
Pesawat kami mendarat sekitar jam 11:00 di Bandara Sultan Kaharuddin di Sumbawa Besar. Terlambat dua jam dari jadwal karena pesawat kami ada penundaan baik ketika dari Juanda mau pun ketika transit di Lombok Praya. Adik saya dan suaminya sudah siap menunggu di mobil jemputan bersama Ian sopir sekaligus guide yang akan mengantarkan kami pagi ini. Begitu selesai mengambil bagasi kami langsung jalan ke arah Barat menuju ke Desa Poto Tano, Sumbawa Barat. Perjalanannya sekitar dua jam dan kami sempatkan mampir beli jagung pulut kesukaan kami yang sungguh murah harganya, lima ribu dapat tiga. Ternyata Sumbawa adalah penghasil jagung besar di NTB ini. Pantesan kok jagung murah banget di sini. 😁
Tiba di Desa Poto Tano, kami kemudian menyeberang menggunakan boat kayu menuju Pulau Kenawa. Sebetulnya kami bisa melakukan snorkeling di pulau ini karena ada jadwal snorkeling dalam agenda yang ditawarkan. Kemarin saya ditanya lewat WA berapa nomor fins saya dan saya bingung apa maksudnya. Saya pikir Ian melakukan typo dengan menuliskan ‘fins’. Ketika saya tanya apa maksudnya lalu dijelaskan bahwa ‘fins’ adalah kaki katak untuk snorkeling. Ian akan memyiapkan untuk kami kalau kami mau snorkeling. Tapi karena kami tidak ada yang ingin snorkeling maka kami cuma berkeliling pulau menikmati pemandangan pulau yang luar biasa cantik ini. Kami juga makan siang seafood di sini dengan sayur urap khas Sumbawa yang sungguh maknyus.
Pukul 15:00 kami meninggalkan Pulau Kenawa menuju pulau lain, yaitu Pulau Paserang. Pulau ini tampaknya akan dijadikan resort karena sudah ada beberapa rumah yang dibangun untuk menerima tamu. Katanya pertengahan bulan depan mereka sudah siap untuk menerima tamu. Bahkan kami disambut dengan hangat oleh Marketing Manager ya dan meminta kartu nama kami untuk promosi selanjutnya.
Jam 16.30 kami kembali ke Pelabuhan Poto Tano. Dari sini kami kemudian menuju Desa Tapir dan naik ke atas Desa Mantar yang terletak di atas pebukitan. Biasanya orang naik mobil jip 4×4 (sama dengan enam belas 😎) menggunakan mobil bak terbuka tapi mobil kami ternyata bisa naik langsung karena mobil cukup baru.
Jam 17:30 kami tiba di Desa Mantar yang benar-benar desa dengan jalanan batu yang sempit dan masih banyak rumah yang berbentuk rumah panggung. Kami ternyata ditempatkan di salah satu rumah penduduk yang rumahnya masih rumah panggung.
Saya sungguh terkesan dengan konsep menginap di Desa Budaya Mantar yang dianggap salah satu desa tertua di Sumbawa Barat. Desa ini tidak menyediakan penginapan khusus bagi turis tapi mereka diinapkan di rumah penduduk apa adanya. Rumahnya rumah panggung dengan atap dan dinding yang terbuat dari seng. Ruang kamar disekat dengan triplek tipis dan ditutup dengan kain seadanya yang penting tertutup. Kalau mau membukannya cukup disibakkan. Jadi jika hujan suaranya sungguh meriah. Jika angin agak kencang maka angin berkesiur dan tiang rumah yang terbuat dari kayu-kayu pohon seadanya ikut berderak-derak menimpali. Sungguh sebuah simponi yang menyenangkan untuk dinikmati. Saya tidak kuatir rumah ini akan roboh karena toh penghuninya sudah tinggal di sini paling tidak sudah belasan tahun. Dan mereka merasa nyaman saja selama ini. Tidak ada ranjang tapi kasur tipis yang dihamparkan saja di lantai papan. Tentu saja tidak ada AC. Tapi desa ini kan letaknya di atas sehingga lumayan dingin. Bahkan airnya sungguh sejuk dipakai untuk mandi. Airnya juga berlimpah. Agak aneh mengingat desa ini letaknya di atas bukit yang tinggi. Bagi orang kota tentunya ini akan menjadi sebuah pengalaman tersendiri. Bagi saya rumah panggung bukanlah hal baru karena rumah keluarga ortu saya di Sulsel juga banyak yang masih rumah panggung.
Makan malam kami juga istimewa karena menunya adalah menu khas desa tersebut. Sayurannya adalah okra yang disayur bening. Ada rebung bakar juga. Lauknya ayam bakar. Karena ayamnya adalah ayam kampung yang you know kehidupannya sehari-hari lebih keras ketimbang ayam broiler yang cuma makan tidur itu maka jelas dagingnya juga lebih alot. What do you expect…?! 😎 Gigi tua saya harus bekerja lebih keras untuk mengunyah. Rasakno kon…! Ojok mbadok ayam tulang lunak ae. 😁
Setelah makan saya tidur dan sesekali terbangun karena simponi suara angin yang menderu-deru, nyanyian hujan yang menimpa atap seng, dan tiang-tiang rumah yang berderak-derak dengan gembira. Sungguh sulit tidur nyenyak tanpa interupsi jika Anda disuguhi musik alam yang begitu eksotik seperti itu. 😁
Desa Mantar, 25 Februari 2023
Satria Dharma