Ini adalah buku pertama yang saya baca sampai selesai pada tahun ini. Sepanjang Januari saya tepar karena Covid 19 dan bawaannya pingin tidur melulu. Ya saya turutilah…! 😁 Buku-buku di meja nakas di samping tempat tidur saya tidak ada yang selesai saya baca. Baru baca 3 – 4 lembar sudah ngantuk. Ya saya tinggalkan bukunya dan berlayar ke pulau kapuk. 😁
Saat ini saya sedang di Balikpapan dan adik saya Uniek Hage memberi saya buku ini. Dari judulnya saja sudah menarik. Apalagi topik mengenai terorisme, radikalisme, jihad memang menarik minat saya. Karena tidak ada pekerjaan akhirnya buku saya baca sampai habis. Jadilah buku ini buku pertama yang saya baca sampai habis. 😁
Buku ini buku baru karya Arif Budi Setyawan, salah seorang mantan napi teroris yang sadar dan bertobat. Buku ini terbit di penghujung tahun 2020 setelah ditulis sejak awal dua tahun yang lalu.
Buku ini ditulis pasca kerusuhan di Mako Brimob Mei 2018. Arif berharap bahwa buku ini akan menjadi sebuah karya yang bisa menjadi bukti bahwa ia telah berubah menjadi sosok yang baru. Draft awal bukunya selesai pada akhir Juni 2018 tapi baru bisa terbit akhir tahun 2020. Jadi memang masih fresh. 😊
Banyak orang yang bergaul dengan Arif tidak mengetahui bahwa ia adalah mantan narapidana kasus terorisme. Buku ini semacam pengakuan dan upaya menebus kesalahannya di masa lalu. Baginya mengekspos status mantan napiter tanpa sebuah karya itu hanya akan seperti ‘memohon perhatian’ dari masyarakat. “Padahal saya ingin lebih dari itu. Saya ingin menebus kesalahan di masa lalu dengan berkarya untuk umat.” demikian akunya.
Selama 2,5 tahun terakhir Arif telah menjadi penulis aktif di ruangobrol.id, credible voice dan peneliti di Kreasi Prasasti Perdamaian, tetapi masih jauh lebih banyak orang yang belum mengetahui bahwa Arif adalah mantan napiter dan apa yang ia lakukan selama menjadi teroris. Buku ini bisa menjawab semua itu. Dengan terbitnya buku “Internetistan” ini, Arif ingin menunjukkan bahwa ia telah kembali sepenuhnya ke tengah umat dengan sebuah karya yang menjelaskan mengapa dan bagaimana ia dulu bisa terjerumus dalam pergaulan teroris. Tidak hanya menjelaskan refleksi kisah masa lalu, tetapi juga menjelaskan tentang tantangan umat Islam dan bangsa Indonesia dalam penyebaran faham radikal-ekstrim di era digital.
Buku ini berisi kisah bagaimana perjalanan Arif di dalam kelompok ‘jihadis radikal’ sejak awal mulai tertarik kepada doktrin dan propaganda terorisme, terlibat dalam kegiatan terorisme, hingga memutuskan untuk berhenti dan keluar lalu menemukan banyak pelajaran setelah melakukan refleksi.
Informasi baru yang mungkin bisa diperoleh di buku ini adalah soal penggunaan internet dalam gerakan jihad global. Judul Internetistan dipilih menjadi kosakata baru yang memiliki makna : bahwa dulu orang berjihad harus ke Afghanistan dan medan jihad sejenis, namun sekarang cukup melalui internet orang sudah bisa terlibat dalam jihad global, apalagi lokal. Perlu diketahui bahwa para pendukung ISIS itu mayoritas direkrut melalui internet dan media Sosial, yang artinya tahapan menjadi radikalnya itu sangat singkat alias instan.
Arif terjun ke dunia radikalisme melalui kemampuannya belajar melalui internet, bergaul dengan para simpatisan dan pelaku jihad internasional mau pun lokal via internet sampai ia bertemu secara langsung dengan para pelaku terorisme. Ia membantu menghubungkan calon pejihad dengan ISIS. Ia memberikan tempat penampungan bagi mereka yang akan berangkat ke Aceh atau Afghanistan. Ia menjadi tutor bagi mereka-mereka yang ingin belajar membuat bom. Akhirnya langkah Arif terhenti di tahun 2014. Ia ditangkap lantaran turut menyediakan senjata dalam perencanaan operasi penyerangan di Poso, Sulawesi Tengah. Di tahun yang sama, ia menerima vonis 4 tahun 10 bulan. Namun, Arif bisa bebas pada Oktober 2017 karena mendapat remisi.
Fenomena itu menunjukkan dalam mencegah terorisme itu tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada aparat penegak hukum. Semua lapisan masyarakat harus terlibat, utamanya dari ormas Islam moderat seperti NU dan Muhammadiyah serta masyarakat. Mengapa? Karena ideologi bukanlah satu-satunya pintu yang membuat orang bisa terlibat terorisme. Lha wong TKW dari Hongkong saja bisa dirayu untuk terlibat membantu atau bahkan menjadi teroris ‘lone wolf’. Padahal TKW ini tahu apa soal ideologi dan hanya dirayu via internet. Mereka bahkan bisa dinikahi oleh para teroris meski via online tanpa wali. 🙄
Jadi internet bisa menjaring dan mendorong umat Islam untuk menjadi teroris tanpa harus bertemu langsung. Mantan pelaku kasus Bom Bali I, Ali Imron pernah melakukan hal serupa yakni memprovokasi dengan nuansa doktrin kepada seseorang untuk melakukan aksi teror.
