapi tentu saja mereka yg memilih mengucapkan selamat natal BUKAN KARENA mereka jahil dan tidak paham soal ajaran agama seperti yg disampaikan oleh dialog tsb.
    Salam
    Satria Dharma

    Subject: Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    asswrwb,

    Bpk/ibu yang Allah cintai,

    Semoga Allah selalu menjaga hati kita dlm jalan yg diridhoi-Nya..dan kelak kita kembali kepadaNya dlm khusnul khatimah, amin..
    Insya Allah kita sama2 menghargai perbedaan pendapat, polemik ini mmg PR kita utk menjelaskan terutama kpd anak dan teman/klrg kita yg berbeda keyakinan,..Saya hanya ingin berbagi pengalaman.., bbrp waktu yg lalu saya termasuk yg menganggap ucapan Selamat kpd agama lain adalah bagian dari toleransi..namun akhirnya saya memutuskan utk tdk lagi melakukannya, dgn harapan
    keputusan saya ini akan dinilai Allah sbg suatu usaha sy memberi signal kpd sahabat/teman2 sy yg non muslim utk mendapat hidayah dgn mgkn mereka akan mencari informasi knp seorang muslim tdk melakukannya…adapun landasan saya saat memutuskan utk tidak meneruskan tradisi ucapan selamat tsb adalah krn saya tdk ingin sahabat / teman saya merasa agama yg dianutnya sudah benar, semoga
    kelak mereka mendpt/menyambut hidayah Islam..
    adapun kepada anak saya, dgn segala keterbatasan ilmu saya, saya coba jelaskan terlebih dhulu mgapa kita memilih Islam,bahwa kita harus bersyukur krn kita sudah memilih Islam sbg agama,ttg harusnya seorang muslim terus berakhlak baik kepada siapa saja, shg tercermin dari umatnya bahwa Islam rahmatan lil alamin, kmd ke natal itu apa, trs knp kita tdk mengucapkan selamat kpd hal2 yg tdk ada tuntunannya dlm agama kita, anyway pak Satria..apa di jaman nabi Muhammad beliau
    mengucapkan selamat natal atau sebangsanya utk agama lain, ya? krn kan agama2 lain itu sdh ada sejak seblm beliau dg ajarannya…dan uswah kita kan beliau brdsr kpd Quran.. tanpa mengurangi hormat kpd Syeh Qardhawi, Syeh Tantawi, Ustadz Quraish Shihab, Dien Syamsudin, yg insyaAllah mrk jg sdh berusaha beramal sholeh dgn ilmunya…

    wassalam,

    Muhsinah

    Subjek: Re: [luqmanalhakim] Dialog Imajiner antara Muslim dan David

    Begitulah manusia, Bu! Ia bisa berubah sesuai dg kondisinya. Sebaliknya, seorang teman yg selama puluhan tahun tidak mengucapkan selamat natal akhirnya berubah pikiran utk mengucapkan selamat natal dengan penuh kesungguhan pd teman-teman nasraninya. Ketika ditanya apakah ia tidak kuatir akidahnya berubah karena
    ucapan tersebut ia lalu bilang,:”Kok bodo men toh aku iki. Mosok aku tidak tahu apa niat hatiku sendiri. Lagipula itu juga berarti aku menganggap Allah itu tidak tahu apa yg ada dalam hatiku ketika mengucapkan selamat natal tersebut.”

    Betul juga…!

    Bu Muhsinah, banyak hal yg kita lakukan saat ini tidak dilakukan oleh
    Rasulullah. Tapi tentu saja itu tidak berarti bahwa apa-apa yg tidak dilakukan oleh Rasulullah berarti haram. Itu cara berpikir yg aneh. Bayangkan kalau ada orang yg berkomentar,:” Kenapa menyekolahkan anak? Rasulullah TIDAK mengirimkan anaknya ke sekolah tapi mendidiknya sendiri.”

    Tradisi memperingati hari natal seperti yg ada sekarang ini merupakan budaya baru yg tidak ada pada waktu itu. Jadi kalau ada yg bertanya apakah Rasulullah pernah mengucapkan selamat natal pd umat nasrani maka jawabnya apakah ucapan selamat natal sudah ada jaman dulu? Tentu saja saya juga bisa balik bertanya pada Bu Muhsinah apakah ada LARANGAN mengucapkan selamat natal dari Rasulullah?
    Bu Muhsinah teentu juga tidak bisa menjawab selain mencari dalil-dalil dan kemudian menyimpulkan sendiri. Jadi kalau Bu Muhsinah menganggap Rasulullah melarang ucapan selamat natal itu tentu kesimpulan sendiri dan bukan berdasarkan perintah dari Rasul.

