Seperti yang bisa diduga demo #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya ricuh dan terjadi bentrokan antara pendukung gerakan ini dan penentangnya. Neno Warisman sampai harus dipulangkan balik tanpa sempat melangsungkan acaranya.
Banyak orang yang pura-pura tidak paham mengapa ini bisa terjadi. “Di alam demokrasi kok ada orang yang mau menyampaikan aspirasinya dihalang-halangi?” Begitu katanya.
Masalahnya ini memang bukan sekedar aspirasi tapi sudah merupakan hate speech atau ujaran kebencian dan ujaran tersebut mendatangkan kemarahan pada orang-orang yang kemudian bereaksi menentang adanya demo tersebut. “Tidak ada undang-undang yang dilanggar, tapi jelas nyebar kebencian pada Presiden yang sedang menjabat sebelum waktu kampanye Pilpres yang resmi. Maka kalau ada reaksi yang sama bencinya dari para pendukung presiden petahana dapat dikatakan logis saja,” kata Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie.
“Baru satu emak-emak yang bicara saja sudah ketakutan. Bayangkan kalau sejuta emak.” Kata yang lain.
Ya, tentu saja. Kalau satu emak-emak yang suka menyebarkan kebencian saja sudah membuat negara tidak tentram. Apalagi kalau sampai sejuta. Ya, kiamatlah Indonesia. Naudzubillahi min dzalik…! Jangan sampai terjadi.
Emak-emak itu memang seharusnya menyebarkan kasih sayang dan bukan kebencian dan provokasi ke mana-mana. Apa jadinya dunia ini jika emak-emak memberi contoh yang buruk pada anak-anaknya. Dunia seperti apa yang ingin ia tinggalkan bagi anak-anaknya?
Coba jika emak-emak ini mempromosikan :
#2019KitaPilihPrabowo
#2019KamiCintaPrabowo
#2019PrabowoIsPresident
atau apalah yang berisi cinta dan kasih sayang, maka tentulah emak-emak ini akan sebaliknya mendapatkan limpahan kasih sayang juga dari masyarakat.
Jika kebencian dan provokasi yang kau tebar maka itu pulalah yang akan kamu petik di mana-mana. Apa yang kamu tanam maka itu yang kamu petik. Jadi sebaiknya memang tebarlah kasih sayang dan cinta, jangan kebencian dan provokasi.
Bagaimana sih pendapat para pakar mengenai Deklarasi Ganti Presiden ini? Berikut ini adalah pendapat para pakar
Prof Jimly Asshiddiqie : Menyebar kebencian
Prof Henri Subiakto : melanggar etika kepatutan, provokasi yang terbuka
Dr. Mochtar Pabottingi : Konyol dan pandir, wacana politik terburuk di sepanjang kemerdekaan
Prof. Dr. Romli Atmasasmita : melampaui batas toleransi, melanggar UU Pemilu/Pilpres, upaya mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah, menyalahi KUHP
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Jimly Asshiddiqie menilai, seruan #2019GantiPresiden tidak melanggar aturan dalam pemilu. Namun, kampanye yang akhir-akhir ini banyak dilakukan sejumlah pihak itu dinilai sama dengan menyebar kebencian terhadap presiden yang sedang menjabat, yakni Joko Widodo (Jokowi).
“Tidak ada undang-undang yang dilanggar, tapi jelas nyebar kebencian pada Presiden yang sedang menjabat sebelum waktu kampanye Pilpres yang resmi. Maka kalau ada reaksi yang sama bencinya dari para pendukung presiden petahana dapat dikatakan logis saja,” katanya. https://jurnalpolitik.id/2018/08/26/eks-ketua-mk-jimly-asshiddiqie-kampanye-2019gantipresiden-menebar-kebencian/
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie adalah Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Beliau adalah pendiri dan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003–2008)
Apa kata Prof Henri Subiakto, Dosen Komunikasi FISIP Unair, Staf Ahli Menkominfo untuk bidang Komunikasi dan Media Massa?
“Pendapat Prof Jimly Asshiddiqie benar. Kegiatan itu tidak melanggar hukum tapi melanggar etika kepatutan. Ekspresi kebencian yang memprovokasi kelompok yang berbeda. Logis jika kemudian memunculkan reaksi. Aparat wajib mencegah terjadinya benturan massa. Secara etika Pemilu hendaknya dilakukan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Bukan provokasinya yang terbuka.”
Dr. Mochtar Pabottingi, seorang Peneliti Utama bidang perkembangan politik nasional di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menganggap gerakan itu adalah niat makar.
“NIAT MAKAR, bagi saya, memang terbersit dalam #2019GantiPresiden! Itu ingin memaksakan digantikannya seorang presiden di luar proses demokrasi sebagaimana mestinya. Konyol dan pandir sekaligus, itulah wacana politik terburuk di sepanjang kemerdekaan!”
Padahal beliau ini sudah bersumpah untuk tidak memilih Jokowi di 2019 karena tidak puas dengan kasus yang menimpa Novel Baswedan.
