“Sandang, pangan, pati, jodoh, rejeki itu di tangan Tuhan,” kata teman SMA saya Harry yg kami panggil ‘Slade’ dengan serius. Ia pensiunan PT Jasa Raharja yg berbahagia dengan masa pensiunnya. Mendengar ini saya lalu mendekat utk mendengar lebih lanjut.
Kami sedang ada acara reunian di vila Agape Pacet dan kami bergembira ngobrol ngalor ngidul dan bergurau semalaman sampai pagi. Kami menyewa vila besar lengkap dengan meja pingpong, meja bilyard dan karaoke. Yg suka karaoke ya karaokean, yg suka pingpong ya pingpong, dan ada juga yg main bilyard beregu. Tak ada acara khusus. Kami hanya ingin bertemu teman-teman SMA dengan nuansa dan atmosfir SMA yg penuh dg guyonan, away from our routine days. Kami betul-betul lupa bahwa kami ini sudah jadi kumpulan kakek dan nenek dan mengira masih pakai seragam abu-abu.
Semakin larut malam kami semakin seru nyanyi karaoke. Lagu-lagu lamanya De Mercy’s, Broery Pesolima, Meggy Z, Elvi Sukaesih, Manthous, A. Riyanto, Erni Johan bergantian mengalun dan kami dengan penuh ‘gusto’ mengikuti lagu-lagu super jadul tersebut. ‘My Way’nya Frank Sinatra dinyanyikan sama-sama dengan penuh penghayatan seolah itu mengisahkan kisah hidup kami masing-masing. ‘Regrets I had a few but then too few to mention’, kata Sinatra. Do we have any regrets, anyway?
Jam 22:30 sy masuk kamar utk tidur. Ini sudah melebihi jam tidur saya. Sampai larut suara teman-teman masih menembus tidur saya yg tak lelap. The night is surely not young anymore but it’s too beautiful to leave it.
Alarm di HP saya berbunyi lembut pukul 3 dan segera saya matikan. I need more time for a rest.
Setelah sholat Subuh kami ngobrol lagi tanpa peduli kurang tidur. Bahkan sebagian bahkan belum tidur sama sekali termasuk Harry Slade. Haah…! Para pangsiunan ini nekat amat menabrak ritme biologis mereka! Saya sih senang aja ikut ngobrol gayeng sampai larut tapi tidak tidur semalaman untuk bersenang-senang ngobrol ngalor ngidul dan karaokean kayaknya too risky for my body. Saya bisa butuh waktu dua tiga hari utk menebus kekurangan tidur tsb. Lagipula besok saya mesti lanjut ke Balikpapan utk raker di Stikom Balikpapan selama dua hari.
Tapi ketika Harry Slade menyampaikan pagi ini sebuah prinsip yg ia yakini dalam hidupnya maka saya langsung tertarik. Ini jelas sebuah hikmah yg ia peroleh selama hidupnya selama ini.
Saya lalu mendesaknya utk bercerita lebih banyak tentang kisah hidupnya. Teman saya Harry Slade yg selalu tersenyum ini adalah mantan pejabat PT Asuransi Jasa Raharja yg hidup lurus dan selalu berupaya utk memudahkan semua klaim asuransi dari keluarga korban kecelakaan. Ia sangat benci pada orang-orang atau pun oknum yg berupaya utk mengambil keuntungan dari keluarga korban. Baginya itu tindakan yg keji dan harus dilawan. Selalu saja ada orang-orang yg berupaya untuk meminta bagian atau memotong dana klaim yg diperoleh oleh korban atau keluarga korban kecelakaan. Oknum-oknum ini akan memeras dan meminta bagian klaim asuransi bahkan sampai 50% dengan berbagai dalih kepada keluarga korban. Dan itu bisa oknum kepala desa, polisi, dan bahkan tentara. Menghadapi oknum-oknum seperti ini Slade tidak pernah gentar meski digertak dan dibentak. Ia bisa membentak dan menggertak balik. Jika tiba pada situasi seperti ini ia bisa keluar tanduk dan tidak segan-segan melaporkan tindakan ngawur oknum ini ke kapolres atau bupati atasan oknum tersebut. Beberapa kali ia bahkan pernah membuat oknum polisi terpaksa harus dipindahtugaskan karena ia laporkan ke atasannya.
Prinsip Harry Slade adalah mempermudah keluarnya dana klaim asuransi semudah-mudahnya meski harus mengesampingkan prosedur standar. Bahkan dana itu kalau perlu dikirim ke rumah keluarga korban. Bukan hanya itu, ia juga berprinsip bahwa keluarga korban harus menerima dana asuransi tersebut utuh tanpa potongan. Ia bahkan mengancam semua stafnya yg mau menerima serupiah pun dari keluarga korban. Kalau itu terjadi maka akan dipecatnya tanpa belas kasihan. Tidak boleh ada yg menerima imbalan atau apa pun, termasuk dalih utk dititipkan sebagai sumbangan ke yatim piatu, dari keluarga korban. Sebuah kebijakan perusahaan yg dijalankan dengan sungguh-sungguh dan berprinsip ini membuat saya kagum pada teman saya ini.