    Apakah jika kita tidak mengucapkan selamat natal maka nantinya akan bisa memberikan hidayah pada teman yg nasrani agar masuk Islam? Saya rasa ini terlalu berharap banyak. Urusan hidayah itu bahkan Rasulullah saja tidak punya hak. Bukan main upaya Rasulullah utk membuat pamanya Abu Mutalib utk masuk Islam tapi toh tidak berhasil. Bahkan ada beberapa nabi yang anak dan istrinya sendiri mengingkarinya.
    Jadi kalau sekedar tidak mengucapkan selamat natal dan kemudian berharap mereka masuk Islam rasanya kok ya gimana gitu. 😀

    Salam
    Satria Dharma

  2. Tanggapan dari Mas Semino

    Memberi Salam Bukan Komitmen

    Mengkikuti diskusi apakah memberi “Selamat Natal” itu boleh atau tidak boleh sangat menarik. Menarik karena kita mau berdialog untuk mem-verifikasi perbedaan hal hal yang kita yakini. Saya juga ingin ikut “urun rembuk” tentang masalah ini, namun sayang saya tidak punya otoritas untuk melontarkan opini tentang haram halalnya ucapan Selamat Natal. Saya hanya ingin milihat masalah ini lepas dari benar salahnya menurut akidah, yaitu masalah kebahasaan.

    Dalam ilmu bahasa tepatnya menurut teori tindak tutur. Tindak tutur (speech act) adalah ungkapan yang memiliki makna plus power (kekuatan) yang sesuai dengan tatanan / kebiasaan (kesepakatan sosial dalam suatu kominitas). Tindak tutur manusia dikelompokkan menjadi 5 (menurut Searle, pakar linguistik) dilihat dari fungsi bahasanya: (1) representasi – tindaktutur yang relevan dengan topik kita menyatakan ‘komitmen’ (2) direktif — membuat sesorang untuk melakukan sesuatu (3) komisif — menjanjikan tindakan di waktu yang akan datang apakah menjajikan sesuatu yang positif atau mengancam, (4) Ekspresif — berfungsi untuk menjaga hubungan antar pribadi (formalitas sosial) sperti yang ada kaitan dengan topik ini adalah memberi ucapan selamat, dan (5) deklaratif atau menurut Austini disebut performatif — menyatakan perang, menikahkan, membabtis, memecat, dan memberi nama (misal, saya namakan kapal ini Dewa Ruci Indonesia)

    Ucapan Selamat Natal masuk katagori fungsi bahasa ‘ekspresif’ atau hanya untuk menjaga hubungan interpersonal bukan komitmen atau fungsi bahasa yang pertama atau representatif. Penutur tidak memiliki komitmen atas apa yang diucapkan, kata Selamat Natal hanya ungkapan untuk menjaga hubungan baik antar individu.

    Kasus kasus yang serupa seperi ucapan ” Mau ke mana, Mas?”, penutur tidak benar benar ingin tahu tempat tujuan yang dituju oleh orang yang ditanya, dan di jawab sesukanya misal ‘ke sana?’, walau tidak jelas sana yang mana tidak masalah, wong memang hanya untuk formalitas sosial tidak ada komitmen apapun keculi komit untuk salang menjaga hubungan baik dengan saling sapa sesuai dengan konteknya.

    Dari sisi kebahasaan, Ucapan Natal adalah ungkapan yang bersifat interpersonal bukan transaksional keyakinan. Ucapan selamat adalah bahasa tipikal untuk kontek yang tipikal bukan komitmen.

    Silakan dilanjut, saya menyimak.

    Salam
    Semino

  3. Pak satria,
    Sy punya cerita lain,
    Seorang kawan pergi haji dan melihat ragam macam cara orang beribadah. Mulai dari, “kok wudhunya gitu” “kok sholat tangannya begitu” “kok make mukenanya keliatan rambut”, dsb.
    Kawan sy pun mengatakan “waduh kok beda dengan apa yg bapak dan kakek sy ajarkan ya”.

