Ada dua tantangan Bambang Sudibyo, Mediknas, kepada kota Balikpapan dalam kunjungannya kemarin, Pertama, menjadikan Balikpapan sebagai Kota Pelajar dan kedua menjadikan Balikpapan sebagai Ciber City.. Menjadikan Balikpapan sebagai Kota Pelajar dan Cyber City ? Siapa takut!
Siapapun yang sudah membaca bukunya Thomas L. Friedman The World Is Flat, buku yang menggoncangkan dunia dan sampai minggu ke 82 masih bertahan dalam daftar New York Times Best Seller sebagai buku yang paling banyak dibaca orang, pasti akan berkata bahwa dunia cyber memang sudah tidak terelakkan lagi. Kita menerima kenyataan ini atau ketinggalan. Hanya itu.
Di buku itu dijelaskan betapa dunia menjadi semakin datar dan menciut karena apa yang dilakukan di dunia di sisi sini dapat dikerjakan bersamaan dengan di dunia di sisi sana. Tatanan dunia datar adalah penyatuan antara komputer pribadi yang memungkinkan setiap individu di belahan dunia manapun untuk bekerja sama melakukan pekerjaan tanpa menghiraukan jarak antar mereka. Artinya Foto CAT Scan dokter di Amerika yang dikirim malam hari dapat dibaca dan dianalisa oleh rekannya dokter di India atau Australia dan pagi harinya sudah dikirim balik lengkap dengan analisisnya karena waktu di Australia dan India adalah siang hari. Operator telpon di Bangalore menjawab pertanyaan klien perusahaan di Amerika tanpa klien tersebut menyadari bahwa mereka terpisahkan oleh jarak yang begitu jauh. Bahkan laporan pajak klien konsultan pajak di Amerika saat ini sebenarnya sudah dikerjakan oleh tenaga-tenaga kerja dari India! Di tahun 2003 sekitar 25.000 laporan pajak AS dikerjakan di India, tahun 2004 sekitar 100.000 laporan dan tahun 2005 membengkak menjadi 400.000 laporan. Berkas laporan pajak tersebut tidak pernah meninggalkan tempatnya dari kantornya di Amerika dan pekerja India hanya mengerjakannya di layar monitor mereka di India. Tak ada satupun berkas yang sempat keluar dari kantornya di Amerika tapi laporan pajaknya dikerjakan sepenuhnya oleh tenaga-tenaga terlatih di India!
Saat ini ada 245.000 orang di India yang bekerja menjadi penjawab telpon dari seluruh dunia atau memutar nomor telpon untuk menawarkan kartu kredit, telpon seluler, maupun menagih tunggakan pelanggan di Amerika tanpa mereka perlu beremigrasi ke Amerika. Mereka bisa tetap tinggal di India tapi mengerjakan pekerjaan-pekerjaan untuk klien di Amerika. Seorang guru privat Matematika bagi siswa di Amerika tinggal di India dan mereka berhubungan dengan internet. Dan ini bukan lagi impian atau perkiraan tapi memang sudah terjadi!
Kenapa bisa demikian? Globalisaasi adalah jawabannya. Kita mengalami tiga kali globalisasi, kata Friedman. Globalisasi 1.0 adalah mengglobalnya negara. Globalisasi 2.0 adalah mengglobalnya perusahaan dan Globalisasi 3.0 adalah kekuatan baru yang ditemukan untuk bekerjasama dan bersaing secara individual dalam kancah global. Kuncinya adalah peningkatan kemampuan individu untuk bermain di kancah global yang berbentuk cyber world. Jika Anda memesan sebuah hamburger di sebuah gerai Mc Donald di Amerika, Anda akan diladeni oleh karyawan yang hanya nampak di monitor dan meneruskan pesanan Anda tersebut ke bagian pemesanan. Petugas yang meladeni tersebut ternyata tinggal di benua yang lain dan berkomunikasi secara real time.
Saat ini Bangalore di India dan Dalian di Cina telah menjadi semacam Silicon Valley di mana perusahaan-perusahaan high-tech berkumpul menjadi satu menjadikan daerah tersebut menjadi berkembang sangat pesat dan menjadi sangat makmur berkat kemajuannya. Kota Dalian di Cina memiliki ribuan karyawan perusahaan Jepang karena mereka mampu menjadikan kota mereka sebagai kota pendidikan. Ada 22 universitas dan sekolah tinggi dengan 200.000 lebih mahasiswa dimana separuhnya akan menyandang gelar di bidang sains dan rekayasa. Inilah yang menarik para investor Jepang untuk menanamkan modalnya di Dalian. Tenaga kerja terdidik dan trampil yang mampu bersaing dengan lulusan terbaik di dunia belahan lainnya dan menjamin bahwa investasi yang ditanam dikelola oleh tenaga-tenaga berkualitas hebat..