Ia mengaku bisa memahamkan orang itu hanya dalam waktu dua jam dengan menyertakan narasi berjihad melalui jalur perang.
Jadi teroris tidak harus berasal dari keluarga broken home atau karena miskin. Tapi hampir semua mereka didorong oleh semangat membela Islam yang selalu dipropagandakan dan dinarasikan pada mereka bahwa Islam sedang dizalimi, ditekan, umatnya dibunuhi dan dibuang dari tanah asalnya secara sistematis, dan berbagai narasi provokasi lain. Mereka yang merasa prihatin kemudian diprovokasi untuk turut dalam perjuangan melawan musuh-musuh Islam, yang bisa siapa saja menurut pandangan mereka.
Mereka yang terlibat dalam terorisme melawan musuh-musuh Islam ini kemudian diglorifikasi, dipuji-puji, dianggap pahlawan, dan jika mati kelak sorga telah menanti mereka. Inilah kemenangan terbesar bagi seorang muslim atau muslimah. Umat Islam yang sudah terkena bujuk rayu akhirnya terjerumus seperti Arif ini. Dan ada ribuan umat Islam yang masih berada dalam cengkraman doktrin radikalisme dan terorisme secara tidak disadari oleh mereka. 😔
Menurut Noor Huda Ismail PhD, buku ini HARUS jadi BACAAN WAJIB para orang tua, guru, dosen, peneliti, aktivis sosial, wartawan, pemangku kekuasaan, bahkan industri macam Facebook, Twitter, maupun Google, untuk jadi rujukan melawan narasi-narasi ekstremisme kekerasan. Menurut saya buku ini PERLU dibaca oleh setiap umat Islam, khususnya yang selama ini denial menolak fakta bahwa memang sangat banyak umat Islam yang menjadi teroris. Ada ratusan napi teroris yang sudah ditahan di Mako Brimob dan ada beberapa di antara mereka yang sudah bertobat dan sekarang jadi berbalik memerangi radikalisme dan terorisme. https://www.brilio.net/…/5-teroris-ini-akhirnya-memilih…
Selama ini masih banyak umat Islam yang denial menolak fakta bahwa ajaran Islam memang bisa di(salah)gunakan untuk mendukung terorisme. Anda perlu membaca buku ini jika ingin mengetahuinya.
Salah satu penyebab dari banyaknya umat Islam yang tergerak untuk melakukan tindakan radikal adalah karena mereka selalu mendengar ceramah-ceramah dari ustad radikal yang menjual narasi penderitaan umat Islam dan Islam dizalimi di mana-mana. Mereka adalah para ustad yang selalu ‘berdakwah’ soal Islam dan umat Islam yang sedang dalam bahaya besar dan gawat darurat karena semua hal di dunia ini membenci, mengancam, dan akan menghancurkan Islam. Setelah itu mereka akan mengulang-ulang berita tentang betapa tersiksanya umat Islam di Amerika, Prancis, Cina, Bosnia, Palestina, Azerbaijan, Syria, Papua, dan semua tempat yang katanya umat Islam sedang digencet. Setelah itu mereka akan mengajak jamaah dan pendengarnya untuk ‘berjihad membela agama Allah’ sesuai dengan pandangan mereka. Alasan mereka adalah melaksanakan nahi mungkar padahal faktanya mereka justru menciptakan kemungkaran yang jauh lebih besar. 🙄
Umat Islam itu harus sadar dan paham bahwa SEBENARNYA Islam ini agama yang paling pesat perkembangannya di dunia. Islam diprediksi akan menjadi agama dengan perkembangan paling pesat di masa depan, melampaui pertumbuhan pemeluk Kristen. India bakal menjadi negara dengan pemeluk Islam terbanyak di dunia. Perkembangan Islam di Amerika, Kanada, Eropa, dan negara-negara Barat lain itu luar biasa dan mencengangkan. Islam berkembang dua kali lebih cepat ketimbang pertumbuhan populasi global. Muslim akan berkembang dari 23 persen tahun 2010, yaitu 1,6 miliar orang, menjadi 30 persen di tahun 2050, menjadi 2,8 miliar. Pertumbuhan Islam bahkan diprediksi melampaui Kristen. Diperkirakan pada tahun 2050 mendatang satu dari 10 orang Eropa bakal memeluk agama Islam. Apa artinya ini? Artinya justru agama Islam yang sekarang ini mengepung, menyerang, dan mengalahkan dunia. Jadi kita yang terus sedang berkembang menjadi agama paling besar di dunia. Perkembangan Islam itu jelas karena dakwah yang tepat dan mengena ke hati pendengarnya sehingga agama Islam dirasakan bisa menjadi rahmatan lil alamin dan bukan karena doktrin khilafah yang selalu dihembuskan oleh para teroris. 🙏
Saya rasa sebaiknya Anda membeli dan membaca sendiri buku yang sangat menarik ini. 🙏😊
Satria Dharma
Balikpapan, 15 Februari 2021