Dari 34 propinsi yang ada di Indonesia ini tinggal dua propinsi yang belum saya datangi, yaitu Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara. Selama beberapa hari ini saya akan mendatangi dua propinsi ini dan menggenapi “Jelajah Nusantara” saya yang telah saya mulai sejak saya masih SMA dulu. Jadi dengan mengunjungi dua propinsi ini maka tuntaslah sudah perjalanan saya mengelilingi Indonesia, maksudnya mendatangi semua propinsi yang ada di Indonesia. Saya berani taruhan bahwa Anda tidak tahu apa nama ibukota dari Propinsi Maluku Utara saat ini. 😉😄
Sejak SMA saya sudah mengembangkan kesenangan travelling. Dulu saya punya tekad untuk jalan-jalan ke luar kota setiap bulan dan ke luar Jawa setiap tahun. Kere bukanlah alasan yang bisa menghambat saya untuk suka bepergian. Sejak dulu saya sudah menjadi anggota Partai Kaypang dan justru anggota Partai Kaypang jauh lebih berani untuk bertualang ke mana pun kakinya mengarahkannya ketimbang anak gedongan. Saya bisa ke luar kota naik truk atau kereta api (maksudnya numpang tanpa bayar) dan saya bisa ke luar Jawa naik kapal PELNI juga dengan menyelundup tanpa membayar. Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk tidak travelling meski kere. Kere is good for your spirit. 😄
Tapi saya sekarang sudah tajir mlipir (belum sampai mlintir) jadi saya bisa memuaskan hasrat travelling saya dengan jauh lebih mudah. Kartu anggota Partai Kaypang saya entah hilang di mana. Apalagi saya sekarang sudah pensiun, tidak punya kewajiban bekerja, sehat walafiat dan punya istri cantik yang bersedia menemani saya pergi kemana pun saya mengajaknya. “Kemana pun engkau pergi, Sayang. Aku akan ikut bersamamu.” Begitu katanya. Sopo sing gak hepi. 😄 Tentu saja istri saya dengan demikian telah mencegah saya pergi bersama wanita cantik lainnya. 😄
Untuk pergi ke dua propinsi ini dari Surabaya mudah saja. Saya memutuskan untuk naik ke Maluku Utara dulu dan nanti baru turun ke Propinsi Maluku. Untuk ke Maluku Utara kita akan mendarat di bandara Sultan Baabullah Ternate. Tidak ada penerbangan langsung dari Surabaya ke Ternate dan untuk itu kita harus transit dulu sekitar dua jam di Makassar. Kemarin kami berangkat dari Juanda ke Sultan Hasanuddin dengan jadwal jam 5:25, tiba di Makassar jam 07:55, dan berangkat lagi jam 09:50 dan tiba di Bandar Udara Internasional Sultan Babullah (kode IATA: TTE; kode ICAO: WAEE) di Kota Ternate, Maluku Utara pada jam 12:40. Perbedaan Surabaya dengan Makassar adalah satu jam sedangkan Makassar dengan Ternate juga satu jam. Jadi jam 12:40 itu berarti bari jam 10:40 di Surabaya.
Begitu tiba kami akan segera check-in ke Hotel Emerald yang terletak di Ternate tengah. Semua sudah saya atur dengan jempol saya via Traveloka. 😄
Kami akan berada di Ternate sampai hari Selasa, 3/7/18, dan setelah itu meneruskan perjalanan ke Ambon (AMQ) pada sore hari. Di Ambon kami akan menginap di City Hotel sampai hari Jum’at, 6/7/18. Dari Ambon kami akan balik ke Surabaya pagi hari dan transit dulu sekitar 40 menit di Makassar sebelum lanjut ke Surabaya.
Berikut ini adalah catatan perjalanan saya selama dua hari ini.
TERNATE
Ternate adalah sebuah kota kecil berpenduduk hanya 200 ribuan orang dan berada di bawah kaki gunung Gamalama di Pulau Ternate di Provinsi Maluku Utara. Ternate pernah menjadi Ibukota sementara Provinsi Maluku Utara sampai dipindahkan ke Sofifi yang berada di Pulau Halmahera.
Kalau di Jawa Ternate ini sekelas dengan kabupaten saja dalam segi pembangunan kotanya. Penduduknya hanya 200 ribu lebih yang mayoritas muslim karena memang merupakan bekas Kerajaan Ternate dan Tidore yang muslim sejak berabad-abad yang lalu. Meski jalan-jalannya sempit, berkelok-kelok, dan naik turun tapi jalanannya mulus dan tidak ada yang berlubang.
