“ … Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. KepadaKulah kamu kembali” (Luqman 21-14)
Sungguh kami bersaudara bersyukur bahwa kami memiliki dua orang tua yang benar-benar dapat dijadikan contoh dan panutan. Sebagai manusia tentu saja mereka tidak sempurna. Tetapi sebagai orang tua mereka adalah dua orang tua yang didambakan oleh semua anak di dunia ini.
Mereka adalah orang tua yang penuh kasih. Tidaklah mudah untuk menjadi orang tua dari 11 anak. Sebagai orang tua dari 3 orang anak dengan begitu banyak kemudahan pun ternyata tidaklah mudah bagi saya untuk tetap bersikap sebagai seorang ayah atau orang tua yang ideal. You will lose your temper temporarily. Saya tidak bisa membayangkan diri saya memiliki 11 orang anak dengan kondisi ekonomi yang begitu sulit pada jaman itu. Saya mungkin akan menyerah sebagai orang tua. Tapi mereka tidak.
Salah satu kelebihan mereka berdua yang menjadi sumber kekaguman kami sampai saat ini adalah ketabahan mereka menghadapi kesulitan hidup menanggung 11 orang anak dengan kondisi ekonomi yang benar-benar tidak masuk di akal kalau dipikirkan.
Sebagai pegawai negeri sipil dengan golongan rendah dan tanpa jabatan, gaji ayah saya di Depdikbud Propinsi Jatim jelas tidak akan cukup untuk memberi makan ke sebelas anaknya. Kehidupan kami adalah gali lobang tutup lobang. Bertahan hidup dalam kondisi yang sangat tidak menentu dan tidak punya masa depan. Itulah sebabnya Bapak kemudian lebih banyak keluar daerah untuk melakukan bisnis dan usaha apa saja yang mungkin dapat mengubah nasibnya. Usaha Bapak untuk berbisnis, atau berdagang istilah kami waktu itu, sungguh luar biasa.Usahanya luar biasa tapi hasilnyasungguh tak seberapa. Berbagai hal telah beliau coba. Mulai dari berdagang bahan-bahan bangunan di Kalimantan, hasil laut di Lombok dan pulau-pulau kecil lainnya, mencoba usaha peledakan bukit di Jawa Barat, dan berbagai usaha lain telah beliau coba. Saya sering merasa terharu mendengar cerita beliau yang begitu ulet berusaha berbulan-bulan tanpa hasil. Beliau sering berada di tengah laut selama berhari-hari di atas kapal kayu kecil hanya bertahan dengan makanan seadanya. Kadang-kadang beliau harus berada di pedalaman yang jauh dari kota dengan kehidupan yang mengenaskan. Itu adalah konsekuensi dari pekerjaan yang coba dirintisnya. Setelah sekian bulan berusaha tanpa hasil beliau kembali pulang menjenguk anak-anaknya. Tak lama kemudian beliau berangkat lagi entah kemana untuk memulai usaha baru di tempat baru lagi. Begitu seterusnya selama bertahun-tahun. Dan beliau tidak pernah menyerah. Saya mungkin sudah menyerah karena frustasi. Meninggalkan anak begitu banyak tanpa meninggalkan bekal apapun sungguh berat bagi siapapun yang mencintai keluarganya. Dan beliau sangat mencintai keluarganya.
Cobaan demi cobaan menimpa Bapak dengan setiap usaha yang dirintisnya. Ada yang sejak awal sudah gagal. Ada yang sudah mulai berjalan baik kemudian juga ambruk lagi. Ada yang order sudah ditangan tapi kemudian proyeknya batal. Hambatan, tantangan, dan cobaan datang bertubi-tubi. Tapi beliau tidak patah. Beliau tetap percaya dan yakin bahwa suatu saat Tuhan akan memberinya kesempatan untuk mengubah nasibnya. His faith is firm and stable. Dan ini salah satu hal yang membuat saya sangat kagum pada beliau dan menjadi inspirasi pada hidup saya. We should never give up to any difficulties in our life. Kita harus tetap percaya bahwa Allah akan membukakan pintu rejekiNya bagi siapa yang mengetuk pintuNya. We just don’t know when He would open His door for us.
