Kemarin sore saya bertemu dengan Mr. Thach, atau lengkapnya Thạch Quang Nguyễn, seorang pegiat literasi dan pejuang pendidikan negara Vietnam yg luar biasa. A real hero in flesh and blood. Saya diperkenalkan dengannya oleh Mas Indra Charismiaji. Kebetulan Mr. Thach ini sedang diundang oleh organisasi di mana Mas Indra sedang mengadakan international conference.
Apa yang dilakukan oleh Mr. Thach? Ia melakukan reformasi dunia pendidikan Vietnam melalui membaca. Sekedar dipahami, Vietnam itu lebih belakangan merdeka daripada Indonesia dan kondisi ekonomi dan pendidikannya kira-kira sama dengan desa-desa di Indonesia. Karena masih berkutat di bidang ekonomi maka urusan pendidikannya juga sedikit tertinggal (tapi akhir-akhir ini mutu pendidikannya melejit). Anak-anak Vietnam, utamanya di desa, sangat jarang membaca buku non-buku teks (seperti Indonesia).
Melihat betapa sedikitnya buku yg dibaca oleh anak-anak Vietnam, utamanya di desa-desa, maka ia memutuskan utk berjuang utk meningkatkan jumlah buku yang bisa diakses oleh anak-anak Vietnam. Ia sangat percaya bahwa bukulah sumber ilmu dan agar anak-anak desa di Vietnam bisa secerdas teman-temannya di kota maka mereka harus membaca sama banyaknya dengan mereka yang di kota. Tapi bagaimana bisa membaca jika tidak ada buku-buku yang bisa diakses oleh mereka?
MULAI SEJAK MUDA
Perjuangannya dimulai ketika ia masih muda pada usia 22 tahun ketika timbul niatnya untuk merevolusi pendidikan Vietnam melalui perpustakaan. Ia lalu bekerja di perpustakaa untuk mengetahui ilmu tentang perpustakaan. Pada saat itulah ia menginterviu 2000 mahasiswa untuk mengetahui berapa banyak buku yang mereka baca ketika berusia 6 s/d 18 tahun. Ternyata hanya 10% di antara mereka yang sempat membaca 50 buku non-pelajaran selama mereka bersekolah. Selain mahasiswa ia juga menginterviu pekerja di panti pijat, pelacur, para preman, tukang sepatu, dll. Dari studinya tersebut ia mengetahui bahwa rata-rata anak pedesaan hanya membaca 0,5 s/d 2 buku per tahun sedangkan anak perkotaan sekitar 20-30 judul. Para petani sama sekali tidak membaca buku. Jadi secara nasional setiap orang Vietnam hanya membaca 0,8 buku per tahun sesuai dengan statistik yang dikeluarkan kementrian pendidikan Vietnam.
Dengan bekal pemahaman ini ia lalu membuat model perpustakaan yang akan ia tawarkan pada masyarakat dan mulai mempromosikannya. The Parent Funded Library (Perpustakaan Dana Orang tua) berdiri pada Mei 2010 di sebuah kelas di SMP An Duc dengan biaya US$100. Dengan uang tersebut sebuah perpustakaan kelas berdiri. Tertarik dengan model perpustakaan kelas tersebut empat bulan kemudian orang tua dari 8 kelas lainnya berupaya untuk mengumpulkan dana juga untuk anak-anak mereka. Mereka mengumpulkan iuran US$ 2.5 per siswa sehingga mampu terbangun 8 perpustakaan kelas lain. Apa pengaruhnya pada siswa? Jika sebelum 2010 siswa hanya membaca 0,4 buku per tahun saat ini dengan adanya perpustakaan kelas ini siswa telah mampu membaca 20-30 buku per tahun. Mereka sudah tidak kalah dengan anak-anak perkotaan. Anak desa juga bisa sama pintarnya dengan anak-anak perkotaan!
