
Mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa sebenarnya ādunia peribadatan Islam Nusantaraā baru saja mendapatkan serangan dari seorang āulama asingā sehingga membuat para ulama top nusantara bersatu padu menangkal serangan tersebut. Seorang āulama asingā memberikan sebuah tohokan yang tak terduga kepada tatacara peribadatan Islam Nusantara yang dianggapnya melenceng dari tatacara ibadah yang murni, suci, dan luhur dari Nabi Muhammad SAW. ā Membaca Al-Fatihah di luar salat itu tatacara bidāah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad. Kapan nabi Muhammad pernah melakukan hal semacam itu? Mengapa kalian mengada-adakan tatacara ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi sendiri?ā demikian kata Sheikh Assim Al-Hakeem, seorang ulama top asal Arab Saudi. Dorā¦.! 😁
Maka gemparlah umat Islam Nusantara mendapat serangan dari seorang ulama asing yang menuduh bahwa umat Islam Indonesia tidak paham soal ibadah, khususnya bagaimana menggunakan Surat AlFatihah secara benar, murni, suci seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Ya jelas gegerlah dunia persilatan pengajian Nusantara kena sodok jurus yang telengas seperti ini karena selama ini baca Al-Fatihah di luar salat fine-fine saja. Lha kok tiba-tiba ada ulama asing yang mengecamnya dan menganggap itu bidāah. Seolah ulama Nusantara ini tidak ada yang paham soal ibadah yang benar. 😎
Mendapat serangan seperti ini maka bersatulah para ulama top Nusantara untuk menangkis dan menolak pendapat beliau. Ini jelas tidak bisa dibiar-biarkan. Emang ente aja yang paham soal tatacara ibadah? Meski mendapat tangkisan dan sodokan balik dari para ulama Indonesia tapi Sheikh Assim bergeming. Beliau tidak mau adu mekanik dengan para ulama Nusantara. āKalau mau terima pendapat saya silakan, kalau tidak ya silakan. Yang penting saya sudah menyampaikan pendapat saya berdasarkan keilmuan saya. Saya tidak ingin ditanya sama Tuhan kenapa saya tidak menyampaikan kebenaran yang saya ketahui. Titik.ā. Demikian kata beliau. āDi atas langit ada langit, men sana in corpora sano, man jadda wajada. Tut wuri handayani.ā Kalau ini sekedar kata usil saya sendiri untuk meramaikan suasana. 😁
Sebetulnya saya mau ketawa membaca hal tersebut. Sumpritā¦! Lha wong agama Islam sudah berusia 15 abad kok ya hal seremeh ini masih menjadi masalah. Soal membaca Al-Fatihah di luar salat kok ya masih jadi masalah. Opo poro ulama iki gak duwe bahasan lain yang lebih up to date, kekinian sesuai dengan zaman, penting dan dibutuhkan oleh umat Islam atau pun umat lain. Kok ya membahas hal semacam itu sih? 🥺
Tapi saya lantas siulian untuk menenangkan diri dan setelah itu berkata pada diri sendiri,ā Apa yang penting bagimu mungkin tidak penting bagi orang lain. Begitu juga sebaliknya. Jadi janganlah engkau jabriyo. Yo wis ngene iki dunyo iku. Hong wila hengā¦!ā Dan saya kembali merasa sangat humble dan bijaksana.😎
Saya lalu teringat bahwa sebenarnya banyak tatacara peribadatan kita yang tidak meniru Nabi Muhammad. Dan itu juga dilakukan oleh para sahabatnya. Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh Umar r.a. dengan salat tarawih yang sampai saat ini kita lakukan.
Menurut sejarah, ibadah tarawih pertama kali dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi, Madinah pada tahun ke-8 Hijriah. Pada mulanya, Nabi Muhammad SAW melakukan shalat tarawih secara pribadi, kemudian diikuti oleh para sahabat yang tinggal di sekitar Masjid Nabawi. Tapi Nabi Muhammad tidak ngajak-ngajak umatnya untuk ikut salat Tarawih seperti dirinya lhoā¦! Mereka sendiri yang datang lalu ikut salat berjamaah dengan Nabi. Tapi ketika banyak umat Islam telah berkumpul pada malam ketiga atau keempat, Rasulullah SAW justru tidak muncul. Pikiren dewe mengapa nabi justru menghilang setelah banyak umatnya yang ikut salat malam bersamanya. 😎
Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, ibadah tarawih menjadi kegiatan yang lebih terorganisir. Khalifah Umar bin Khattab meminta agar para sahabat yang mengikuti shalat tarawih di Masjid Nabawi dikumpulkan dan shalat dilakukan secara berjamaah. Awalnya, shalat tarawih dilakukan secara 20 rakaat. Namun oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz diperpendek menjadi 8 rakaat. Hal ini dilakukan untuk menghindari kelelahan bagi umat Islam yang melaksanakan ibadah tersebut. Jadi ibadah tarawih yang kita lakukan di masjid berjamaah dengan 8 rakaāat itu adalah ide cemerlang Umar bin Azis, bukan dari Nabi Muhammad.
Pertanyaan saya (dalam hati) adalah apakah Kyai Assim Al-Hakeem ulama top ini tidak melihat ini sebagai sebuah bidāah yang lebih sistematis, massif dan terstruktur? 😁
Saya itu heran suherman melihat masih banyaknya ulama yang mengira bahwa segala hal yang kita lakukan, khususnya ibadah, harus persis plek dengan apa yang dilakukan oleh Nabi padahal mereka itu ya tidak pernah tahu sendiri seperti apa salatnya Nabi. Lha wong mereka cuma baca dari hadist yang ditulis ratusan tahun setelah Nabi tiada. Jadi kemungkinan tidak persis plek ya besar juga.
Apakah mereka tidak tahu bahwa apa yang dilakukan para khalifah Islam di zaman dulu tidak semuanya merupakan ajaran agama Islam atau sesuatu yang merupakan tuntunan dalam Alquran dan ajaran Nabi Muhammad. Tidak, bro. They improvise. Banyak hal yang mereka lakukan merupakan inisiatif pribadi atau berdasarkan tuntutan kebutuhan umat atau keharusan yang mereka lakukan sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu itu.
Dalam menghadapi masalah keumatan para sahabat Nabi dulu tidak selalu mengacu kepada Alquran dan Hadist dalam mengambil sebuah keputusan atau tindakan.
Meski para sahabat nabi itu hidup dan bergaul dengan Nabi sehingga tahu betul isi Alquran dan apa yang dititahkan oleh nabi dalam mengambil berbagai keputusan, tapi mereka tidak selalu merujuk kepada Alquran dan apa yang dilakukan oleh Nabi ketika beliau masih hidup. Jika perlu mereka akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan nalar logis mereka sesuai dengan keadaan dan situasi yang ada MESKI PUN tidak sesuai dengan aturan dalam Alquran dan Hadist.
Kalau sampeyan penasaran seperti apa improvisasi para khalifah sahabat Nabi sila kunjungi tulisan saya di sini.
Surabaya, 13 Agustus 2023
Satria Dharma