Tahukah Anda bahwa para dosen dan pimpinan di Unesa tidak solid dan justru terpecah dalam blok-blokan (dulu, entah sekarang)? Itulah masalah yg dihadapi dan harus dipecahkan oleh Mas Muchlas sebagai rektor. Ketika maju sebagai calon rektor pun beliau dilabeli macam-macam tapi beliau bertekad bhw blok-blokan pada para pejabat, dosen, dan karyawan Unesa yg sungguh tidak sehat dan mengganggu atmosfir akademik harus dibrantas. Itulah sebabnya mengapa orang-orang yg dipilihnya sebagai pembantunya berwarna ‘pelangi’ agar blok-blokan tersebut mencair dan Unesa memiliki visi yg lebih akademik ketimbang warna-warna yg primordialis. Tentu saja ada orang yg kecewa dan marah pada kebijakan ‘akomodatif’ seperti ini. Tapi kebijakan apa sih yg tidak mendapat tentangan apalagi pada situasi dan kondisi Unesa yg memang sudah lama terpecah dlm blok-blok macam kelompok ‘hijau’, ‘merah-putih’, dlsb?
Dan Mas Muchlas mau menghentikannya dengan resiko apa pun meski harus dicaci oleh teman dekat sekali pun. Beliau melihat kepentingan yg jauh lebih besar ketimbang sekedar politik ‘balas jasa’ yg diharapkan orang padanya.
Sebagai orang luar saya memang ada mendengar rumor dan selentingan tsb tapi setelah membaca buku ini barulah saya benar-benar paham apa yg ada dan terjadi di Unesa. Apa yg dilakukan oleh Mas Muchlas untuk memperbaiki Unesa sungguh membuat saya semakin kagum pada ‘The Smiling Rector’ ini. Two thumbs up!
Salah satu kelebihan beliau adalah kejelian beliau utk melihat potensi alumni Unesa sehingga beliau secara sengaja menggandeng dan mendorong IKA Unesa utk aktif memopulerkan almamater. Secara terbuka menyatakan bahwa Unesa harus berterima kasih kepada alumni yg aktif, antara lain Mas Yuswir (tertulis begitu, bukan Yusvir), Mas Ihsan, Mas Satria, Mbak Sirikit, Mas Wahyu, dan lainnya (nama Habe dan Eko ‘Must’ Pras mungkin akan disebut pada buku seri 2 aja ya. Maksudnya kalau Pak Muchlas jadi rektor lagi. Hehehe…!)
Kegiatan Jatim Menulis dan kemudian berkembang menjadi Indonesia Menulis, Gerakan Literasi yg menghasilkan beberapa buku dan milis IKA menjadi bukti peran IKA Unesa. (Utk Mas Wahyu, ini bukti nyata bahwa Mas Muchlas mencatat dan sangat menghargai apa yg telah sampeyan lakukan. Be happy…!)
Unesa itu LPTK, demikian kata Mas Muchlas. Jadi Unesa harus kembali ke ruh awalnya sebagai LPTK. Unesa harus tetap komitmen pada mandat utamanya, yaitu mengembangkan ilmu pendidikan dan keguruan serta menyiapkan guru. Jangan sampai Unesa itu ‘nguber uceng kelangan deleg’ (please consult your dictionary for difficult idioms). Beliau bermimpi pd suatu saat mahasiswa kependidikan adalah “kelompok elit” dan hanya dapat dimasuki oleh lulusan terbaik SLTA seperti di LN.
Masih banyak kisah menarik dan langsung dari tangan pertama dalam buku ini. Apa yg disampaikan juga masih ‘fresh from the oven’ jadi benar-benar masih aktual. Membaca buku ini membuat saya semakin menyayangkan mengapa beliau tidak bertahan utk menjadi rektor yg keduakalinya. Tapi…semoga Pak Warsono bisa meneruskan kebijakan yg sudah dirintis dengan lebih baik. Tanda-tandanya sudah nampak, yaitu keterbukaan beliau utk menerima ide dan program dari orang luar macam Mas Wahyu dan saya kemarin. Kami bahkan diberi tulisan panjang beliau berjudul “Mengawali Langkah sebagai Rektor Periode 2014-2018” yg langsung dicetakkannya di kantor beliau yg lama yg msh dipergunakannya (PR 3). Pak Warsono sendiri secara eksplisit menyatakan bahwa empat tahun adalah waktu yg terlalu pendek utk Pak Muchlas utk mewujudkan gagasan besarnya. Meski pun demikian beliau telah meletakkan fondasi yg kuat utk Unesa ke depan.
Apa yg ditulis Pak Warsono mungkin akan saya tulis juga kali lain.
Demikianlah bacaan saya pagi ini yg sungguh gurih. Saya merasa seperti mendapatkan asupan energi utk berbuat baik bagi negeri ini setelah membaca tulisan-tulisan yg penuh hikmah dari para rektor Unesa ini. Saya sungguh beruntung mengenal mereka berdua dengan dekat.
Surabaya, 30 Agustus 2014
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com