Jika pada saat kesusahan pun Ibu saya begitu dermawan maka ketika beliau sedang longgar jelas beliau lebih dermawan. Belakangan kehidupan kami menjadi semakin membaik dan di usia tuanya Ibu kami punya banyak uang dari yayasan pendidikannya. Tuhan membalas semua pemberian Ibu kami dengan balasan yang berlipat-lipat di dunia. Dan itu membuat beliau semakin royal memberi kepada siapa pun yang dianggapnya membutuhkan. Beliau akan mengingat jasa orang-orang yang pernah membantu beliau di masa kesulitan dan akan berupaya untuk membalasnya dengan sebaik-baiknya. Beliau akan mendatangi rumah teman-temannya yang dulunya pernah menolongnya ketika dalam kesulitan dan akan membalas kebaikan mereka tersebut. Kami anak-anaknya tentu senang bisa melihat Ibu kami berupaya membalas jasa-jasa temannya ketika dalam kesulitan dulu. Itu juga membuat kami belajar berterima kasih pada orang-orang yang pernah menolong keluarga kami dan belajar berendah hati pada siapa pun.
Tapi kadang kedermawanan Ibu kami bisa menjengkelkan juga.
Karena dermawannya maka Ibu kami hampir tidak pernah mau mengecewakan siapa pun orang yang meminta bantuan padanya, meski pun permintaan tersebut terindikasi penipuan. Seperti diketahui ada jaringan penipuan berkedok yayasan pembangunan masjid dengan menggunakan alamat kotak pos. Begitu Ibu kami membantu satu atau dua yayasan gadungan tersebut maka semakin banyak proposal permintaan bantuan berdatangan yang sebagian besar alamat masjid atau pesantrennya di Madura. Amplop proposalnya bisa sampai belasan dan seragam meski menggunakan alamat masjid yang berbeda. Kami sudah berkali-kali mengingatkan bahwa proposal itu bohong semua karena sudah pernah diselidiki. Kami juga sudah pernah berusaha menelpon alamat yang ditulis dan memang itu palsu. Tapi Ibu kami tetap saja mengirimi mereka melalui weselpos walau pun sekadarnya. Beliau tidak mau mengecewakan orang yang telah berupaya menipunya. Kata beliau kasihan orang yang menipu kalau semua orang sudah tahu bahwa ia menipu dan tidak ada yang kena. Menjengkelkan kan…?! 😄
Selain itu Ibu kami juga menjadi sasaran empuk para sales. Kalau biasanya kita berupaya untuk menghindari para sales yang berdatangan ke rumah, sebaliknya ibu kami seolah mengundang mereka untuk datang dan memperlakukan mereka seperti tamu yang perlu dilayani dengan sebaik-sebaiknya. Ibu kami akan mempersilakan mereka berpromosi dan mendemonstrasikan jualan mereka sepuasnya, menyediakan mereka minum dan kue-kue, dan setelah itu Ibu kami akan membeli produk mereka yang sebagian besar tidak akan pernah digunakannya. 😄
Barang-barang para sales itu menumpuk di rumah ibu kami. Kalau ada anak-anaknya yang kebetulan ada di rumah Ibu kami dan melihat para sales tersebut biasanya mereka akan mengingatkan ibu kami untuk tidak memberi hati pada mereka. Mereka akan membisikkan pada Ibu kami bahwa promosi tersebut bohong belaka dan semuanya sudah diatur. Kalau disuruh telpon dan diberi tahu bahwa dapat hadiah utama ini dan itu sebenarnya itu adalah trik pemasaran belaka. Jadi tidak perlu mereka diberi hati. Tapi Ibu kami justru akan membela mereka dan meminta kami untuk tidak perlu turut campur. Toh beliau akan menggunakan uangnya sendiri dan tidak minta uang kami, demikian pembelaannya. Kalau sudah begitu kami cuma bisa gemas melihat Ibu kami dikadalin oleh para sales dan Ibu kami justru menikmatinya. 😬
Suatu kali Ibu kami menjelaskan mengapa ia tidak tega membiarkan mereka pergi tanpa memberi mereka apa pun. Katanya beliau selalu membayangkan para sales tersebut adalah anak-anak atau cucunya sendiri kelak. Alangkah sedihnya beliau membayangkan jika anak-anaknya atau cucunya jadi sales dan tak seorang pun yang mau membeli dagangannya. Itu tentu akan menghancurkan harapan mereka. Beliau tidak ingin itu terjadi dan jika beliau membeli dagangan para sales itu adalah dengan niatan bersedekah demi kasih dan sayangnya pada anak-anaknya dan juga sebagai doa agar anak-anak dan cucunya kelak bisa sukses. Dan kami semua terdiam tidak mampu berkata-kata. 😢 Sungguh luar biasa kasih sayang Ibu kami ini pada kami dan cucu-cucunya sehingga dalam menghadapi para sales pun yang terbayang adalah kami dan para cucunya. Kami menggunakan perspektif yang berbeda sehingga penilaian kami juga berbeda dengan Ibu kami.
Dan ketika Ibu kami berpulang ke rahmatullah maka sifat welas dan dermawannya itulah yang diwariskannya pada kami. Sifat welas dan dermawan itu seolah merupakan warisan dari Ibu kami yang harus kami jaga dan teruskan agar kasih sayang dan kedermawanan Ibu kami itu tetap hidup dalam keseharian kami.
Surabaya, 10 Juni 2017
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com/