
Setiap menjelang Natal selalu saja terjadi pertengkaran di antara umat Islam antara yang pro dan kontra ucapan Selamat Natal. Perkaranya karena ada ulama yang membolehkan ucapan Selamat Natal, dan ada ulama yang dengan keras melarangnya. Kenapa bisa demikian? Karena ini termasuk perkara yang tidak ada nash-nya yang tegas dan jelas. Baik yang membolehkan maupun yang melarangnya tidak berlandaskan kepada dalil yang qath’i (pasti). Artinya semua ulama bersandarkan diri pada pendapat masing-masing yang tentu saja berdasarkan pada pemahaman agama masing-masing. Dan masing-masing ulama tentu saja menyatakan dirinya bersandarkan pada Alquran dan hadist. Yang enggan mengucapkan Selamat Natal punya dasar, demikian juga yang mengucapkannya.
Mengapa demikian? Karena perkara ucapan Selamat Natal ini adalah perkara ushul yang dhann’i dan bukan perkara yang qath’i. Tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal. Karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan hukumnya, maka masalah ini masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi. Dengan demikian, baik ulama yang mengharamkannya maupun membolehkannya, sama-sama hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat atau hadits yang mereka sinyalir terkait dengan hukum permasalahan ini. Karenanya, mereka berbeda pendapat berdasarkan ijtihad mereka sendiri-sendiri. Dalam hal ini umat Islam sepakat untuk saling menghargai dan menghormati sikap yang berbeda dengannya.
QATH’I DAN DHANN’I
Apa itu dalil qath’i dan apa perkara yang dhannî? contoh. Perintah tentang kewajiban salat itu qath’i dalam al-Qur’an. Dalilnya pasti dan terang benderang! Tidak ada ulama yang berbeda pendapat soal kewajiban salat ini.
Begitu juga zakat, puasa, dan haji. Perintah ini diperkuat dan dipertegas oleh ucapan dan perbuatan Nabi. Selama hidupnya Nabi tidak pernah meninggalkan salat. Abu Bakar bahkan memerangi Muslim yang menolak membayar zakat. Larangan berzina, mencuri, membunuh tanpa hak, menyakiti orang tua, dan makan daging babi adalah larangan qath’i dalam al-Qur’an. Tegas dan tidak abu-abu. Terhadap perintah dan larangan yang pasti di dalam al-Qur’an, tidak boleh ada ijtihad atau fatwa atau pendapat yang menyimpangi nash sharîh, kecuali pengecualian (takhshîs) yang dibenarkan dalil. Kewajiban umum salat, misalnya, gugur bagi orang yang tidak mukallaf, yaitu anak kecil hingga dewasa, orang gila hingga waras, orang sakit hingga sembuh.
Bagaimana dengan perintah dan larangan yang tidak pasti, baik di dalam al-Qur’an maupun Sunnah? Dalam hal ini hukum diambil dengan cara analogi. Langkah pertamanya adalah mencari persamaan illat. Hukum merokok tidak ada di dalam al-Qur’an dan hadis, karena merokok belum ada di zaman Nabi. Tetapi merokok termasuk barang yang merusak kesehatan. Mengkonsumsi barang yang merusak kesehatan dilarang.
Bagaimana kita menghakimi pengharaman perbuatan merokok yang sifatnya dhann’i ini? Nah ini bergantung pada siapa yang mengharamkan dan bagaimana status hukumnya.
Apakah statusnya sudah qath’i atau masih dhann’i? Kalau pengharamannya jelas tertulis di Alquran ya tidak ada perdebatan. Tapi kalau itu sifatnya pendapat ulama maka itu bisa khilafiah.
Saya termasuk yang mengharamkan yang artinya mengharamkan untuk diri saya. Tapi tentu saja saya tidak bisa memaksa siapa pun untuk ikut pendapat saya. Bagimu pendapatmu, bagiku pendapatku. Bahkan pada anak saya tetap tidak bisa saya haramkan. Itu urusan anak saya dengan kesehatannya. Saya tidak bisa memaksa anak saya untuk ikut pendapat saya.
Maka kembali pada kesepakatan sikap kita yaitu mari menghormati pendapat masing-masing. Yang mengharamkan merokok ya jangan merokok dan tidak perlu menuding kafir dan berdosa pada yang merokok dengan alasan pengharaman yang dibuatnya.
UCAPAN SELAMAT NATAL
Adakah dalil yang membolehkan ucapan Selamat Natal? Ada, meski tidak tegas. Dalam QS. Maryam (QS 19: 33), ada ucapan Selamat Natal bagi kelahiran Nabi Isa yang artinya : “Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali.”
Ini adalah ucapan Nabi Isa yang menyambut Natal bagi kelahirannya sendiri. Al-Qur’an juga menyampaikan salam sejahtera kepada Nuh (QS. 37: 79), Ibrahim (QS. 37: 109), Musa dan Harun (QS. 37: 120), dan juga kepada Yahya (QS. 19: 15).