Praktis Bapak jarang ada di rumah dan Mama harus berjuang sendirian untuk menghidupi ke sebelas anaknya yang sebagian sudah mulai beranjak remaja.
Sebagai anak kedua dan laki-laki tertua dengan adik begitu banyak, saya sudah bisa merasakan kesulitan yang dihadapi oleh Mama. Tapi beliau sangat tabah dan hampir tidak pernah mengeluh kepada kami anak-anaknya. Beliau juga hampir tidak pernah marah kepada kami betapapun nakal dan menyusahkannya kami. She was such a tough Mom. Setiap bangun pagi beliau sudah harus memutar otak untuk memikirkan bagaimana cara beliau untuk mencarikan makan bagi ke sebelas anaknya. Sedikit demi sedikit semua barang yang ada di rumah habis dijualnya kepada tukang rombeng yang lewat di depan rumah hanya sekedar untuk mendapatkan uang untuk pembeli makan bagi anak-anaknya. Saya tidak mengetahui hal tersebut karena beliau tidak pernah mengeluhkannya kepada saya. Saya selalu berpikir bahwa Mama selalu punya uang dari kiriman Bapak di perantauan.
Saya baru benar-benar sadar ketika saya beranjak remaja. Ketika itu Mamak mengeluh bahwa ia tidak punya uang sama sekali untuk membeli makan bagi kami. Saya tidak mempercayai hal tersebut karena bagi saya waktu itu adalah tidak mungkin sebuah keluarga bisa bertahan tanpa ada uang sama sekali. Selama ini meski hanya bisa makan seadanya, selalu saja ada yang bisa dimakan. Dan itu berarti selalu ada uang untuk pembeli makanan. Saya selalu mengira bahwa Mama punya uang yang ia simpan di kotak perhiasannya. Akhirnya Mama membuka kotak perhiasannya dan menunjukkannya pada saya. Tidak ada uang ataupun perhiasan yang berharga. Yang ada hanya beberapa perhiasan imitasi yang tidak layak jual. Rupanya Mama telah menjuali semua perhiasan yang ia miliki untuk membuat kami tetap bisa makan dengan seadanya. Saya sangat terkejut dan bertanya-tanya bagaimana cara Mama menghidupi kami semua dengan kondisi begitu. Tiba-tiba saya menyadari bahwa Mama tentulah telah berusaha mati-matian selama ini untuk menghidupi kami. Saya merasa sangat terharu mengingat betapa sulitnya Mama harus berusaha untuk menghidupi kami semua selama ini sendirian tanpa dibantu oleh Bapak. Sendiri tanpa suami dan tanpa uang belanja tapi harus menghidup sebelas anak yang masih bersekolah. Beliau harus betul-betul memeras otak untuk menghidup anak-anaknya. It’s unbelievable. Saya merasa begitu bersalah bahwa selama ini saya tidak pernah tahu keadaan Mama dan tidak berusaha membantu Mama dengan segala kesulitannya. How come I was so ignorant to my Mom’s situation? Pada saat itu juga saya langsung menjadi dewasa. I was transformed into a mature boy. Saya langsung sadar akan situasi yang dihadapi oleh keluarga kami.
Sejak saat itu saya tidak pernah lagi meminta sesuatu untuk diri saya pada Mama, meski untuk uang pembayaran sekolah yang sering tertunda berbulan-bulan. Jika Mama memberi saya uang untuk pembayaran sekolah atau transport ke sekolah ya saya terima. Kalau tidak ya saya diam saja. saya tidak pernah lagi menuntut dibelikan baju lebaran atau sepatu. Meski kaki saya begitu menderita karena sepatu karet yang saya miliki telah sempit dan panas. Saya tahu bahwa Mama pasti akan menyediakan semua kebutuhan saya jika beliau punya uang. Saya hanya akan memintanya jika saya yakin bahwa Mama dapat menyediakannya. Selebihnya saya berusaha sebisa mungkin untuk survive dengan cara saya sendiri.