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, Pakar Hukum sekaligus Guru Besar di Universitas Padjajaran mengatakan jika saat ini kondisi perpolitikan di Indonesia sudah semakin gaduh dan melampaui batas toleransi. Menurutnya tagar #2019GantiPresiden yang dianggapnya melanggar UU Pemilu/Pilpres. Profesor ilmu hukum ini mengatakan jika tagar tersebut seharusnya digaungkan saat masa kampanye pada tahun 2019 mendatang, bukan di tahun 2018 ini. Secara tegas, Romli Atmasasmita menyebut jika tagar yang di keluarkan di 2018 ini adalah upaya mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah. Tak hanya melanggar pemilu, Romli juga mengatakan jika tagar tersebut menyalahi KUHP. http://www.tribunnews.com/nasional/2018/05/30/pakar-hukum-romli-atmasasmita-sebut-2019gantipresiden-sama-saja-mengajak-makar-terhadap-pemerintah
Meski demikian masih banyak orang yang tidak paham soal Demo Neno ini dan ngeyel dengan menyatakan bahwa tidak ada hukum yang dilanggar dengan berlindung pada kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat yg dijamin oleh UUD’45. Memang rodok angel bicara pada orang yang begini tapi saya gembira bahwa justru Sandiaga Uno yang cerdas melihat betapa tidak konstruktifnya demonya Neno ini.  Sandiaga Uno merasa prihatin dengan kasus gesekan di masyarakat dan berharap agar ini TIDAK TERULANG LAGI. (Jawa Pos, 27 Agustus 2018)
“Kami surprised. Pemilu seharusnya mempersatukan, bukan memecah belah.” Katanya.
Sandi berharap agar gerakan ini LEBIH BERFOKUS PADA PROGRAM KERJA yang diusung Prabowo-Sandi.
Sandi juga meminta agar gerakan ganti presiden ini TIDAK MEMAKSAKAN DEKLARASI di lapangan karena itu berpotensi mendatangkan gesekan di masyarakat. Sandi tidak berlindung pada aturan hukum tentang kebebasan mengeluarkan pendapat meski pun ia bisa jika mau. Sandi melihat sesuatu yang lebih penting ketimbang kampanye.
Rasanya kita memang perlu menarik diri sebentar dari suasana kompetitif pilpres ini dan tidak terlalu larut di dalamnya. Walau pun pilpres masih tahun depan tapi hawa panas PERSETERUAN dan PERMUSUHANNYA memang sudah berlangsung sejak lama dan telah mengoyak rasa persaudaraan kita selama ini. Kita terlalu ngotot untuk memenangkan capres pilihan kita dan sudah tidak peduli lagi pada toleransi, tepo sliro, empati, dan kesantunan.
Mari saya beri ilustrasi.
Bayangkan jika ada sekelompok umat beragama yang begitu ngototnya mencintai dan mempromosikan agamanya sehingga terbersit untuk membuat kampanye dengan membuat kaos atau spanduk :
Agamaku satu-satunya yang diterima, agama yang lain neraka bagiannya
Tidak beriman seseorang kecuali mengikuti agamaku
Gak ikut agamaku ya kafirlah yaow…
Apakah ada hukum yang dilanggar oleh kaos atau spanduk ini? Saya rasa tidak ada. Sampek njengking ya gak bakalan ketemu pasalnya.
Tapi tulisan ini sungguh menyinggung perasaan orang beragama lain. Kampanye semacam ini sungguh norak, tidak punya toleransi, tidak punya empati, dan juga tidak santun. Kampanye semacam ini jelas merupakan provokasi terbuka yang akan mendatangkan permusuhan dan kebencian dari umat beragama yang lain.
Jangankan begitu. Seandainya ada orang yang saking jengkelnya pada kepolisian atau TNI lalu bikin tagar #2019GantiKapolri dan #2019GantiPanglimaABRI maka tentu tagar ini provokatif dan akan mendatangkan kemarahan dari para polisi dan anggota ABRI. Tidak ada peraturan yang dilanggar dari tagar tersebut dan lagipula Kapolri dan Panglima ABRI memang bisa diganti oleh presiden yang berkuasa di tahun 2019. Tapi tagar ini jelas-jelas provokatif, tidak etis, golek pekoro, dan njaluk diproses.
Bayangkan seandainya Anda berada di tahun 1998 dan Anda berkeliaran memakai kaos dengan tulisan #1998GantiPresiden. Anda tidak akan menjumpai presiden yang ndeso dan sabar pada saat itu. Anda akan berurusan dengan Kopkamtib.
Cekak aos…
Jika Anda memang mencintai Sandiaga Uno maka dengarkanlah pendapatnya. Daripada memprovokasi dan mencari permusuhan mbok ya fokus saja pada kampanye program kerja yang diusung oleh Prabowo-Sandi. Anda ini kan jualan. Jadi promosikanlah daganganmu dengan menonjolkan kebaikan dan kehebatannya. Tidak perlu menjelek-jelekkan dagangan orang lain. Jangan memprovokasi pihak lain untuk marah karena itu sungguh memecah belah dan membahayakan ketahanan bangsa dan negara.
Mari kita fastabikhul khairat….
Surabaya, 28 Agustus 2018
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com
apa sih definisi ujaran kebencian menurut pak satria ?