
Suatu hari seorang ibu menemukan seseorang yang sedang bersembunyi di pekarangan depan rumahnya yang tak berpagar. Seorang laki-laki yang tampak terluka di wajah, lengan dan kakinya sedang menyurukkan tubuhnya di salah satu sudut pekarangan rumahnya yang memang penuh dengan tanaman rimbun. Rupanya ia sedang bersembunyi dari orang-orang yang mengejarnya. Dengan penuh empati si Ibu ini kemudian meminta laki-laki bertato ini untuk masuk saja ke rumahnya agar ia aman dari kejaran orang-orang yang mencarinya. Si laki-laki ini benar-benar kepayahan dan kesakitan oleh luka-lukanya sehingga ia menerima tawaran tersebut. Ia lalu masuk dan si Ibu ini dengan penuh kasih membersihkan luka-luka di wajah dan tubuh laki-laki bertato tersebut. Setelah bersih dan diberi makan dan minum seadanya si laki-laki merasa cukup kuat. Ia lalu berterima kasih pada si ibu yang telah menolongnya dan pergi meninggalkan rumah tersebut. Mereka tak pernah bertemu lagi setelahnya.
Beberapa waktu kemudian si Ibu sedang berbelanja ke Pasar Turi. Ia membawa uang yang cukup banyak sebagai modal untuk jualannya. Tanpa ia sadari ternyata seorang pencopet menggondol amplop uangnya. Begitu ia sadari bahwa ia telah kecopetan di Pasar Turi si Ibu ini langsung lemas dan terduduk. Ia menangis sedih sehingga mengundang perhatian banyak orang yang menanyainya. Seorang laki-laki melihat dan mendatangi si Ibu. Ia lalu bertanya mengapa menangis. Setelah diberitahu bahwa ia kecopetan si laki-laki ini kemudian berkata, “Tunggu sebentar ya, Bu.”. Ia lalu menghilang. Tak lama kemudian ia kembali bersama seorang laki-laki lain. Laki-laki ini kemudian menyerahkan sebuah amplop yang ternyata adalah amplop uangnya yang dicuri. Ternyata ia adalah pencurinya tapi kemudian uang curiannya tersebut dikembalikan lengkap dengan amplopnya tanpa kurang satu sen pun. Si Ibu ini tentu sangat senang tapi juga heran bagaimana mungkin uangnya yang sudah dicuri bisa kembali dan bahkan dikembalikan oleh pencurinya sendiri. Si laki-laki tadi lalu berkata bahwa pencuri tadi adalah anak buahnya. Ia memperkenalkan diri sebagai kepala preman di Pasar Turi dan semua pencuri di Pasar Turi adalah anak buahnya.
Si Ibu tentu heran dengan pengakuan laki-laki tersebut. Ia lalu bertanya, “Mengapa Anda begitu baik pada saya? Padahal saya tidak kenal dengan Anda.”
Si Kepala Preman ini kemudian berkata, “Ibu mungkin lupa. Tapi saya tidak pernah lupa. Dulu Ibu pernah menolong saya ketika saya dikejar oleh orang-orang yang hendak menghabisi saya. Lalu saya bersembunyi di sudut pekarangan rumah Ibu di Darmokali. Saya ingat sekali bahwa Ibu mengajak saya masuk rumah sehingga saya selamat. Ibu juga membersihkan luka-luka saya dan memberi saya makan dan minum. Itu adalah kebaikan yang tidak akan pernah saya lupakan.” 🙏
Kisah ini adalah kisah nyata. Saya bisa menceritakannya kembali karena kebetulan si Ibu adalah almarhum ibu saya. Ibu saya memang sangat baik kepada siapa pun. Dia tidak pernah peduli apakah orang yang membutuhkan pertolongannya itu adalah pembohong, pencuri, atau penjahat sekali pun. Bagi Ibu saya semua orang yang perlu ditolong ya harus ditolong. Dan beliau tidak pernah takut atau kuatir dijahati atau ditipu. Beliau sangat polos dan bahkan cenderung naïf menurut kami. Tapi ya begitulah Ibu kami. 🙏 Setelah beliau meninggal semua teman atau orang yang pernah mengenal beliau akan menyampaikan pada kami dengan sedih betapa baiknya Ibu kami tersebut. Tidak pernah satu pun kami mendengar ada orang yang menyampaikan kesan yang negatif, apalagi buruk tentang Ibu kami. People only say good and beautiful things about our Mom. Ibu kami benar-benar memberikan kesan yang baik pada semua orang yang pernah mengenalnya. Itulah yang membuat kami mau tidak mau harus mencontoh kebaikan Ibu kami meski kami juga sadar bahwa kami tidak akan mungkin bisa sebaik beliau. Kebaikan hati dan ketulusan almarhumah Ibu kami tidak pernah mampu kami saingi. 🙏
Surabaya, 5 Desember 2022
Satria Dharma