“Salah satu penyakit negeri ini yang mendasar, terlalu banyak orang yang tahu hanya apa yang seharusnya dan patut dikerjakan, tetapi hanya sedikit sekali orang yang mau berpikir dan bekerja untuk memecahkan persoalan. Di negeri ini terlalu banyak pakar-pakar yang bicaranya normatif, jadi semuanya menjadi pengkhotbah.” (Mar’ie Muhammad, 2005).
Saya langsung terhenyak begitu membaca pernyataan almarhum Mar’ie Muhammad ini. It’s so true…! Kita ini asyik mengomel dan protes tentang berbagai masalah yang timbul dan menunjukkan solusi dan jalan keluar yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah tapi kita sendiri tidak mau turun tangan untuk menanganinya. 🙁 Padahal kalau kita mau sedikit turun tangan maka masalah-masalah kecil di hadapan kita bisa kita tangani sendiri tanpa harus mengritik dan mengecam pemerintah. We just don’t want it. Dan itu memang penyakit.
Hari-hari ini saya asyik ngemil menikmati kumpulan tulisan almarhum Mar’ie Muhammad dalam bukunya “Ekonomi, Korupsi, dan Harkat Bangsa: Pikiran dan Sikap Birokrat Negarawan” yang diterbitkan oleh Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Buku setebal 433 halaman ini hadiah dari Mas Nanang Ahmad Rizali beberapa waktu yang lalu. Buku ini sangat menarik dan membuat saya seperti bertualang mengikuti pemikiran almarhum Mar’ie Muhammad selama menjadi birokrat di berbagai bidang ekonomi dan keuangan sehingga saya tidak ingin cepat-cepat menyelesaikannya.
Kadang saya hanya membaca satu atau dua artikel dan berhenti untuk mencerna dan membayangkan situasi yang digambarkan pada artikel tersebut. Saya hidup dan mengalami masa-masa chaos yang ditulis pada artikel tersebut sehingga semua peristiwa tersebut seolah hidup kembali dalam perspektif seorang birokrat negarawan. Setiap artikel yang ditulisnya benar-benar merupakan hasil pemikiran yang brilyan dari seorang ahli ekonomi dan keuangan terhadap masalah riil yang terjadi di masa itu. Sekedar info, beliau adalah mantan Mentri Keuangan di masa Presiden Soeharto. Beliau diberi gelar “Mr. Clean” karena perjuangannya memberantas korupsi di era-nya yang masih sarat dengan korupsi.
Saya pernah bertemu dengan beliau ketika diajak berkunjung ke kantor Masyarakat Transparansi Indonesia di Kebayoran Baru oleh Mas Nanang. Di situ jugalah saya bertemu dengan Sudirman Said (mantan Mentri ESDM) dan Anies Baswedan (mantan Mendikbud) dan berempat merumuskan Gerakan Indonesia Membaca (GIM) yang belakangan bermetamorfose menjadi Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Waktu itu saya hanya sempat dikenalkan dan bersalaman dengan beliau. Terus terang saya agak silau dengan orang-orang di MTI yang memang perkumpulan orang-orang hebat belaka. Salah satunya lagi yang saya ingat adalah Erry Riyana Harjapamekas yang Ketua KPK. Salah seorang tokoh yang tidak sempat saya temui dan kenal langsung adalah Cak Nur (Nurcholis Madjid).
Buku ini luar biasa mencerahkan bagi saya di bidang ekonomi, perbankan, dan keuangan. Saya bahkan berpikir bahwa buku ini selayaknya dijadikan buku bacaan wajib bagi mahasiswa ekonomi, keuangan, perbankan, dan akuntansi. Sangat rugi rasanya kalau mahasiswa jurusan tersebut tidak menyerap ilmu dan pengalaman seorang pemikir dan birokrat keuangan terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa ini. Buku ini ditulis berdasarkan kondisi dan situasi nyata dari seorang yang sangat ahli di bidangnya. Setiap artikelnya sungguh maknyus.
Sebelum ditanya saya sampaikan saja bahwa saya tidak tahu di mana bisa membeli buku ini. Buku ini katanya baru dicetak terbatas dan dibagikan pada kalangan terbatas juga pada acara di Financial Club, Agustus kemarin. Yang dapat buku ini Mas Nanang tapi entah mengapa justru dihadiahkan pada saya. Mungkin karena dia tahu bahwa saya punya waktu lebih lebih banyak untuk membaca.
Thanks again, Cak!
izin nanya mas, apakah mas sekarang tahu tempat untuk membeli buku ini dimana? saya memang sudah lama mencari buku ini tapi belum dapat, terima kasih