
Dari Abdullah bin ‘Amru bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah saw; “Islam manakah yang paling baik?” Nabi saw menjawab: “Kamu memberi makan dan memberi salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”. AlHadist.
Ini adalah sebuah hadist yang saya sukai dan saya ingin berbagi dengan Anda tentang ini.
Pertama soal memberi makan.
Seorang teman adik saya pernah mengemukakan kesulitan hidupnya dan bilang bahwa hidupnya sehari-hari adalah mencari orang yang bisa dimakan. Apa pun caranya yang penting bisa hidup dan makan pada hari itu. Haah ! Saya selalu sedih mendengar hal seperti ini. Masih banyak juga orang-orang yang untuk makan sehari-hari saja itu begitu susahnya sehingga harus menjadi homo homini lupus srigala yang memangsa sesamanya. Saya lalu nyletuk bahwa kalau begitu temannya itu cocok dengan saya. Saya sendiri setiap hari berupaya untuk mencari seseorang yang bisa saya traktir makan. Semakin sulit hidupnya semakin baik tentunya bagi saya. Saya merasa bahwa kelebihan uang saya bermanfaat bagi orang-orang di sekitar saya kalau bisa mentraktir makan orang yang sulit makan.
Kadang-kadang saya juga membayari seseorang yang kebetulan berkenalan ketika makan di warung. Jadi ketika selesai makan dan membayar di kasir diam-diam saya bayari juga orang tersebut, teman baru yang mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Semoga saja hal tersebut bisa membuat harinya lebih baik. Lha wong saya saja seringkali ditraktir sama teman-teman sedangkan uang di dompet saya sendiri sampai berdesak-desakan minta dibelanjakan. 😀
Jadi memberi makan orang yang tidak dikenal adalah hobi baru yang saya kembangkan sesuai dengan hadist ini.
Bagaimana dengan masalah memberi salam pada orang yang dikenal mau pun yang tidak dikenal?
Pernahkah Anda memberi salam atau menyapa orang yang tidak Anda kenal? Saya sering melakukannya dan oleh teman-teman saya dianggap usil dan sok kenal., SKSD PALAPA 😀 Soalnya kalau saya sedang berjalan bersama teman dan kemudian saya berpapasan dengan orang yang tidak saya kenal saya sering menyapa mereka dengan sekedar mengucapkan, “Hai…!” dan tersenyum pada mereka. Tentu saja mereka kemudian juga membalas sapaan saya dengan ucapan yang sama atau sekedar tersenyum meski pun dengan wajah bertanya-tanya.
Kemarin waktu saya jalan kaki di Darmokali bersama teman lama kami berpapasan dengan seorang anggota Koramil yang kantornya kami lewati . Saya lihat baju seragamnya tertulis namanya. Jadi saya langsung menyapanya, “Halo Pak Hadi”. Dengan tergagap ia membalas sapaan saya dengan wajah bertanya-tanya karena ia merasa tidak kenal saya. Teman saya bertanya apakah saya kenal dengannya dan saya jawab tidak. “Kamu itu sok kenal..!” gerutunya. Sambil tertawa saya bilang padanya,”Namanya kan Pak Hadi toh. Kan gak salah. Lagipula ia tentu senang jika disapa seseorang.”
Ketika ada orang yang menyapa kita maka kita membalas sapaan tersebut sesuai dengan tradisi dan kebiasaan yang kita pelajari sejak kanak-kanak. Itu adalah gerak refleks yang kita pelajari sebagai mahluk sosial. Tapi tentu saja ada kekecualian ketika saya menyapa seseorang dan orang tersebut tidak menjawab sapaan saya karena yakin bahwa ia tidak mengenal saya dan yakin bahwa mungkin saya salah menyapa orang. Tapi itu sangat jarang.
Jika saya memasuki sebuah ruangan di mana ada beberapa orang telah berkumpul di dalamnya maka saya membiasakan diri untuk mengucapkan salam kepada mereka, entah itu “Assalamu alaikum” atau “Selamat pagi, siang, sore.”. Saya berusaha untuk tidak masuk begitu saja dan duduk. Saya mempelajari bahwa itu sikap yang lebih baik. Bahkan saat ini saya berupaya mengembangkan sebuah kebiasaan kalau datang ke kondangan untuk langsung menyalami tamu yang sudah datang lebih duluan satu persatu dan menyebutkan nama saya pada mereka. Saya menganggap tindakan seperti ini akan mencairkan suasana dan memberi kesan bahwa saya orang yang ramah. Its a good practice (Yah, SKSD PALAPA dikit gak apalah!) .
