Seorang teman bertanya mengapa saya begitu getol untuk mengajak semua daerah untuk mendeklarasikan diri sebagai Propinsi/Kota/Kabupaten Literasi. Bukankah itu bisa tergelincir menjadi sekedar seremoni hura-hura yang nantinya akan hilang ditelan angin alias dilupakan? Sudah terlalu banyak seremoni dalam program literasi memang. Sebagian besar lantas menguap begitu saja dan tidak ada program tindak lanjutnya. Seolah setelah deklarasi maka selesailah sudah. Deklarasi, perayaan, dan seremoni dianggap sebagai pernyataan bahwa daerah tersebut TELAH memiliki budaya literasi. The party is over so goodbye….! Saya sepakat dengan teman tersebut. Selama ini begitu banyak deklarasi, selebrasi, dan seremoni tentang gerakan membaca tapi tidak diikuti oleh program budaya baca yang terstruktur, massif, dan berkelanjutan.
Tapi deklarasi tetaplah penting. Deklarasi Propinsi/Kota/Kabupaten Literasi adalah semacam SYAHADAT yang menyatakan keyakinan akan pentingnya budaya literasi dan pernyataan untuk melaksanakan komitmen menumbuhkan dan melaksanakan program budaya literasi sebagai syariatnya. Ibaratnya, Anda harus bersyahadat dulu untuk menyatakan keyakinan dan komitmen Anda dan setelah itu barulah Anda melakukan syariat yang harus dilakukan untuk menumbuhkan budaya literasi tersebut. Bagaimana mungkin Anda akan melaksanakan ‘syariat’ program literasi di daerah Anda tanpa memiliki keyakinan akan pentingnya budaya literasi? Deklarasi itu semacam ikrar atau pernyataan bahwa Anda meyakini pentingnya budaya literasi bagi diri, keluarga, sekolah, atau daerah Anda dan Anda BERSEDIA untuk melaksanakan ‘syariat’alias melaksanakan program-program literasi yang akan disusun dan dilaksanakan setelahnya.
Jadi para pegiat literasi haruslah ‘berdakwah’ literasi ke mana-mana untuk meyakinkan betapa pentingnya budaya literasi bagi diri, keluarga, sekolah, lingkungan, daerah, dan bangsa kita. Jika kita berhasil meyakinkan mereka betapa pentingnya budaya literasi itu barulah kita minta mereka untuk ‘bersyahadat’alias BERDEKLARASI untuk melaksanakan program-program literasi di keluarga, sekolah, lingkungan, dan daerah masing-masing.
Setiap kali saya selesai berpresentasi atau kampanye literasi saya selalu mengajak para hadirin untuk BERJANJI melakukan kegiatan membaca sebagai kegiatan rutin sehari-hari dan berupaya untuk menjadikan membaca sebagai kegiatan rutin di keluarga mereka. Itu adalah target minimal saya. Sebisa-bisanya saya mengajak setiap sekolah untuk mendeklarasikan sekolahnya sebagai sekolah berbasis literasi dengan program-program yang bisa disusun bersama setelahnya.
Dan itulah yang terjadi kemarin di SD Plus Al-Ishlah Bondowoso. Mereka dengan sukarela melakukan DEKLARASI sebagai sekolah berbasis literasi dipimpin oleh kepala sekolahnya Ibu Afifah Zakiyah Darojah S.Pd.I yang diikuti oleh seenap dewan guru dan wali murid dari kelas 1 sampai kelas 6. Alhamdulillah…! Semoga Allah mengijabahi tekad dan keinginan baik ini.
https://jatimnetwork.com/2016/03/sd-plus-al-islah-mendeklarasikan-sebagai-sekolah-berbasis-literasi/
Surabaya, 13 Maret 2016
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com