Seorang teman baik protes pada saya. Katanya, “Yang bener aja, Cak … masa sih mahasiswa jurusan Sastra Inggris —English Lit, isn’t it?– diajarin wirausaha (barangkali yang paling cocok ya usaha bimbel .” Setelah itu ia menambahkan bahwa kelihatannya di negeri ini semuanya sudah “topsy-turvy” (jungkir balik). Soalnya ketika ia ngobrol sama mahaiswa jurusan English Lit di Bandung ia bertanya “lit” apa yang mereka baca — ternyata praktis tidak ada. “Lha dimana “lit”nya…?!”, tanyanya. Jadi ketika ia tahu bahwa saya mengajar KWU dengan tujuan untuk mendorong mereka menjadi wirausahawan di bidang pendidikan maka ia menyindir barangkali jurusan yang saya ajar musti diubah namanya, “jurusan wirausaha” (instead of English Literature)?
Teman saya ini seorang yang sangat perduli pada literasi dan bahkan saat ini sedang memulai group membaca di lingkungan ITB, (‘myEnglishLit … learning reading by deconstructing the thick novel into smaller, bite-size chunks’, demikian katanya) sesuatu yang ia lakukan di Madison tepat tinggalnya selama 30 tahun dulu.
Kalau teman saya ini yang berkomentar maka saya anggap itu sebagai penghargaan. Artinya tulisan saya itu berarti baginya dan perlu dikomentari.
Jadi saya jawab bahwa mungkin berlebihan kalau dibilang saya mau mengubah jurusan Pendidikan Bhs Inggris atau Sastra Inggris menjadi jurusan kewirausahaan. Lha wong matkul KWU yang saya ajarkan cuma 2 SKS (dari 140 SKS minimal untuk menjadi sarjana). Jadi matkul KWU ini tidak mungkin menggantikan materi kurikulum intinya.
Selain matkul KWU ada banyak matkul non-English lainnya baik yg MKDU maupun yg MKDK, seperti Olahraga, Pancasila, Budaya, dll. Tentu kita tidak mengatakan bahwa mereka akan diarahkan menjadi budayawan, olahragawan, atau agamawan hanya karena mereka mendapat mata kuliah tersebut.
Saya sampaikan bahwa setelah lulus dari jurusan bhs Inggris maka mereka harus memilih antara bekerja pada orang lain atau membuka usaha sendiri. No matter what and how they learn at their campus they have to decide how they would earn a living. Matkul KWU ini penting karena bisa memberi bekal pada mahasiswa utk membuka lapangan pekerjaan sendiri tanpa harus menunggu lowongan.
Kursus bhs Inggris itu bertebaran di mana-mana. Sayangnya rata-rata pemiliknya bukan org dr jurusan bhs Inggris (apalagi IKIP). Ini karena mereka tdk punya jiwa dan wawasan wiraswasta. I need to push them to become the ownersof their own courses instead of only teaching.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang saya susun maka Teaching Strategies yang saya rencanakan adalah sbb :
– Interactive Class Discussion
– Interactive mailing-list discussion
– Essay Writing
– PowerPoint w/printed notes
– Guest Speakers
– Team working
– Team exercises
– Business site visit
– Internship
Saya membuat sebuah mailing-list khusus untuk kelas saya ini dan saya meminta mereka untuk mengirimkan essay dan hasil diskusi masing-masing via mailing list tersebut. Saya ingin mengajari mereka memanfaatkan media massa gratis tapi efektif tersebut dan agar saya bisa terus berkomunikasi dengan mereka. Saya juga meminta mereka membuat essay singkat setiap kali selesai materi agar mereka terbiasa untuk mengungkapkan pikiran mereka dalam bentuk tertulis. Tentu saja saya meminta mereka menulisnya dalam bahasa Inggris karena mereka dari jurusan tersebut (dan ternyata banyak sekali kesalahan gramatika yang mereka lakukan dalam tulisan pendek tersebut).
Karena mereka berasal dari jurusan Sastra dan Pendidikan Bahasa Inggris maka saya mendorong mereka untuk memasuki bisnis jasa, khususnya jasa pendidikan, dan bukan di produk. Dari data mahasiswa yang ikut PMW tahun lalu ternyata hampir semuanya masuk ke bisnis produk macam menjual makanan dan minuman. Saya berpikir bahwa semestinya itu ‘jatah’ mahasiswa jurusan Boga. Jurusan kami mestinya lebih ke bisnis jasa, dan khususnya jasa di bidang pendidikan. Bisnis di bidang pendidikan sendiri adalah bisnis yang luar biasa besarnya dan bisnis bimbingan belajar atau kursus bahasa Inggris sendiri hampir tidak pernah ada matinya.