Peristiwa kotak perhiasan kosong tersebut telah memberi saya pengalaman yang berharga yang mampu membuat saya menjadi anak yang memiliki tanggung jawab terhadap keluarga. Ketabahan Bapak dan Mama dalam mengarungi kehidupan tanpa mengeluh telah menginspirasikan saya untuk melakukan hal yang sama dalam kehidupan saya. Jika saya mengalami kesulitan dalam hidup, saya segera mengingat segala kesulitan hidup yang pernah dialami mereka berdua. Dengan mengingatnya segala kesulitan saya akan nampak begitu kecil dan tidak berarti. Dan sayapun siap untuk menghadapi kesulitan hidup saya dengan penuh optimisme, seperti yang telah ditunjukkan oleh kedua orang tua saya.
“dan kepadaKulah kau pohonkan permintaaanmu.” (Al-Qur’an)
Kelebihan lain dari mereka yang selalu kami syukuri adalah kesabaran mereka dalam membimbing kami dalam keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Mereka berdua adalah pemeluk agama yang taat dan selalu berusaha untuk menanamkan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT kepada kami semua. Doa Mama untuk kami dalam setiap masalah yang kami hadapi adalah bak senjata ampuh yang selalu beliau pintakan dalam sholatnya meski tanpa kami minta.
Bapak adalah jamaah dan sekaligus pengurus masjid Al-Falah Raya Darmo Surabaya yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah kami di Darmokali. Meski jarang berada di rumah, Bapak selalu berusaha untuk mengajak semua anak-anaknya yang telah cukup umur untuk sholat berjamaah di masjid Al-Falah. Saya masih ingat betapa kami dibangunkan dalam tidur lelap kami agar dapat sholat Subuh berjamaah di masjid. Dengan mata masih setengah terpejam karena mengantuk kami menyeret kaki kami ke masjid. Alhasil kami menjadi anak yang mengenal kehidupan beragama. Meski pada saat itu saya sering jengkel dan marah kepada Bapak yang memaksa kami untuk bangun dan sholat di masjid. Anak-anak dari keluarga lain tak ada yang dipaksa untuk sholat ke masjid seperti kami. “Kenapa saya tidak bisa hidup seperti anak-anak dari keluarga lain?”, demikian keluh saya dalam hati.
Tapi untunglah bahwa saya tidak hidup seperti kebanyakan anak-anak lain yang serba berkecukupan dan tidak mengenal kehidupan masjid. Saya justru beruntung karena saya dapat mengenal agama dan iman. Saya sangat mensyukuri hal ini. Seandainya saja kami memiliki kehidupan yang lebih baik dan lebih mapan pada waktu itu, saya tidak yakin bahwa kami akan menyediakan sebagian waktu kami di masjid dan mungkin justru akan jauh dari masjid. Banyak contoh yang bisa saya lihat dari kehidupan keluarga lain yagn jauh lebih mapan kehidupan ekonominya.
Ya, Allah! Seandainya tidak kau tunjukkan kepada kami jalanMu.. kami pasti akan terjerumus dalam kesesatan. Terima kasih ya, Allah karena telah memberi kami orang tua yang telah menunjukkan jalan dan membimbing kami kepadaMu.”
Jika keimanan dianggap sebagai karunia yang terbesar dalam kehidupan seseorang yang beragama, maka the credit should go to my parents who have given us the way to the faith. Sungguh benar perintah Allah agar kita bersyukur terhadap kedua orang tua yang telah menanamkan keimanan pada kita ketika kita masih belum sadar akan besarnya karunia itu sendiri.
