
Indonesia dan Malaysia ternyata memiliki pemikiran yang sama dalam masalah pendidikan, yaitu mereka merasa bahwa pendidikan mereka telah tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju. Dan, meski tidak pernah berhubungan satu sama lain, ternyata mereka berpendapat sama bahwa satu-satunya cara untuk mengejar ketertinggalan tersebut adalah dengan membuat program sekolah bertaraf internasional. Malaysia telah merasakan ketertinggalan tersebut sejak 2003 dan akhirnya Dr Mahathir mengeluarkan sebuah program yang disebut PPSMI (Pengajaran dan Pembelajaran Sains dan Matematik dalam Bahasa Inggeris) . Pemerintah Indonesia menyusul pada tahun 2007 pada jaman Mendiknas Bambang Budiono dengan program bernama SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) yang dilaksanakan dengan pola rintisan lebih dahulu sehingga dikenal dengan program RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Intinya sama, yaitu penggunaan bahasa Inggris dalam mengajarkan Sains dan matematika
Apa kesamaan dan perbedaan antara kedua program tersebut?
ALASAN YANG MELATARBELAKANGI
Alasan yang melatarbelakangi munculnya program PPSMI di Malaysia adalah karena Dr Mahathir menganggap bahwa Malaysia makin ketinggalan dalam arus globalisasi. Ia beranggapan bahwa jika Sains, Matematika, dan bahasa Inggris dikuasai maka ini akan memberi kelebihan kompetitif kepada Malaysia, sebagaimana Singapura dan India yang semakin melangkah ke depan karena penguasaannya pada bahasa Inggeris.
Alasan yang dikemukakan oleh pemerintah Indonesia kira-kira sama yaitu agar Indonesia tidak semakin tertinggal dari negara-negara maju. Redaksinya adalah untuk meningkatkan kualitas dan daya saing lulusan di tingkat regional dan internasional Dan untuk itu perlu mengikuti apa yang dilakukan oleh negara-negara OECD (kemudian direvisi sehingga tidak lagi mengacu ke negara-negara OECD).
UNTUK SIAPA PROGRAM TERSEBUT?
Berbeda dengan Indonesia yang membuat program RSBI ini khusus bagi anak-anak terbaik (cream of the cream) di seluruh Indonesia, Malaysia melakukan program tersebut bagi semua sekolah baik yang dikota maupun yang berada di pedesaan. Tidak ada perbedaan perlakuan. Semua berhak untuk memperoleh program prestisius ini.
Untuk mengurangi tingkat kegagalan program ini sebenarnya pemerintah Indonesia telah mengantisipasinya dengan memilih sekolah-sekolah terbaik di seluruh daerah di Indonesia untuk dijadikan model. Sampai berakhirnya program ini telah terpilih sekitar 1300-an sekolah terbaik di seluruh Indonesia. Tidak jelas benar bagaimana kriteria pemilihan sekolah tersebut karena sekolah-sekolah tersebut memang ditunjuk tanpa ada seleksi sebelumnya.
KESIAPAN GURU DAN KEMAMPUAN BERBAHASA INGGRIS
Secara infrastruktur dan SDM Malaysia jelas jauh lebih siap daripada Indonesia. Bahasa Inggris adalah bahasa kedua di Malaysia (bahasa Inggris adalah bahasa asing di Indonesia dan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua di Indonesia). Ketika saya berkunjung ke sekolah-sekolah di Malaysia sampai ke Sabah dan Serawak untuk mengamati program ini ternyata para guru Sekolah Rakyat (SD) mereka mampu berbahasa Inggris dalam menjelaskan pelajaran dengan baik dan siswa yang saya tanyai juga menjawab bahwa mereka bisa memahami apa penjelasan guru dalam bahasa Inggris. Waktu itu saya langsung berkata, Ini luar biasa ! Program ini saya yakin akan mengantarkan Malaysia menjadi negara maju dunia.
(Tapi ternyata saya salah..)
Sekedar untuk diketahui, pada tahun 2003 ketika saya berkeliling di banyak sekolah di Malaysia (dan Brunei) mayoritas sekolah (utamanya sekolah swasta) di kota besar Malaysia menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Para guru Malaysia banyak yang bergelar MA dan PhD lulusan luar negeri dan bahasa Inggris mereka membuat saya yang lulusan jurusan bhs Inggris menjadi minder. Pokoknya soal bahasa Inggris Malaysia jauh di atas kita.
