
Saya sedang melakukan aktivitas rutin saya setiap pagi, yaitu jalan kaki menyusuri jalan-jalan yang berbeda setiap hari. Target saya adalah 10 ribu langkah setiap hari. Biasanya saya bagi menjadi dua rute yang berbeda pagi dan sore. Pagi ini saya putuskan untuk berjalan di rute MERR dan berbelok ke jalan Kedung Baruk. Rute panjang, istilah saya pada istri saya yang kali ini tidak ikut. Jalan ini cukup sempit untuk ukuran daerah yang padat macam ini. Tidak ada trotoar bagi pejalan kaki. Rumah-rumah langsung berhadapan dengan jalanan. Motor, mobil, dan pejalan kaki saling berebut. Jadi saya harus berhati-hati agar tidak disambar oleh kendaraan yang lewat. Tapi saya tetap bisa mengatur kecepatan jalan kaki saya agar tidak terlalu melenggang.
Saya hampir mencapai pertengahan jalan yang cukup panjang ini ketika saya melihat seseorang tua kecil dan kurus duduk setengah bersimpuh di depan sebuah toko tukang gigi. Dia memakai baju batik kumuh dan sarung kedodoran yang juga sama kumuhnya. Ia tampak berupaya berbicara pada seorang ibu-ibu yang melintas dari arah yang berlawanan dengan saya. Saya menaksir usianya sekitar 70-an. Saya langsung menduga bahwa ia semacam pengemis yang berhenti di depan toko itu untuk minta belas kasihan orang yang lewat di depannya. Dengan cepat saya memutuskan untuk membelikannya minuman dan memberinya sedikit uang untuk sarapan pagi itu. Saya memang selalu membawa sedikit uang sambil berolahraga dan jika saya menemukan orang-orang yang tampak membutuhkan uang untuk membeli makan pagi maka saya akan memberinya. Kadang saya membeli jualan orang yang tampak kurang laku dan membagikannya pada orang lain sepanjang rute jalan kaki saya. Mereka biasanya sedikit terkejut tapi tetap menerimanya.
Kebetulan di seberang jalan di mana orang tua ini duduk ada mini market dan saya segera masuk membeli teh botol dingin dan Vit C. Vit C segera saya habiskan untuk menyegarkan tenggorokan saya yang sudah berjalan sekitar 40 menit. Teh botol akan saya berikan pada Pak Tua ini sambil memberinya sekedar uang untuk beli sarapan.
Ketika saya menyeberang dan mendatangi Pak Tua tersebut ia tampak masih berbicara dengan ibu-ibu yang tadi. Tapi kali ini ia memegang beberapa lembar uang ratusan ribu di tangannya. Saya heran. Apakah ibu-ibu ini memberinya uang beberapa lembar ratusan ribu? Saya lalu bertanya pada ibu-ibu tadi, “Ada apa dengan bapak tua ini…?!” Si wanita tadi lalu menjawab bahwa bapak tua ini ingin memperbaiki giginya tapi toko yang ia datangi masih tutup.
OMG…! 😁
Ternyata saya salah duga. Saya pikir ia seorang pengemis tua yang kecapekan sehingga harus duduk di depan pintu toko tukang gigi. Ternyata ia mau memperbaiki giginya dan ia bawa cukup banyak uang untuk itu. Meski demikian ia menyambut dengan antusias teh botol dingin yang saya bawakan untuknya. Ia tampaknya lumayan haus setelah berjalan dari rumahnya yang entah di mana ke toko ini.
Saya lalu meneruskan olahraga pagi saya dan tertawa sendiri memikirkan betapa kelirunya saya memandang situasi yang saya lihat tadi. Kita memang cenderung langsung menafsirkan sesuatu peristiwa atau fenomena yang kita temui dalam kehidupan kita berdasarkan persepsi yang sudah tertanam dalam otak kita. Kita menilai dan menafsirkan sesuatu selalu berdasarkan pra-anggapan atau persepsi yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman sehari-hari kita. Jika yang kita temui adalah ini dan itu sedangkan ini dan itu mewakili gambaran dan realita tertentu maka kita akan menyimpulkan begini dan begitu. Jika kita menemui peristiwa yang serupa maka dengan cepat otak kita akan menyimpulkan bahwa ini dan itu adalah gambaran dari ini.
Tapi tentu saja tidak selalu seperti itu….
Di satu rute jalan kaki yang sering saya lewati saya hampir selalu melihat seorang wanita setengah baya duduk di trotoar dengan sapu jalan tergeletak di sampingnya. Saya mengira bahwa ia adalah salah seorang petugas pembersih jalanan. Para pembersih jalanan memang bekerja di jam-jam seperti ini dan ia mungkin sudah menyelesaikan tugasnya dan sedang beristirahat untuk menghilangkan penatnya. Sesekali datang orang memberinya nasi bungkus karena di jalan tersebut banyak orang yang membagi-bagikan nasi bungkus pada orang yang dianggap membutuhkan. Para penyapu jalan rutin mendapatkan bagian. Banyak orang baik yang rutin berbagi nasi bungkus di jalan tersebut. Cukup lama saya mengira demikian ketika setelah sekian lama baru saya sadar bahwa wanita ini TIDAK PERNAH saya lihat menyapu jalan. Ia hanya duduk-duduk saja di situ dengan sapu jalan tergeletak di sampingnya. Rupanya ia hanya berakting seolah seorang tukang sapu jalanan yang sedang istirahat. Tujuannya ternyata hanyalah agar mendapatkan nasi bungkus dari dermawan yang lewat dan mengiranya seorang pembersih jalan seperti yang juga saya duga. Tapi tampaknya ia tidak segera pulang meski telah mendapat pembagian nasi bungkus. Ada cukup banyak orang yang berbagi dan seseorang bisa memperoleh dua, tiga, atau empat nasi bungkus asal mau menunggu seperti wanita ini. 😁
Surabaya, 8 Agustus 2022
Satria Dharma