Tapi saya harus sampaikan bahwa pemerintah Indonesia TIDAK PERNAH PEDULI pada kemampuan dan ketrampilan membaca siswanya.
Silakan bantah saya… (dan tolong beri saya bukti sebaliknya)
(Tolong tunjukkan pada saya seperti apa kurikulum literasi kita yg ada dan mari kita lihat apakah kurikulum itu akan bisa memberikan bekal kemampuan dan ketrampilan membaca dan menulis anak-anak kita atau tidak)
Mengapa saya mengatakan demikian�! Karena selama ini kita tidak pernah memiliki kurikulum membaca dan menulis bagi siswa kita. Kurikulum kita adalah pembelajaran Bahasa Indonesia. Tentu saja ini berbeda dengan kurikulum di negara lain yang benar-benar peduli pada pentingnya kemampuan literasi anak-anak mereka.
Coba bandingkan dengan kurikulum negara lain. Negara lain benar-benar paham betapa pentingnya kemampuan dan ketrampilan membaca bagi anak-anak mereka sehingga mereka memberikan porsi yang sangat besar pada pembelajaran membaca dan menulis pada kurikulum mereka. Pada kurikulum negara lain mata pelajaran mereka di tingkat dasar bukanlah āBahasa Inggrisā melainkan āMembacaā dan āMenulisā. Pada kurikulum kita mata pelajarannya adalah āBahasa Indonesiaā dengan fokus pembelajaran mengenai teori-teori tentang kebahasaan atau gramatika dan bukan melatih siswa untuk menguasai ketrampilan membaca atau menulis..
Pemerintah memang abai soal kemampuan dan ketrampilan literasi siswa.
Tapi apakah seluruhnya adalah kesalahan pemerintah? Menurut saya para intelektual, khususnya yang ada di perguruan tinggi juga memiliki andil yang lumayan besar dalam hal ini.
Selama ini sudah banyak Seminar Literasi di mana-mana tapi setelah itu boleh dikata sama sekali tidak ada tindak lanjut dari seminar tersebut. Seminar itu seolah jadi ajang pertunjukan kemampuan menulis makalah yang indah dan bermutu akademik tinggi tapi tidak untuk diterapkan di lapangan. Saya seringkali terganggu oleh fakta tersebut. Dalam seminar kita akan memperoleh pemikiran-pemikiran hebat dari para pemakalah. They are experts on writing beautiful, academic, and sophisticated papers.
Tapi ya hanya sampai disitu. Tidak ada upaya untuk menindaklanjuti agar menjadi sebuah program atau gerakan yang akan dapat menjadi solusi dari permasalahan di lapangan. Makalah, paper, tesis, dan disertasi adalah senjata ampuh untuk menyelesaikan segala masalah di seminar. Tapi tidak di kelas atau di lapangan. Segala solusi hebat tersebut hanya berlaku di acara seminar dan setelah itu semua pemikiran hebat tersebut dibukukan dan disimpan baik-baik di perpustakaan atau rak buku. Thatās all.
Kita sudah menghasilkan banyak sekali pemikiran tentang betapa pentingnya literasi dan itu semua kita bukukan dengan indah dan kita pamerkan ke mana-mana. Kita bangga bahwa pemikiran kita tentang rendahnya budaya baca bangsa dan bagaimana untuk mengatasinya dihargai sekian kredit dalam seminar dan bahkan dibukukan dengan keren. Tapi hanya sebatas itu yang kita kerjakan. Kita tidak benar-benar mengaplikasikan teori-teori indah kita di kelas-kelas dan kita lihat benar efektifitasnya. Kita tidak melakukannya karena kita merasa bahwa itu bukan tugas kita. Itu adalah tugas pemerintah.
Para intelektual kita benar-benar hanya hidup di menara gading yg terpisah sangat jauh dari kenyataan yg terjadi di kelas-kelas di mana anak-anak kita belajar
It hurts me sometimes…
Surabaya, 12 Oktober 2015
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com