“Gajimu adalah balasan dan ganjaran dari semua pelayanan terbaik yg kamu berikan pada klien. Tidak boleh kita berharap imbalan lain dari itu,” demikian selalu nasihatnya pada semua stafnya. “Jika saya menemukan ada di antara kalian yg mencoba-coba utk mengambil keuntungan dari kesusahan klien kita maka saya akan langsung memecat kalian.”. Dan ia tidak main-main dg ancamannya dan ia benar-benar melakukannya. Ia benar-benar memercayai bahwa ada hukum karma yg berlaku dalam hidup ini dan siapa yg berupaya mengambil sesuatu yg bukan haknya pasti akan harus membayar dengan setimpal. Ia lalu memberi contoh. “Coba perhatikan para pensiunan di instansi ini bagian ini,” Ia menyebut sebuah divisi di kepolisian yg biasa melayani kepentingan publik tapi dengan mengutip pungutan ilegal. “Hampir semua pensiunannya hidupnya sengsara meski kekayaannya melimpah tak wajar.”
Ia ingin pensiun dengan bahagia tanpa merasa diuber-uber oleh rasa berdosa dan bersalah pada waktu bekerja.
Suatu ketika ia mendapati sebuah kasus klaim asuransi kecelakaan ‘tabrak lari’ dengan korban seorang anggota TNI. Setelah ia selidiki ia berkesimpulan bahwa itu bukan kasus tabrak lari tapi kecelakaan tunggal. Tapi rupanya ada oknum polisi dan TNI teman korban yg ingin memanfaatkan kecelakaan itu utk mendapatkan klaim sbg korban tabrak lari. Mereka lalu membuatkan laporan palsu bhw itu adalah kecelakaan tabrak lari dan meminta anak korban utk mengajukannya ke Jasa Raharja. Slade yg yakin bhw itu adalah perbuatan kongkalikong lalu berupaya untuk menjebak mereka. Kepada anak korban ia membujuk agar menceritakan keadaan sebenarnya sehingga si anak akhirnya mengaku. Slade akhirnya meminta si anak untuk menulis surat keterangan bahwa ayahnya memang meninggal karena kecelakaan tunggal. Slade menjanjikan utk membantunya mendapatkan klaim asuransi jika ia mau menuliskan surat keterangan tsb. Karena dijanjikan demikian maka si anak setuju. Ia lalu menuliskan surat keterangan tersebut dan menyerahkannya pada Slade.
Si anak kemudian menunggu kapan dana klaimnya akan cair. Tapi setelah menunggu lama dana tidak juga keluar ia lalu mendatangi Slade utk menagihnya. Oleh Slade si anak kemudian dinasehati bahwa jika ia mengambil dana klaim itu maka itu artinya ia ia mengambil uang haram. Si anak kemudian malu dan sadar. Tapi ia sudah terlanjur berjanji utk memberi bagian pada oknum polisi dan TNI yg membantunya membuatkan laporan palsu tersebut. Slade lalu berkata bahwa ia yg akan menghadapi mereka. “Suruh mereka datang utk minta langsung ke saya,” kata Slade. ‘Kalau berani’ tambahnya dalam hati. Lha wong ia sudah mengantongi pengakuan dari anak si korban sendiri…! 😀
Rupanya oknum-oknum ini tahu bahwa niat jahat mereka telah diketahui dan mereka telah diperdayai. Tentu saja mereka tidak berani datang utk menghadap Slade yg sudah siap utk ‘mencuci’ mereka kalau datang meminta dana klaim asuransi tsb.
Begitulah cara Slade menghadapi para oknum yg ingin melakukan cara curang utk mendapatkan dana asuransinya. Ia tidak pernah gentar menghadapi siapa pun karena merasa berjalan di jalan yg benar.
Dengan hidup lurus ternyata Cak Slade justru memang mendapatkan kebahagiaan. Meski ditawari utk kembali bekerja setelah pensiun dengan gaji sepuluh juta sebulan ia tidak tergiur. Ia ingin hidup bahagia dalam masa pensiunnya dengan membuka usaha sendiri. Ia membeli sebidang tanah dan kemudian membangun kapling rumah kecil-kecil utk ia jual. Ia seorang developer kecil-kecilan yg berbahagia.
Saya sungguh bangga punya teman seperti Cak Harry Slade ini. Ia telah menjalani hidupnya dengan baik sebagaimana lagunya Frank Sinatra “I Did It My Way”. Ia puas telah melakukan yg terbaik dalam tugasnya. Kalau ditanya ia mungkin akan menjawab, “Regrets I had a few. But then too few to mention…”
Balikpapan, 20 Januari 2014
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com