Kota ini dulunya adalah bekas kerajaan Islam yang keratonnya sangat sederhana kalau dibandingkan dengan berbagai istana atau kraton kerajaan lain yang pernah kami kunjungi. Padahal Kerajaan Ternate (dan Tidore) dulu pernah jaya di Abad 15. Agama Islam masuk pertama kali di Tidore pada tahun 1471 (menurut catatan Portugis).
Tanah di kepulauan Maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang penting. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah dan pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku. Meski demikian mereka bersaing dalam perdagangan dan akhirnya diadu domba oleh Portugis agar berperang. Tapi belakangan mereka sadar bahwa mereka diadu domba dan mereka bersatu untuk mengusir Portugis dari Ternate dan Tidore.
Begitu mendarat di Bandara Sultan Babullah Ternate saya langsung cari taksi bandara untuk mengantar kami ke hotel. Ternyata bandara ini tidak punya transportasi resmi dan penumpang harus menggunakan mobil carter tidak resmi yang mahal biayanya. Hanya untuk antar ke hotel yang tidak terlalu jauh mintanya 150 ribu. Akhirnya saya sewa sekalian mobil untuk kami pakai selama 5 jam dengan biaya 400 ribu.
Agenda pertama kami adalah langsung cari resto untuk makan siang. Tentu saja yang kami cari adalah resto yang menyediakan menu ikan bakar. Kok kebetulan letak Resto Pondok Katu ini persis di sebelah hotel Emerald di mana kami menginap.
Biasanya kami pesan ikan cukup seekor untuk berdua. Kami pikir ikan di Ternate besar-besar. Lha wong ini kepulauan yang dikepung oleh lautan. To our surprise ketika dihidangkan ternyata ikannya kecil. Untuk seorang saja gak puas rasanya. Jadi akhirnya kami pesan satu porsi lagi. Untungnya ikannya segar dan sambalnya mantap. Kami makan cukup puas di sini.
Selesai salat kami lalu minta untuk diantar ke Fort Oranje atau Benteng Oranye.
BENTENG ORANYE
Benteng Oranye atau Fort Oranje adalah benteng peninggalan Belanda yang pertama dibangun di Indonesia. Benteng ini berdiri pada tanggal 26 Mei 1607, didirikan oleh Cornelis Matclief de Jonge dan diberi nama oleh Francois Witlentt pada tahun 1609 atau pada masa pemerintahan Sultan Mudafar. Nama awal benteng ini adalah Benteng Melayu karena benteng ini dibangun di atas benteng Portugis yang pada saat itu digunakan oleh orang Melayu.
BENTENG TOLUKKO
Benteng Tolukko atau juga dikenal dengan nama Benteng Hollandia dibangun pada tahun 1540 oleh seorang panglima Portugis. Bekas benteng ini kini dirawat menjadi sebuah taman kecil yang cantik. Benteng ini terletak di atas bukit menghadap lautan sehingga pemandangannya sangat indah. Benteng ini dulu digunakan sebagai pertahanan menghadapi bangsa Spanyol yang sedang menggempur pulau Ternate.
PANTAI SULAMADAHA
Pantai Sulamadaha adalah pantai berpasir hitam yang terletak di Desa Sulamadaha, sekitar 15 km dari Kota Ternate. Pantai ini berhadapan langsung dengan Pulau Hiri dan ramai didatangi keluarga-keluarga yang berekreasi mandi di tepinya. Selain itu di sebelah pantai Sulamadaha terdapat sebuah teluk dengan airnya yang bening dimana kita bisa langsung melihat koral yang ada di bawahnya. Di salah satu sisi dari pantai tersebut ada teluk yang dikelilingi pohon-pohon yang rindang. Katanya airnya bening dan jernih dan kita bisa melihat kehidupan bawah air dengan jelas. Kami baru sempat menuju kesana besoknya dengan naik ojek.
BATU ANGUS
Batu Angus adalah tumpukan sisa lahar letusan Gunung Gamalama yang telah berubah menjadi batu yang tampak seperti batu hangus terbakar.
Daerah Wisata Batu Angus Berjarak kurang lebih 10 kilometer ke arah utara dari pusat Kota Ternate. Tempat ini menyuguhkan bongkahan batuan yang bentuk dan warnanya hitam dan kontras dengan bebatuan di sekitarnya.