Saya memulai kebiasaan menyapa dan memberi salam orang-orang justru karena belajar dari teman yang memang sangat usil. Dia suka sekali menggoda orang-orang yang tidak dikenal dengan sikap sok kenalnya. Dia akan mencari-cari orang yang akan ia sapa seolah teman lama dan bicara ngalor ngidul. Tentu saja karena ia usil dan senang melihat reaksi orang-orang yang ia sapa tersebut. Kami teman-teman yang ikut bersamanya tentu merasa keqi dengan sikap usilnya tersebut dan tertawa sembunyi-sembunyi di belakangnya. Bagaimana kalau orang yang disapanya tersebut marah atau jengkel karena sikap sok kenal dan usilnya tersebut? Mereka tentu akan marah kalau tahu bahwa teman saya itu sebenarnya memang tidak kenal dengannya dan mau usil saja.
Tapi ternyata tidak. Hampir semua orang yang disapanya memberikan respon yang baik dan seringkali mereka akan terlibat dalam percakapan yang akrab. Saya sering terbelalak melihat situasi tersebut.
Saya lalu sadar bahwa kita memang mahluk sosial dan sebagai mahluk sosial maka kita juga memberikan respon sosial ketika ada orang yang menyapa kita. Bagi teman saya itu mungkin sebuah keusilan tapi bagi orang yang disapanya bisa saja itu berarti sebuah keramahan. Dan orang-orang yang ramah dan mau menyapa lebih dahulu selalu disukai di mana pun.
Saya kemudian belajar dari teman saya tersebut untuk juga mulai bersikap sociable dan membuka diri untuk masuk ke ‘batas psikologis’ seseorang. Saya juga mulai menyapa orang-orang yang tidak saya kenal dengan kata-kata ‘Hai..!” atau “Hallo..!” disertai senyum yang sudah saya latih berkali-kali. Ya,saya melatih diri saya untuk tersenyum terutama karena saya punya wajah yang bertipe ‘sangar’ dan orang selalu segan melihat wajah saya yang selalu nampak serius tersebut. Saya ingin membuktikan bahwa SIAPA SAJA BISA MENJADI ORANG YANG RAMAH. Bahkan preman pun bisa tampil ramah dan menyenangkan jika mereka belajar. Lha mosok saya yang guru tidak bisa tampil ramah dan menyenangkan…?!
Cobalah sendiri dan rasakan efek positifnya. Cobalah sesekali menyapa orang yang tidak Anda kenal baik ketika berpapasan mau pun ketika dalam kendaraan umum.
Sebagai orang dengan sifat dasarnya introvert sebetulnya saya memang lebih suka sendirian dan tidak suka dengan situasi ribut dan hura-hura. I enjoy quietness. Saya bahkan sering jengkel kalau diajak ngobrol oleh teman sebangku di pesawat ketika ingin beristirahat atau ingin menulis. Tapi saya juga mengagumi teman-teman yang memiliki sikap extrovert yang dengan mudah bergaul dengan siapa saja seolah tidak ada batas-batas psikologis antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Orang-orang tersebut memiliki kecerdasan bergaul yang sangat baik dan dibutuhkan untuk profesi-profesi tertentu. Tapi bergaul dan berkomunikasi itu juga sebuah ketrampilan yang bisa dipelajari. Saya mungkin tidak akan bisa menjadi manusia yang akan memeriahkan sebuah pesta atau yang akan menyemarakkan sebuah komunitas reuni karena tidak punya sifat dasarnya tapi saya tetap bisa belajar menjadi orang yang ramah dan disukai.
Itu sebabnya hadist tersebut merupakan ajaran Islam yang ampuh bagi umatnya untuk dapat menjadi mahluk sosial yang disukai di mana pun mereka berada. Jadi resapkan baik-baik hadist tersebut dan mulailah menjalankannya.
Surabaya, 5 Juli 2012
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com
Salam kenal, Pak Satria Dharma. Menarik sekali membaca tulisan Bapak yang renyah dan inspiratif. Semoga Bapak berkenan juga berbagi ide dan gagasan untuk pembaca-pembaca kami. 🙂
Salam hangat
Dengan senang hati. Sila ambil saja tulisan saya ini untuk dishare ke pembaca Anda.
Salam
Assalamualaikum .. salam kenal kang sat, mohon izin tuk copas beberapa artikelnya … makasih …
salam kenal bang…inspiratif banget