Nabi bahkan merayakan hari keselamatan Musa dengan berpuasa Asyura. Nabi juga sangat menghormati Nabi Isa atau Yesus.
TAKUT AKIDAH RUSAK
Ada orang yang tidak mau mengucapkan selamat natal karena takut akidahnya rusak. It’s okey… Akidah setiap orang memang berbeda. Ada yang katanya kalau mengucapkan selamat natal maka otomatis dia mengakui adanya tuhan yang lain. Saya sebetulnya mau ngakak dengar alasannya tapi kan gak sopan.
Saya bisa mengerti kalau orang-orang berakidah sensitif semacam ini tidak mengucapkannya. Who cares and who needs their greetings…?!
Yang saya jengkel adalah orang-orang semacam ini justru sengit pada orang yang akidahnya kuat dan tidak terganggu oleh ucapan selamat natal. Mereka ingin orang lain mengikuti jejak mereka yang berakidah mudah rusak dan syahadatnya gugur tersebut. Karena bagi mereka mengucapkan selamat natal adalah tanda kekafiran maka mereka menuding orang-orang yang tidak ikut ‘mazhab’ mereka sebagai golongan orang yang rusak akidahnya dan gugur syahadatnya. Saya ini antara jengkel dan mau ngakak pada orang-orang semacam ini. Lha wong akidah mereka yang lemah kok ya menuduh orang lain sama dengan mereka, yaitu kalau mengucapkan selamat natal sama dengan mengakui adanya tuhan yang lain. OMG…!
Padahal saya sudah menantang mereka tolong tunjukkan satu saja orang yang akidahnya rusak karena mengucapkan selamat natal agar saya bisa percaya pada mereka. Eh, mereka malah marah dan lebih gencar lagi tuduhannya pada saya. Katanya saya telah auto kafirlah, munafiklah, munawirlah…
Ada ulama tertentu yang bilang mereka melarang umat Islam mengucapkan selamat natal untuk menjaga akidah mereka. Bagi saya mereka adalah ulama penyebar mitos karena sampai hari ini belum pernah kita temukan umat Islam yang rusak akidahnya karena mengucapkan selamat natal. Mereka menciptakan monster dan vampir akidah di kepala mereka dan kemudian jadi takut pada bayang-bayang mereka sendiri. Mereka lalu menyebarkan ketakutan tersebut pada jamaahnya. Mereka ingin umat Islam sama takutnya dengan mereka karena bagi mereka monster dan vampir akidah itu sangat nyata bagi mereka. Saya tentu tidak akan mengikuti imajinasi ulama semacam itu.
Ketika orang Islam mengucapkan Selamat Natal, jelas sekali tidak berarti mereka mengakui ketuhanan Yesus karena Isa, dalam keyakinan Muslim, adalah Nabi dan utusan. Ucapan Selamat Natal bagi mereka adalah pernyataan dan ekspresi turut bergembira terhadap lahirnya Nabi dan utusan, yang kelak oleh Nabi Muhammad sendiri disebut sebagai juru penegak keadilan di akhir zaman.
Soal orang Nasrani mengimani ketuhanan Yesus, itu urusan mereka. Soal tanggal pasti kelahiran Yesus, itu juga urusan mereka. Toh orang Islam merayakan maulid Nabi juga tidak harus di tanggal 12 Rabiul Awwal. Bukankah kita sudah sepakat dengan prinsip ‘Lakum dinukum waliyadien’, Bagimu agamamu, bagiku agamaku?
Selama bertahun-tahu saya sebagai orang Islam mengucapkan Selamat Natal kepada tetangga dan teman-teman saya dan tidak pernah ada masalah. Akidah saya hanya Tuhan yang tahu dan sungguh sok sekali kalau ada yang merasa tahu soal akidah saya.
Jika Anda menganggap mengucapkan selamat Natal itu membahayakan akidah Anda maka jangan lakukan. Silakan saja mengikuti pendapat itu tanpa perlu merasa paling benar dan menyatakan pendapat orang lain salah dan sesat. Itu hanya akan merusak kerukunan sesama umat Isla.
Eh, maksud saya nulis ini sebenarnya adalah hendak mengucapkan Selamat Merayakan Hari Natal dan Tahun Baru bagi teman-teman yang merayakannya. Saya akan mendoakan agar kalian mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan di hari yang indah ini. Mari kita bersama menciptakan kerukunan umat beragama demi jayanya negara kita.
Ini foto saya bersama Santa Klaus. Dia tanya saya mau minta apa untuk hadiah natal. Hampir saja saya minta wanita cantik untuk menemani saya liburan natal dan tahun baru ini. Tapi begitu saya menoleh ke belakang ternyata I got it already…
Selamat menikmati liburan natal dan tahun baru Anda as we do…
Bali, 25 Desember 2019