Dunia semakin datar dan para siswa di berbagai belahan dunia berlomba untuk semakin trampil dan terdidik di dunia cyber. Sementara kita tahu betapa banyaknya anomali yang menunjukkan tak memadainya kesiapan kita menghadapi globalisasi. Kita terseok-seok menghadapi globalisasi karena kita memang tidak memiliki tenaga kerja yang terdidik dan trampil. Kita lupa memperhatikan pendidikan sementara negara-negara maju justru meletakkan pendidikan sebagai harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar. Pendidikan yang berkualitas adalah kunci dari kemakmuran bangsa. Tak ada tawar-menawar. Bayangkan! Sementara anak-anak TK di belahan dunia lain sudah akrab dengan internet di Indonesia bahkan guru pun belum mengenalnya. Suatu ironi. Padahal tak lama lagi manusia yang tidak bisa mengoperasikan komputer akan dianggap sama dengan buta huruf seperti saat sekarang. Jika Anda tidak dapat memanfaatkan internet, maka bersiap-siaplah untuk dianggap buta huruf. Bayangkan kalau kita terlambat mempersiapkan anak-anak kita untuk mengenal cyber world. Ia tidak akan mampu meningkatkan pengetahuannya di dunia karena ke semuanya berpijak pada teknologi informasi dan teknologi yang semakin lama semakin canggih. Pendidikan kita harus dirancang untuk menghadapi masa depan tersebut, The Cyber World.
Salah satu contoh terbaik negara yang berhasil melakukan loncatan besar ke depan dengan memilih pendidikan sebagai ujung tombak adalah Irlandia. Irlandia adalah negara terkaya setelah Luxemburg. Negara yang selama 400 tahun dikenal karena emigrasi, kelaparan, perang sipil, dan kisah-kisah tragisnya, sekarang ini memiliki pendapatan nasional perkapita yang lebih tinggi dari Jerman, Perancis dan Inggris. Titik balik irlandia dimulai pada tahun 1960-an ketika pemerintah menghilangkan biaya pendidikan menengah dan memberi kemampuan semakin banyak anak kelas pekerja untuk memperoleh pendidikan menengah atas atau ijasah sekolah teknik. Tahun 1996 menggratiskan pendidikan akademinya sehingga tercipta angkatan kerja terdidik. Dewasa ini 9 dari 10 perusahaan obat terbaik beroperasi di Iralndia. 16 dari 20 perusahaan alat-alat kesehatan dan 7 dari 10 perangkat lunak terbaik beroperasi di Irlandia. Irlandia memperoleh lebih banyak investasi langsung yang datang dari Amerika dibandingkan yang diperoleh oleh China dari Amerika. Visi negara untuk menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama pembanguna telah menghasilkan buah yang sangat manis bagi negara.
Dengan melihat ini semua maka tidak mungkin bagi Balikpapan untuk menolak kedua tantangan dari Mendiknas tersebut. Tanpa ditantang pun kita harus mengajukan diri sebagai Kota Pelajar (Pendidikan) dan Cyber City yang bercirikan kemajuan di bidang pendidikan teknologi informasi. Jadi balikpapan tidak perlu ragu-ragu untuk menjawab tantangan tersebut. Katakan segera kepada Mendiknas bahwa kita menerima tantangan tersebut karena Balikpapan bertekad untuk menjadi tuan di rumah sendiri.
Balikpapan Kota Pelajar dan Kota Saiber? Itu harus!
Satria Dharma
Ketua STIKOM Balikpapan
Perlu berapa lama kira-kira itu bisa terwujud pak? Saya jadi pingin pindah nih ke Kaltim.
Wah setuju banget! Didukung…. sebagao anak balikpapan yang lagi belajar dalam bidang psikologi pendidikan….saya jadi ingin ikut berpartisipasi….Ditunggu pak….
