HARI 1 : NANNING
Tujuan wisata pertama kami adalah kota Nanning, ibukota provinsi Guangxi. Perjalanan pesawat Sichuan Airlines yg kami tumpangi dr Jakarta ke Nanning memakan waktu sekitar 4,5 jam. Cukup membosankan. Terutama karena tidak ada hiburan musik atau film seperti yg kita temui kalau naik Garuda. Kami tiba di Bandara Wuxu International Airport yang berlokasi di Kota Wuxu, sekitar 31 kilometer dari pusat Kota Nanning, ketika senja telah turun. Tapi, seperti biasa, antrian pemeriksaan imigrasi, pencarian koper, perjalanan ke hotel, pembagian kamar hotel dan antri naik lift menyita banyak waktu kami (Hotel Vienna dimana kami menginap memiliki 17 lantai). Apalagi kami berangkat dalam rombongan besar yg tentu lebih menyita waktu. Rencana utk jalan-jalan di sekitar hotel sambil menikmati malam pertama di China jadi bubar karena kami telah kelelahan. Setelah sholat jamak Maghrib dan Isya saya langsung tidur.
Nanning, yg jumlah penduduknya diperkirakan 7 juta, dikenal dengan sebutan little Hongkong karena banyaknya bangunan modern dan Kota Nanning memang dikenal sebagai kota yang memiliki banyak bangunan pencakar langit. Gedung tertinggi di Nanning, yaitu World Trade Center memiliki ketinggian lebih dari 250 meter. Di kala malam lampu kota membuat Nanning tidak kalah indah dengan Hongkong di kala malam. Meski demikian Nanning juga dikenal sebagai Green City karena keasriannya dan karena banyaknya pepohonan. Sepanjang perjalanan dari bandara ke hotel saya melihat taman-taman kota yg tertata rapi meski tidak seindah kota Beijing.
Ada yg berpendapat bahwa Nanning adalah Indonesian Town di China. Konon, kota ini dulunya adalah kota penampungan bagi para Hua Qiao (orang keturunan China) yang mengalami pengusiran dari Indonesia sekitar tahun 1965. Hal ini membuat banyak orang tua di kota ini bisa berbahasa Indonesia dengan logat Jawa, Cirebon, dan Sunda. Beberapa anak mudanya juga mengerti bahasa Indonesia secara pasif.
Saat malam Imlek, katanya bahkan ada acara TV yg membawakan lagu-lagu Indonesia lama seperti Bengawan Solo dan Nona Manis dengan penyanyi yg mengenakan kebaya. Bahkan konon setiap tahun ada lomba tari-tarian khas Indonesia khususnya lagu dangdut yang katanya pesertanya sampai ratusan orang. Itu artinya budaya Indonesia punya jejak di Nanning sejak lama dan mungkin Rhoma Irama punya penggemar fanatik juga disana.
Nanning juga dinyatakan sebagai Kota ASEAN karena Nanning menjadi penghubung antara Cina dan negara-negara ASEAN. Bandara Wuxu International Airport ramai dikunjungi warga ASEAN. Apalagi jarak antara Nanning dengan Vietnam hanya 160 kilometer dan bisa dicapai lewat darat. Bandara Wuxu International Airport termasuk kecil dibandingkan bandara kota-kota besar di China lainnya. Meski demikian sangat bersih dan asri.
Waktu China lebih cepat satu jam dibandingkan waktu Surabaya. Jadi ketika jam tangan saya menunjuk angka jam 9 malam maka itu berarti di China sudah jam 10. Tidak ada pembagian waktu yg berbeda di China. Berlaku waktu yg sama di seluruh China.
Pagi hari ketika matahari masih malu-malu utk bangun kami sudah keluar dari hotel utk jalan-jalan ke sekitar hotel. Kebetulan hotel Vienna terletak dekat pasar tradisional yg besar. Kami blusukan masuk ke pasar tempat orang-orang berjualan buah-buahan, daging, tahu, dll. Karena Nanning terkenal dengan sambal botolnya maka kami membeli satu botol kecil sambal dengan harga 2,5 yuan (kurang dari 5 ribu rupiah). Dari sini saja kami tahu bahwa harga di Nanning lebih murah drpd di Surabaya. Soalnya sebelum berangkat kami sempat membeli beberapa sambal botol berbagai rasa dg harga sekitar 13 ribu rupiah perbotolnya. Tapi ternyata rasanya kalah jauh dengan sambal botol Surabaya. Akhirnya sambal botol buatan Nanning kami pensiunkan dini dan kami makan sambal Ikan Peda buatan Surabaya yg luar biasa enaknya.
Pagi ini kami akan menyusuri highway dari Nanning ke Guilin yg berjarak sekitar 5 jam perjalanan. Tapi perjalanan ini akan menyenangkan karena jalannya sangat mulus dan pemandangannya sangat indah.
Ok. Sampai jumpa di kisah perjalanan berikutnya ya…! (kalau saya gak malas nulis).
Nanning, 26 Oktober 2013
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com
Sabtu kemarin 50-an orang Penerbit dari Nanning berkunjung dan berpameran di Jakarta. Saya terlambat baca kisah perjalanan pak Satria tentang orang Indonesia yang terkena ppX kembali ke Nanning dan sampai sekarang masih berbahasa Indonesia.
Ruginya, karena hal ini tdk saya tanyakan, karena pasar buku Indonesia (tanpa harus diterjemahkan ke aksara China) tentu saja lumayan.
MOU antara IKAPI dan Guang XI sudah ditandatangani dan Indonesia bersiap membaca buku-buku seni budaya dari Nanning