Contoh lain yang ditunjukkan oleh mereka berdua adalah kesetiaan pada pasangan. Usia perkawinan lebih dari setengah abad tanpa ada sedikitpun cacat oleh karena adanya penyelewengan dari masing-masing benar-benar sebuah prestasi yang luar biasa. Hal ini terutama mengingat betapa Bapak sangat jarang ada di rumah dan jauh dari istri tentunya tidak mudah bagi seorang laki-laki. Tapi beliau mampu menahan diri dan tidak pernah ada sedikitpun cacat dari kecintaan beliau pada Mama dengan affair sekecil apapun. Sebagai sesama laki-laki saya harus angkat topi buat beliau. Saya tahu benar betapa sulitnya menahan diri ketika jauh dari keluarga. Itulah sebabnya saya selalu ingin istri saya ikut jika saya bepergian cukup lama dari rumah. Meski godaan bagi laki-laki memang lebih besar saat ini tapi itu tidak berarti bahwa pada jaman dulu tidak ada godaan untuk melakukan affair. Terutama mengingat bahwa Bapak adalah seorang laki-laki yang ganteng dengan postur tubuh yang menarik. Tidak sulit bagi Bapak untuk memikat wanita yang beliau inginkan kalau mau. Tapi beliau tidak pernah berkhianat, meski jauh dari keluarga selama berbulan-bulan. Two thumbs up!
Hal lain yang saya kagumi dari kedua orang tua saya adalah dalam hal kesederhanaan. Mereka berdua selalu bersikap sederhana dalam berpikir, bersikap, dan berkata-kata. Mungkin itu juga buah dari tempaan kemelaratan yang mereka terima selama ini.
Ketika masih hidup dalam kemiskinan tentu saja mereka berdua hidup dalam kesederhanaan dan selalu berusaha untuk hidup apa adanya. Seringkali saya merasa sedih melihat betapa sederhananya segala sesuatu yang mereka pakai, baik untuk keperluan sehari-hari maupun ketika pergi ke acara-acara pengantin dan undangan lainnya. Ketika kehidupan ekonomi membaik dan mereka telah memiliki cukup kekayaan untuk hidup lebih royal dan longgar, mereka tetap bertahan pada kesederhanaan mereka. Tak nampak bahwa kehidupan ekonomi mereka sudah jauh lebih baik daripada ketika masih di Surabaya.
Seringkali jika mereka diundang untuk datang ke pesta perkawinan dimana mereka disambut dengan penuh kehormatan, mereka tetap tampil sederhana. Padahal dalam pesta-pesta perkawinan dan undangan lainnya para hadirin yang lain tampil dengan begitu gemerlap.
Mereka berdua tentu saja mampu untuk tampil sama gemerlapnya dengan yang lain tapi mereka tidak terpengaruh. Mungkin kehidupan yang sulit di masa lalu telah membentuk cara berpikir dan berprilaku yang sederhana dan mereka pertahankan sampai saat ini. Hal ini bagaimanapun juga mempengaruhi kami sebagai anak-anaknya. Kami juga cenderung untuk tidak tampil gemerlap dan lebih suka tampil dalam kesederhanaan meskipun kehidupan ekonomi dan lingkungan di sekitar kami mendorong ke arah tersebut. Tapi tentu saja kami tidak tampil sesederhana orang tua kami. Jangan kayak orang susah, kata kakak saya Surya Insani, dan kami pun ketawa ngakak kalau disentil begini.
Kini Mama kami telah tiada dan Bapak telah ditemani oleh Mama Tia, ibu baru kami. Kami juga tinggal 10 bersaudara karena adik saya, Alim Akbar Jaya, telah berpulang ke rahmatullah. Sebagian besar dari kami tinggal di Balikpapan dalam sebuah komplek perumahan yang kami beri nama Pupuk Baru. Karena tinggal bersebelahan maka kami sekeluarga selalu senang kumpul-kumpul bergantian di rumah siapa saja yang ingin ditempati. Selalu ada saja yang kami rayakan. It’s like a party that never ends…
Jika ada yang bertanya bagaimana kami bisa begitu rukun, gembira, bahagia, selalu tolong menolong dan saling mendukung maka jawaban kami adalah karena kami punya orang tua yang hebat.
Surabaya, 11 Juni 2020
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com