    Poin sy, kebanyakan orang indonesia ya semisal hal yg tejadi pada kawan sy, beragama dengan apa yang bapak dan kakek ajarkan. Bukan berdasar dalil. Bukan ilmu pengetahuan di balik kesimpulan. Apa yang melandasi, apa dalil quran dan sunnahnya. Kira2 demikian.
    Dalam hal ini sy sepakat dengan bu ida. Mengajarkan ilmu di balik “kesimpulan”. Itulah yg lebih mencerahkan dibanding si anu bilang ini si itu bilang begini.

    Sy tadinya berharap, ada yg bantu share, ini loh argumennya syeh qordhowi, syeh tantowi, dsb. Dalilnya demikian dan demikian.
    Sementara yang menentang demikian dan demikian.
    Mana dalil yg kuat, silakan sj.

    Tentang “argumen mungkin dia belum tahu”. Ah sy pikir semua yg punya pendapat berseberangan pun akan berpikir demikian. “mungkin dia belum tahu pendapat lainnya yang menyatakan demikian dan demikian”. Jadi anggap aja yg bicara cara beragamanya seperti kawan sy, yg kata bapak dan kakeknya. Bukan berdasar dalil dan ilmu pengetahuan.

    Sekian dan terima kasih.

    Note :
    Mohon maaf sy bukan user aktif milis ini. Baca bila senggang. Bila tak ada komentar lanjutan, mohon maaf. Bukan tak menanggapi. Hanya tak sempat terbaca.

    Wassalam
    Dimas Nugraha

    Terima kasih atas tanggapannya Mas Dimas. Anda betul sekali. Kita semua cenderung utk memahami ajaran agama seperti yg diajarkan oleh ayah, kakek, dan guru-guru kita. Hanya kalau kita mau tahu dasar dari apa yg kita lakukan itu barulah kita cari dalil-dalilnya. (Tapi yg begini tidak banyak).

    Meski demikian, jika pun kita memperoleh dalil pembenaran dari apa yg kita lakukan itu TIDAK BERARTI bahwa tindakan yg berbeda dari yg kita lakukan tidak ada dalilnya atau salah. Kita selalu HARUS MEMILIH mana pandangan yg lebih sesuai dg kita. Dan ini memang subyektif. Secara garis besar dalam fiqih itu yg disebut mazhab. Ada banyak yg berbeda dari pandangan tiap mazhab tapi tidak berarti menafikan pandangan mazhab lain karena mazhab lain juga punya dalil dan argumen. Jadi dalam beragama kita akhirnya akan tiba pada sikap toleran dan tidak menghakimi pandangan berbeda.

    Dalam kasus dialog imajiner tersebut ada dua hal yg saya kritisi. Pertama bahwa si penulis dialog menganggap bahwa ucapan selamat natal bagi umat Islam memiliki konsekuensi yang sama dengan jika David bersyahadat. Ia tidak mengatakan BAGI SAYA tapi bagi umat Islam. Dan ini jelas sekali bahwa ia mengatasnamakan umat Islam secara umum karena ia memilih menggunakan nama ‘Muslim’ dalam dialognya (dan sebaliknya memilih nama David sebagai counterpartnya). Tentu saja ini tidak benar karena si penulis tahu bahwa ada banyak umat Islam lain yg punya pandangan berbeda dengannya.
    Kedua, adalah ungkapan ‘mungkin mereka belum mengerti’ yg jelas hendak mengatakan bahwa pendapat yg berbeda dengannya adalah karena kejahilan dan ketidakmengertian akan dalil-dalil agama seperti yg ia pahami.

    Dengan menunjukkan contoh umat Islam lain yg bersikap berbeda dengannya (yang dalam hal ini adalah para ulama besar) saya hendak menyatakan bahwa ungkapan ‘mungkin mereka belum mengerti’ adalah ridiculous. Itu sama dengan menganggap para ulama besar tersebut sbg jahil.

    Perkara mana dalil yg lebih kuat di antara pendapat yg bertentangan akan menjadi subyektif. Bagi Syeh Qardhawi, Syeh Tantawi, Quraish Shihab, Dien Syamsudin, Khomeini, dan para ulama yang sama pendapatnya dengan mereka maka membolehkan ucapan selamat natal adalah memiliki dalil yg lebih kuat (dan begitu juga sebaliknya).
    Nah, posisi kita juga begitu. Mana pendapat yg lebih sesuai dengan pemahaman kitalah yg kita ikuti.

    (Kalau ingin pendapat para ulama yg membolehkan, dan bahkan menganjurkan, ucapan selamat Natal kita bisa mencarinya kalau mau.
    The information is at your fingertips. Jangan malas mencari)

    Salam
    Satria Dharma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *