Saya sedang berada di hotel Laras Asri Salatiga pagi ini karena akan memberikan presentasi literasi pd ortu di SMAN 2 Salatiga. Ketika akan sarapan saya melihat tulisan di info board ttg tamu grup hotel saat itu. Disitu tertulis : Disdikprov Jateng dan Undip Keuangan. Undip Keuangan…?! Apa yg dilakukan oleh bagian keuangan Undip di hotel ini…?!
Kalau Disdikprov melakukan kegiatan di hotel maka saya masih bisa memahaminya. Bukankah pesertanya datang dari berbagai kota dan kabupaten sehingga jika kegiatan berlangsung beberapa hari maka mereka perlu menginap di hotel? Tapi jika itu staf keuangan sebuah universitas yg berlokasi di Semarang lantas mengapa mereka harus mengadakan rapat dan kegiatan di Salatiga dan perlu menginap di hotel segala? Bagaimana kita memahami praktik semacam ini?
Saya yakin bhw negara membolehkan praktik semacam ini karena tidak mungkin Undip akan melakukan hal ini jika tahu bhw hal ini tidak diperbolehkan. Saya juga yakin bahwa bukan hanya Undip yg melakukan praktik semacam ini, menyewa hotel utk melakukan pekerjaan sehari-hari yg semestinya bisa dilakukan di kantor. Mungkin hampir semua PTN (dan juga beberapa PTS) juga melakukan hal yg sama, melakukan pekerjaan rutin sambil menikmati kenyamanan sebuah resort and spa yg nyaman macam di Laras Asri Salatiga ini.
Tapi entah mengapa tiba-tiba saya merasa terganggu (apa saya mengalami menopause ya? :-)). Tiba-tiba saya merasa hal ini sebagai sebuah pemborosan dari sebuah perguruan tinggi yg dibiayai habis-habisan oleh negara dan juga masih dibiayai oleh ortu mahasiswa yg seringkali harus jungkir balik utk membiayai perkuliahan anaknya.
(Masyarakat masih mengeluhkan tingginya biaya kuliah bagi anaknya dan bagian keuangan PTN mengerjakan tugasnya di sebuah resort and spa…?!)
Saya tiba-tiba teringat pada perti-perti yg pernah saya kunjungi di India. Begitu sederhana tapi begitu bermutu tinggi. Bahkan rektornya berbusana begitu sederhana sehingga saya tidak menduga bahwa ia seorang rektor. Saya yg datang dg jas lengkap jadi merasa seperti monyet pertunjukan.
Ada beberapa lembaga pemerintah dan perti yg saya kunjungi.
Selain ke NCERT yg direkturnya baru tersebut (seorang professor wanita yg penampilannya begitu sederhana sehingga mencengangkan istri kami yg ikut hadir), kami berkunjung ke beberapa kampus yaitu ke Amity University di Uttar Pradesh, sekitar 1 jam perjalanan dr New Delhi, International Information Institute of Technology-Bangalore (IIIT-B), International Institute of Management (IIM) dan Dayananda Sagar Institute (DSI) di Bangalore.
India jelas raksasa dalam banyak hal termasuk dalam pendidikan. Perti di India juga jelas lebih maju ketimbang perti di Indonesia. Kuliah mereka sepenuhnya dalam bahasa Inggris karena tidak mungkin menyelenggarakannya dalam bhs lokal yg begitu banyak jumlahnya. Hal ini membuat mereka dengan mudah mengakses dan memberi kontribusi pada dunia akademik secara langsung tanpa hambatan bahasa sama sekali. Buku-buku sangat murah dan perpustakaan mereka besar dan komplit. Bahkan toko buku di kampus pun menjual buku-buku yg begitu lengkap sehingga Pak Son, mantan Atdikbud yg kini digantikan oleh Prof Iwan Pranoto, yg dosen bidang Robotik di Fakultas Elektro ITS memborong buku-buku tentang Engineering Control yang katanya sulit didapatkan di Indonesia. Itu pun harganya sangat murah. Para professor dan PhD mereka rata-rata lulusan AS dan Inggris atau punya pengalaman bekerja di LN. Bahkan katanya saat ini satu di antara lima CEO perusahaan raksasa dunia di AS adalah orang India. Jadi eksekutif India benar-benar sudah mendunia. Meski demikian, penampilan para pejabat kampusnya sangat sederhana dan bersahaja. Bahkan tidak ada mobil dinas yg sedan. Semuanya mobil mungil berwarna putih merk Tata yg mungkin cocok untuk anak pelajar.
Apakah kampus yg saya kunjungi melarat dan tidak punya biaya operasional utk menyelenggarakan kegiatan di resort and spa atau memberikan kenyamanan bagi pejabatnya? Tidak. Mereka bahkan sangat kaya.
NIIT adalah sebuah perusahaan terbuka yg memiliki banyak bidang usaha. Ia dibangun pd tahun 1981 sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan IT di Mumbai (dulu Bombay) dan Chennai (dulu Madras). Lembaga ini berkembang begitu cepat dan punya cabang di Bangalore, New Delhi, Kolkata, Hyderabad, Pune, dll. Saat ini NIIT telah berkembang menjadi perusahaan dan institusi berbagai macam dan punya cabang di 40 negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 1993 penghasilan internasionalnya saja mencapai Rs 50 juta dan dijadikan PT yg sahamnya dijual ke umum (berkembang menjadi US$ 224.1 juta pada tahun 2009). Pada 1997 NIIT berkolaborasi dg pemerintah China utk menyediakan pendidikan TI di China. NIIT juga berhasil mendapatkan status khusus di Malaysia Multimedia Super Corridor. Pada 2006 NIIT berhasil mendapatkan proyek jutaan dollar dengan berpartner dengan Singapore’s Defence Science and Technology Agency (DSTA) utk menyediakan pengembangan outsourcing pd pemerintah Singapore. Perusahaan-perusahaan TI raksasa macam Microsoft, Sun Microsystems, Intel, dll tidak segan-segan utk menjalin kerjasama pelatihan dg NIIT. Saat ini NIIT telah menjadi perusahaan TI, Business Process Outsourcing, Banking, Finance and Insurance, dll dengan jumlah siswa sekitar 5 juta orang setahun! Meski demikian besarnya NIIT masih bersedia utk mendatangi kami di kantor Kedubes Indonesia sekedar utk mempresentasikan dirinya dan mengajak kami bekerjasama.
The International Institutes of Information Technology-Bangalore (IIIT-B) didirikan oleh pemerintah Karnataka dan industri IT pada tahun 1999. Model pendidikannya unik karena memadukan antara pendidikan, riset, dan interaksi dg dunia industri sehingga memadukan budaya akademis dan budaya perusahaan. Pada tahun 2007 IIIT-B mendapatkan penghargaan sebagai Best IT Export Award atas program innovative employment-nya.
Kampus lain yg kami kunjungi adalah DSI yg merupakan kampus dari beberapa institusi pendidikan seperti Academy of Technology, Business Academy, Business School, College of Engineering, College of Management and Information Technology, College of Pharmacy, dan Institute of Technology. DSI menyelenggarakan baik program courses, diploma, undergraduate, master degree, dan doctoral programs.
DSI berdiri pada tahun 1979 di atas 32 hektar tanah di Bangalore Selatan yg berbukit dan memiliki banyak mahasiswa asing. DSI bermitra dengan banyak universitas di AS, Inggris, China, Nepal, Finlandia dan United Arab Emirates. Selain program Diploma 3 tahun, DSI juga menawarkan belasan program Degree (Sarjana) dan program Master. Programnya begitu beragam mulai dari teknologi, enjinering, pendidikan, TI, administrasi dan bisnis, kesehatan, keperawatan, manajemen hotel, sampai teater, seni dan musik.
Semua kampus tersebut memiliki fasilitas, sarana-prasarana, dan mutu pendidikan yg tinggi meski biaya pendidikan mereka jauh lebih rendah daripada perti yg sama di negara lain. Best Quality with the Lowest Price, itu prinsip mereka.
Bagaimana mereka bisa mengembangkan lembaga mereka sehingga bisa begitu kaya tapi tetap berlaku begitu sederhana dan bersahaja? Menurut staf atdikbud yg saya tanyai itu karena sikap nasionalisme mereka yg begitu tinggi. Mereka menganggap perjuangan kemerdekaan India masih belum selesai dan mereka masih harus bersikap prihatin.
Nasionalisme dan sikap prihatin…?!
Kata-kata ini rasanya sudah lama kita tinggalkan.
Mengunjungi perti-perti hebat di India memang mengubah pandangan saya ttg bagaimana mengelola pendidikan negeri ini. Apa yg semula saya anggap sebagai hal yg wajar berubah menjadi sebuah hal yg berlebih-lebihan.
India telah ‘merusak’ saya….
Salatiga, 15 Agustus 2014
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com