It’s not the layout that matters. it’s the content. relaxing easy to read, kontennya menarik. I like your entries!
turut bahagia seandainya balikpapan bisa ‘cerdas’ seperti kota lainnya….dari dulu saya kagum dengan kota ini. kecil, bersih, lengkap…hehhe (sayang mahal ya barang2 konsumtif nya…)..
mudah2an anak saya bisa ‘kerasan’ di sini…hehehe
salam kenal mas
Balikpapan sebagai kota pendidikan Vocational adalah suatu keniscayaan harusnya ….kalo mau pakai jalur cepat akhirnya perlu dipikirkan sebuah politeknik “negeri”…bagaimanapun yang bau “negeri” masih didamba di negara Ini ..di Kota Balikpapan …saya gak tau gimana model merger di bidang Pendidikan di negeri ini …tapi kalo menilik sejarah pembentukan beberapa PTN kondang semuanya berasal dari merger fakultas dan akademi swasta …sebagai contoh UGM misalnya ini gabungan fakultas dan akademi swasta di jogja dan Klaten….nah di Balikpapan UNIBA ditambah beberapa PTS lainnya (termasuk STIKOM he…he…he.. sorry bos ) bisa tuh jadi cikal bakal ITB….apalagi nanti fokius pada keunggulan komparatif daerah semacam Perminyakan dan gas, Pertambangan,Perkebunan dll….kalo gak ada PTN…maka terjadinya brain drain dari Balikpapan dan Kaltim umumnya bisa seperti saat ini………karena banyak orang Balikpapan yang sangat-sangat mampu untuk mengirimkan anaknya di PTN dan PTS di Jawa bahkan luar negeri …..so….ITB yang lain kayaknya perlu untuk modal menjawab tantangan seorang bambang Dibyo …wong Klebe’ngan yang kesasar dadi menteri…..he…he…he….
nice artikel pak, smoga kelak warga Balikpapan menjadi warga no satu di kotanya sendiri, bukan seperti budak kayak di perusahaan2 minyak yang ada di Balikpapan
salam
dari warga asli Balikpapan yang tengah berjuang
Pak Satria,
niatnya saya tidak ingin berkomentar…tetapi saat melihat kolom ini koq secara otomatis ada nama saya, email saya dan blog saya…ya sudah saya hantam saja..:)
salam kenal pak…saya praktisi IT yang tidak kenal teori..:)
Membaca tulisan diatas, saya jadi ingat dengan rekan yang saya kenal saat training di Jakarta. Beliau perwakilan dari satu perusahaan tambang di Balikpapan. Dia sendiri bukan asli Balikpapan tetapi sudah lama di sana (asli Bandung).
Dari cerita beliau yang saya dapatkan mengenai kondisi pendidikan sangatlah berbeda 180% sangat berbeda dengan harapan menjadikan kota Balikpapan sebagai kota pendidikan. Dimana masyarakat aslinya menomorduakan pendidikan dan juga pendatangnya juga sulit mencari sekolah tinggi selevel universitas yang bermutu.
Tetapi Saya mendukung sekali seandainya Balikpapan menjadi kota Pendidikan.
salam
Terima kasih atas kunjungan dan dukungan semuanya. Tak ada yang mustahil jika kita semua ingin. Pertama-tama kita harus membentuk ide dan harapan tersebut dalam citra mental kita dulu. Semakin banyak orang yang ikut serta dalam pembentukan citra mental tersbut semakin yakin kita bahwa itu akan terwujud. The rest will be easier.
Salam
Satria
Pak Satria,
Ketika di Yogya, saya pernah mengikuti seminar bertajuk Yogya Kota Pelajar. Ada sebagian peserta yang skeptis terhadap seminar ini. “Lha wong yang kita lihat di Yogya hanya spanduk atau baliho tentang rokok khok, bukan spanduk dan baliho tentang pendidikan. Walhasil, Yogya bukan kota pelajar, tapi lebih tepat kalau disebut kota rokok. Demikian jugakah Kota Balikpapan? Untuk menjadi kota pelajar, tentu ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Keberadan STIKOM Pak Satria, misalnya, menjadi salah satunya. BTW, blog Pak Satria sangat bagus. Makasih. Desember ini saya monev ke Balikpapan. Suparlan
Pak Parlan,
Untuk jadi Kota Saiber memang masih jauh sekali. Tapi kalau kita sudah tetapkan tujuannya maka selanjutnya akan menjadi lebih mudah. Menurut saya yang paling penting adalah membuat masyarakat menjadi melek informasi dan mau mengakses internet. Untuk itu memang harus dimulai dengan komunitas IT dulu. Dari komunitas yang kecil kemudian semakin membesar sehingga menjadi ‘critical mass’ untuk suatu perubahan yang signifikan. Mohon doa dan dukungannya Pak!
Salam
Satria
BTW, kalau ke Bpn hubungi saya ya Pak. Mungkin saya sedang tidak bertugas kemana-mana dan kita bisa ngobrol banyak.
Assalamu’alaikum Wr,Wb
Balikpapan ini adalah tempat gedung ilmu, mudah-mudahan ia kekal begitu