Saat ini telah berdiri 5.000 perpustakaan PFL di 10 propinsi dan ini mampu membuat 170.000 siswa pedesaan membaca buku sama dengan anak-anak perkotaan. Padahal setiap orang tua hanya menyumbang US4 2-3 (atau sekitar Rp 25.000,-) pada awal masuk sekolah dan uang ini bisa dipakai untuk membeli sekitar 40 judul buku. Tahun berikutnya orang tua hanya menyumbang sekitar Rp.15.000,- untuk menambah koleksi buku anak di kelasnya. Bayarnya satu buku tapi siswa bisa baca 40 buku. Hal ini terbukti mampu mendorong setiap siswa untuk membaca 20 – 30 buku per tahunnya. Sebuah revolusi pendidikan melalui budaya literasi!
Setelah berhasil meyakinkan Dinas Pendidikan Kabupaten dan orang tua dari 6.000 siswa akhirnya berhasil dibangun 2.000 perpustakaan kelas pada tahun 2012 dan 2013. Setelah itu barulah Dinas Pendidikan Propinsi memutuskan untuk mereplikasi system yang digunakan oleh Mr. Thach ini.
JALAN KAKI 1750 KM
Utk mempromosikan misinya ini secara masif ia melakukan long march jalan kaki sendirian dari Hanoi ke Ho Chi Minh City. Tujuannya adalah untuk mendapatkan perhatian secara nasional. Ia berjalan sejauh 1750 km selama 4 bulan lebih (Feb 19 – Juni 26, 2015). Misinya adalah 3,500,000 FOOT STEPS TO BUILD 300,000 LIBRARIES IN 2 YEARS Berjalan 3,5 juta langkah untuk membangun 300.000 perpustakaan dalam 2 tahun.
Dengan long march-nya ini ia mendapat promosi yg luar biasa dan membuat semua orang Vietnam akhirnya tertarik dan mendukungnya. Sampai saat ini ia telah membuat 170.000 anak desa membaca melalui program PFL-nya.
Setelah berhasil dengan 2.000 perpustakaan ia kini ingin melangkah lebih jauh. Ia menyurati setengah juta rakyat Vietnam untuk masing-masing menyumbang dana US$ 12 (sekitar Rp.15.000,-) untuk membangun 240.000 perpustakaan PFL agar 15.000.000 (lima belas juta) siswa dan orang tuanya dapat membaca pada tahun 2017.
Ia juga mendorong 1.000.000 (satu juta) mahasiswa untuk menyumbang 2.000 VND atau sekitar Rp.1.200 per mahasiswa per bulan untuk dapat membangun 17.000 perpustakaan per tahun. Program ini adalah program kerjasama antara Kementrian Pendidikan dan Pelatihan, Televisi Vietnam dan KCD.
Apa yang bisa kita pelajari dari upaya luar biasa Thạch Quang Nguyễn, ini?
Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa seseorang dengan tekad baja dan kesungguhan luar biasa dapat mengubah dunia pendidikan negaranya. Dengan cerdik ia mengajak mass media untuk selalu mempromosikan kesadaran akan pentingnya budaya baca bagi bangsa dan bagaimana setiap individu dalam masyarakat dapat berperan untuk mengubah keadaan. Kampanyenya berjalan dari Hanoi ke Ho Chi Minh City selama 4 bulan mampu membuat setiap orang di Vietnam mau tidak mau menjadi ingin tahu apa sebenarnya yang ia perjuangkan. Dan ia mendapatkan simpati dan hati dari rakyat Vietnam.
Saat ini Thach sedang berada di Indonesia dan sangat tertarik utk membantu Indonesia jika ingin menggunakan metodanya. Ia bahkan bersedia tinggal setahun di sebuah daerah yg terpencil utk membuktikan keberhasilan strateginya. Ia yakin bisa menggugah hati rakyat Indonesia dan bahkan menyatakan kesediaannya untuk berjalan 500 kilometer untuk mempromosikan misinya membantu perpustakan Indonesia dengan model yang ia kembangkan.
Terus terang saya jadi malu sendiri. Kalau ada orang Vietnam yang mau membantu bangsa Indonesia membangun budaya bacanya dengan tinggal setahun di Indonesia dan berjalan sejauh 500 kilometer lantas apa pengorbanan yang bisa saya berikan?
Surabaya 12 Nopember 2015
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com