Batu-batu tersebut adalah bekas aliran lava yang membeku pada saat terjadi letusan Gunung Gamalama pada tahun 1907. Letusannya memuntahkan lava ke arah timur laut hingga menyentuh air laut dan membentuk batu-batu tersebut.
Daerah ini kini ditata menjadi tempat wisata yang menarik dan kita bisa menikmati keindahan dan pemandangan Gunung Gamalama yang menjulang tinggi. Bongkahan-bongkahan batu angus memanjang sekitar 2 km dan berakhir pada dinding tebing yang terjal berbatasan dengan laut bening yang membiru.
DANAU TOLIRE
Danau ini terletak di Ternate Utara, sekitar 10 kilometer dari pusat kota.
Menurut sejarah, letusan yang terjadi di kaki gunung menyebabkan terbentuknya Danau Tolire Besar. Danau ini sangat indah tapi sangat curam dan tidak bisa dituruni. Danau ini diameternya juga sangat luas sehingga jika kita melemparkan batu ke danau sekuat tenaga lemparannya tidak akan bisa mencapai tengahnya danau. Kita bisa mencoba melemparnya dengan membeli batu yang banyak dijual di pinggir danau seharga lima ribu rupiah untuk tiga kantung batu. Begitu sampai kita akan disambut oleh anak-anak yang menawarkan batu tersebut. Kami sempat melihat seekor buaya muncul di tepi danau cukup lama sampai akhirnya ia menyelam lagi.
DANAU NGADE
Lokasi wisata di Ternate yang sangat indah dan spektakuler adalah salah satu danau yang luar biasa cantik bernama Danau Ngade yang terletak di Desa Ngade. Jaraknya sekitar setengah jam naik motor dari kota. Danau Ngade ini berada dalam satu garis lurus dengan Pulau Maitara dan Pulau Tidore yang berada di horison.
Menurut saya Danau Ngade inilah pemandangan yang paling indah di Ternate. Dari perbukitan yang tinggi kita bisa melihat danau laguna, sekaligus pulau Maitara yang ikonik di Ternate. Tempat ini tampaknya dikelola oleh warga dengan menambahkan ayunan yang bisa digerakkan seolah kita melayang di udara. Ada juga platform yang dibangun sehingga kita bisa berfoto cantik dengan latar belakang pemandangan luar biasa tersebut. Sungguh tidak rugi mendatangi Ternate setelah tiba di lokasi ini. It’s really worth visiting. 👍🙏
TIDORE
Kota Tidore adalah salah satu kota di Pulau Tidore provinsi Maluku Utara. Kota ini memiliki luas wilayah 1.550,37 km²[2], yang menjadikannya kota terluas ketiga di Indonesia setelah Kota Palangka Raya dan Kota Dumai. Meski sangat luas tapi penduduknya kurang dari 50 ribu orang. Jadi kota ini terlihat sepi dan menyenangkan. 😊
Kota ini sudah terkenal sejak zaman penjajahan dahulu karena merupakan penghasil cengkeh dan pala sampai saat ini. Bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Tidore adalah pelaut dari Spanyol yang sampai ke Tidore tahun 1512.
Salah satu tokoh asal Tidore yang terkenal adalah Sultan Nuku yang juga telah diangkat sebagai pahlawan nasional. Nama tokoh ini juga diabadikan sebagai nama kapal perang KRI Nuku.
Untuk menuju pulau ini kita bisa naik kapal boat dari pelabuhan Bastiong dengan biaya Rp. 10.000,- dengan waktu tempuh hanya sekitar 15 menit.
Beberapa objek wisata yang ada di kota ini adalah Benteng Tahulla, Kedaton Tidore, dan Benteng Torre. Untuk mendatangi rempat-tempat tersebut kami menyewa mobil dengan biaya 250 ribu selama 4 jam keliling-keliling sampai puas dan kembali ke Pelabuhan Bastiong. Kota Tidore sangat bersih dan tertata rapih. Jelas sekali bahwa kota ini tertata baik dan penduduknya tampak cukup makmur.
Kami sebenarnya ingin menyeberang ke Pulau Halmahera untuk melihat Kota Sofifi yang kini menjadi Ibukota Propinsi Maluku Utara. Tapi kami dapat informasi bahwa Sofifi is not worth visiting dan sangat sepi. Infrastrukturnya juga masih belum lengkap dan bahkan pegawai gubernuran yang berasal dari Ternate lebih suka naik boat pp untuk bekerja ketimbang pindah dan menetap di Sofifi.
Sekian dulu. Besok kami akan ke Ambon sebagai ibukota Propinsi Maluku. 🙏😊