Agar mereka mulai mengenal dunia bisnis dan para pelakunya maka kami mengajak masuk para pebisnis langsung masuk ke kelas. Selama 4 (empat) kali pertemuan saya telah mengajak beberapa guest speaker ke kelas saya. Mereka adalah :
- Riyadh Ramadhan. Riyadh ini seorang mahasiswa semester 3 yang telah mulai berbisnis sejak masih SD dengan berjualan gorengan. Saat ini ia telah memiliki bisnis Go Crunz yg telah berdiri di 4 kota dengan 13 outlet. Di usia 19 tahun, ia sudah memiliki bisnis gorengan di Surabaya dengan omzet ratusan juta per bulan. Bisnis ini dirintisnya tahun 2009, saat ia masih berusia 16 tahun. Saat itu, ia baru duduk di kelas satu sekolah menengah atas (SMA). Lantaran usianya yang masih belia, ia pernah dinobatkan sebagai Entrepreneur Termuda 2010 versi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. http://peluangusaha.kontan.co.id/news/riyadh-rintis-sukses-sebagai-penjual-gorengan-1/2012/07/13
- Santi Anjanarko.Santi adalah alumni UNESA yang bekerja bersama Manulife Insurance. Menurutnya banyak peluang untuk melakukan bisnis di bidang asuransi bagi mahasiswa yang mau terjun ke bidang tersebut.
- Sutiyono. Mas John (nama panggilannya) ini adalah seorang pengusaha di bidang bimbingan belajar. Ia memulai usahanya sejak 3 tahun yang lalu dengan biaya dan fasilitas yang sangat minim. Meski ia bukan lulusan perguruan tinggi tapi ia berani memasuki bisnis bimbingan belajar yang merupakan bisnis di bidang pendidikan. Saya sengaja mengajak Mas John untuk memberi semangat pada mahasiswa dan meyakinkan mereka bahwa SIAPA SAJA bisa memasuki dunia bisnis, meskipun tidak punya dana dan pendidikan yang memadai.
- Mahasiswa PMW. Saya mengajak beberapa mahasiswa PMW untuk masuk ke kelas dan menjelaskan sendiri bagaimana mereka memulai bisnis mereka. Bahkan ada yang belum memulai bisnisnya dan baru membuat proposal. Dengan mendengarkan langsung dari sesama mahasiswa maka mereka akan lebih mudah berkomunikasi dan saling menguatkan.
Tujuan saya mengajak mereka adalah untuk menunjukkan bahwa bisnis itu bidang yang bisa dimasuki oleh siapa saja dengan modal berapa saja dan dengan pendidikan apa saja. Bisnis itu bisa dipelajari sambil melakukannya. Dan itu kadang-kadang lebih efektif ketimbang baca teori banyak-banyak tapi tidak pernah melakukannya. Ibarat pelajaran berenang sebaiknya para mahasiswa memang langsung disuruh masuk kolam dan merasakan airnya sendiri daripada sekadar menjelaskan teori tentang berenang tanpa pernah masuk ke kolam renang itu sendiri. Dengan bekal pola pikir yang lebih baik daripada para pelaku bisnis UMKM pada umumnya tentunya mahasiswa punya potensi untuk berhasil lebih besar.
Saya masih punya banyak waktu pertemuan dengan mahasiswa saya dan saat ini mereka sudah mulai membuat proposal bisnis mereka. Masih ada banyak waktu untuk memperbaiki proposal bisnis mereka dan setelah itu saya ingin meminta mereka TERJUN langsung melaksanakan rencana bisnis mereka. Mereka harus melakukan apa yang mereka rencanakan dan mereka harus belajar dari praktek bisnis tersebut. Jika mereka belajar bisnis sejak mahasiswa dengan mentor dosen mereka yang memang memiliki pengalaman di bidang tersebut maka diharapkan bahwa mahasiswa akan lebih memiliki peluang untuk berhasil dalam berbisnis kelak.
Semoga ada di antara mahasiswa saya yang kelak benar-benar bisa memiliki bisnisnya di bidang pendidikan atau menjadi seorang edupreneur.
Jakarta, 12 Oktober 2012
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com