Pengkhianat bangsa itu selalu ada dalam setiap zaman tapi para pengkhianat di zaman perang adalah yang terburuk. Saat ini kita sedang berperang melawan pandemi Covid 19 dan pemerintah bersama seluruh warga yang waras dan mencintai bangsa dan negaranya mati-matian bertahan dari serbuan wabah ini. Ratusan trilyun dana APBN telah digelontorkan demi memenangkan perang melawan wabah ini. Kita semua bertekad bahwa kita harus memenangkan perang ini dan tidak boleh kalah meski kita terus menerus menderita di beberapa pertempuran.
Tapi ternyata ada pengkhianat di antara kita. Mereka adalah kelompok-kelompok tertentu yang menyerukan agar Presiden Jokowi menyerah dan mundur dari jabatannya.
Mereka yang menyerukan agar Presiden menyerah adalah para pengkhianat yang nyata. Mereka adalah para pengkhianat bangsa yang harus kita lawan dan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Orang-orang seperti ini sungguh tidak layak diperlakukan dengan sikap toleran. Pengkhianatan di saat perang tidak bisa ditolerir.
Seandainya Mustafa Kemal Pasha menyerah pada waktu perang melawan Sekutu dulu maka hari ini tidak akan ada negara Turki yang merdeka. Pada Perang Dunia I Kesultanan Utsmaniyah, yang dianggap sebagai kekhilafahan Islam terakhir di dunia, terjun ikut perang dan berada di pihak Jerman melawan Sekutu. Pihak Jerman dan Kesultanan Utsmaniyah akhirnya kalah dan menyerah pada Sekutu. Ottoman Turki kalah dan sejumlah daerah kekuasaannya menjadi rebutan Sekutu. Perancis mendapat bagian di Suriah, Inggris menerima mandat Palestina. Pada 10 Agustus 1920, utusan Mehmed VI, Sultan Ottoman terakhir, menandatangani Perjanjian Sevres berisi pengakuan atas mandat daerah yang diberikan sekaligus mengakui Hejaz sebagai daerah merdeka. Mustafa Kemal Attaturk menolak untuk menyerahkan Turki pada Sekutu.
Pada saat perang tersebut Kemal adalah tentara perwira yang kemudian diangkat menjadi panglima dari semua pasukan yang berada di Turki Selatan. Pada 1915, Mustafa berperan besar dalam membantu menghentikan Inggris dan Perancis menguasai Istanbul. Dia pun dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal. Pada Oktober 1918 Perang Dunia I berakhir dengan kekalahan Jerman dan Kesultanan Utsmaniyah menyerah kepada Sekutu. Mustafa Kemal diperintahkan oleh Sultan Mehmed VI untuk menyerah pada Sekutu tapi ia menolak. Mustafa Kemal memilih memberontak bersama pasukannya. Kemal tidak sudi menyerahkan Turki pada pihak Sekutu dan memilih untuk memberontak mempertahankan wilayahnya. Rakyat dan Kemal berniat untuk menyingkirkan kekuasaan Sultan dengan membuat pemerintahan tandingan di Anatolia. Pembentukan pemerintahan tandingan ini tidak lain karena kebijakan Sultan telah bertentangan dengan kepentingan Nasional Turki dan Sultan telah menjadi boneka Sekutu yang otomatis kebijakannya adalah pencitraan dari kebijakan Sekutu atas Turki.
Berkat perlawanan Kemal Pasha akhirnya banyak gerakan-gerakan lain yang muncul atas inisiasi rakyat untuk menggempur dan mengusir Sekutu dari wilayah Turki. Kemal menghimpun dan menyuruh rakyat untuk melawan pendudukan. Pada Juni 1919 ia dan teman-teman dekatnya mengeluarkan Deklarasi Amasya yang menyatakan wewenang Istanbul tidak sah. Perintah Istanbul dari Mehmed VI untuk menghukum mati Kemal karena memberontak datang terlambat. Sebuah parlemen baru, Dewan Agung Nasional, sebuah pemerintahan darurat berhasil dibentuk di Ankara pada April 1920. Akhirnya pasukan yang dipimpin oleh Kemal dan dibantu oleh gerakan-gerakan rakyat berhasil mengusir Sekutu dari Turki. Turki merdeka dan menjadi negara baru. Pada 20 April 1924, Turki resmi menjadi negara republik. Sebelumnya, pada 29 Oktober 1923, Turki secara resmi meninggalkan sistem monarki warisan Kesultanan Ottoman dan melantik Mustafa Kemal sebagai presiden pertama.
Semangat perang tanpa kenal menyerah semacam inilah yang semestinya kita kobarkan pada bangsa kita saat ini. Seandainya Kemal Pasha menuruti perintah Mehmed VI untuk menyerah pada sekutu maka bangsa Turki akan menjadi bangsa pecundang. Untunglah Kemal Pasha menolak untuk menyerah dan terus melawan bersama rakyat Turki lain yang tidak mau menyerah pada Sekutu. Itulah sebabnya Mustafa Kemal Pasha dijadikan pahlawan kemerdekaan Turki yang sangat diagungkan dan dimuliakan oleh rakyat Turki.
Jadi jika ada orang atau kelompok yang justru menyerukan agar Presiden Indonesia menyerah dalam peperangan melawan pandemi ini maka sesungguhnya mereka adalah para penjahat dan pengkhianat perang yang patut ditindak dan diadili. Jangan bersikap toleran pada para pengkhianat di masa perang semacam ini.
Surabaya, 8 Juli 2021
Satria Dharma