Sudah seminggu ini hidupku tidak tenang. Makan tak nyenyak tidur pun tak lahap. Begitu salah, begini salah. Rasanya tidak ada yang benar dari apa pun yang saya lakukan.
Penyebabnya?
Saya ditinggal istri umrah ke Tanah Suci.
Sudah seminggu ini istri saya berangkat umrah menemani our nanny. Mestinya mereka berangkat tahun lalu tapi nasib mereka kurang mujur karena masuk dalam barisan orang-orang yang tertipu oleh First Travel.😟 Akhirnya istri saya memutuskan untuk mendaftar lagi ikut travel haji dan umrahnya kerabat pimpinan Ponpes Hidayatullah Balikpapan. Tidak lama kemudian mereka sudah dipanggil untuk berangkat minggu lalu.
Lha kok saya tidak ikut umrah? Kan tujuannya adalah untuk mengantar dan menemani pembantu kami. Mosok yang mengantar lebih banyak daripada yang diantar (biasanya memang begitu sih). π
Beberapa tahun lalu istri saya juga mengantarkan pembantu kami yang di Balikpapan untuk umrah. Dia mengajak saya ikut tapi saya tidak mendapat ‘hidayah’ untuk umrah. Akhirnya istri saya mengajak Yubi, Si Sulung, untuk menemaninya. Seperti yang kami duga Si Sulung menjalankan tugas menemani mamanya dengan ogah-ogahan selama di sana.
Dulu ketika saya ditinggal umrah sebelumnya rasanya saya santai-santai saja. Tapi kali ini kok rasanya lain ya? Rasanya ada sesuatu yang hilang di hati saya. Saya benar-benar merasa kesepian dan tidak bisa ‘dislimurkan’ (apa bahasa Indonesianya ‘dislimurkan’ ya?). π Pokoknya semuanya serba ‘cemplang’ seperti makanan tanpa garam dan es campur tanpa sirup.
Selama seminggu ini sebenarnya saya juga sudah berupaya untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya. Saya ke mesjid lebih sering, jalan kaki rutin di kompleks (pernah malah dua kali sehari, yaitu pagi dan sore), membaca buku (ada empat buku saya tumpuk di nakas tempat tidur termasuk buku Chicken Soup for the Soul yang seri Think Positive), ketemu teman (bahkan mereka menginap di rumah), jalan-jalan dan belanja buku di Gramedia, nonton Liam Neeson The Commuter di XXI sendirian (sigh!), makan di berbagai resto, ikut jalan-jalan di Car Free Day Bungkul (dan ketemu Bu Risma sedang mempromosikan Puti Guntur Soekarno Putra ke masyarakat Surabaya), bersih-bersih rumah, nyuci, setrika, belanja, memberi makan kucing, pokoknya segala macam hal saya lakukan agar kehidupan saya berjalan sebagaimana biasanya. Tapi kok ya tetap ada yang hilang ya. Saya benar-benar merasa everything is not right. I miss my wife, a lot! π
Kalau saya pergi sendiri dan rindu sama istri sih biasa. Begitu juga sebaliknya. Tapi ini bukan sehari dua hari tapi lebih dari seminggu. Rasanya benar-benar seperti ditinggal umrah sama istri. 😄
Ternyata bukan hanya saya yang ‘mbanyaki dan mbebeki’ (don’t ask what it means), istri saya sendiri merasa sangat kehilangan dan bilang kapok umrah sendiri. Kali lain dia hanya mau umrah kalau dengan suami dan anak-anak. Umrah kali ini terasa berat sekali tanpa ditemani suami mau pun anaknya, katanya. Nah lo…! 😄
Setelah saya pikir-pikir ternyata saya ini tidak tegar samasekali. Tampang aja yang sangar tapi hati Rinto Harahap. Baru ditinggal istri seminggu saja sudah seperti orang kebingungan kena sihir Voodoo Afrika. Padahal badan sehat, uang banyak, mobil sedia, teman ada, tapi gairah untuk menikmatinya tak ada. Yok opo nek wis ngono iku? 😯 Saya sudah terlanjur bergantung pada istri selama ini. Begitu ditinggal istri seminggu saja langsung klepek-klepek. Seperti ikan Koi diletakkan di tanah.
Alhamdulillah, istri saya sudah mau pulang dan bakal berada di pelukan saya lagi. 😍 Membayangkan ini saja perasaan saya sudah mulai tenang.
Dari sini saya berpikir dan sekarang saya tahu alasannya mengapa banyak laki-laki yang pingin punya istri lebih dari satu. Mungkin mereka tidak mau klepek-klepek kalau ditinggal istri seperti saya. Kan sudah ada serep.