Bagaimana dengan Indonesia?
Jelas sekali bahwa guru-guru kita tidak mampu berbahasa Inggris, apalagi harus mengajar dalam bahasa Inggris. Hal ini dijelaskan dengan sangat baik oleh Iwan Syahril dalam tulisannya Mungkinkah Guru Indonesia Menggunakan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Pengantar? Berdasarkan hasil penelitian dan kajian di bidang bahasa adalah tidak mungkin guru Indonesia mengajar menggunakan bahasa Inggris. Tapi karena mereka dipaksa untuk menggunakan bahasa Inggris maka yang terjadi adalah akrobat penggunaan bhs Inggris yang menggelikan sekaligus menyedihkan, umpamanya menerjemahkan Tiada Hari Tanpa belajar menjadi No Learning No Day, Sekolah Tempat Menuntut Ilmu, Perpustakaan adalah Tempat Membacaku menjadi School Place of Studying, Library of Place of Reading Me
Jadi darimana pemerintah Indonesia memperoleh keyakinan sebaliknya dan yakin bahwa program SBI ini akan berhasil? Tidak jelas benar karena memang tidak ada kajian akademik yang disampaikan oleh Kemdikbud sampai terakhir program ini ditutup oleh MK.
Evaluasi Balitbang sendiri sebetulnya juga menyimpulkan bahwa penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas justru lebih menyulitkan guru menyampaikan materi dan membuat mereka stress. Komunikasi yang efektif dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak digantikan oleh penggunaan bahasa Inggris yang kacau balau dan bahkan menjadi olok-olok oleh siswa sendiri. Hal ini jelas sekali menyulitkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru yang berbahasa Inggris berlepotan sehingga mereka terpaksa harus ikut les lagi di luar sekolah agar dapat memahami materi yang diajarkan.
Berdasarkan survei tersebut ternyata mutu sekolah RSBI tidak lebih istimewa daripada sekolah reguler (Kompas, 18 Februari 2012). Prof Fasli Jalal, mantan Wamendiknas, pada Simposium British Council beberapa waktu yang lalu memaparkan bahwa program RSBI yang telah berjalan di 1300-an sekolah RSBI tidak berhasil membuat perbedaan signifikan dalam mutu sekolah. Untuk beberapa skor, termasuk Bahasa Inggris, siswa dan guru sekolah reguler bahkan lebih unggul. (Siswa RSBI 7,05 reguler 8,18; Guru bhs Inggris SMP RSBI 5,1, Reguler 6,2). Ini sejalan dengan hasil penelitian Hywell Coleman yang menyatakan in many cases do not result in better school-performance. Jadi sekolah-sekolah yang semula adalah sekolah berkualitas A ternyata setelah menjadi sekolah RSBI lantas prestasinya menjadi jeblok. Ini bukti nyata bahwa sebenarnya program (R)SBI ini sudah gagal untuk meningkatkan mutu sekolah.
Peneliti dari University of Leeds, Hywell Coleman, pernah menulis makalah tentang RSBI dengan judul yang sangat provokatif Indonesias International Standard Schools :What are they for? dan Are International Standard Schools Really a Response to Globalisation? . Coleman mengritik habis kebijakan penggunaan bahasa Inggris di kelas Indonesia yang dianggapnya tidak realistis dengan pernyataan The purpose of the schools is ambiguous dan the purpose of teaching other subjects through English is unclear. Bahkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Inggris secara salah kaprah ini memakan korban kompetensi berbahasa Indonesia siswa kita. The consequences for other languages in Indonesia are potentially serious : competence in the national language (Bahasa Indonesia) is likely to decline. Coleman juga menengarai dampak negatif lainnya pada siswa yaitu bahwa program ini menimbulkan prilaku sosial yang negatif antara siswa RSBI dan yang non-RSBI. (The international standard schools appear to give rise to negative social attitudes between their pupils and those who study in mainstream schools) . Pada konferensi Internasional bertema Language, Education, and Millenium Development Goals (MDGs) pada 11 November 2010 di Bangkok, Thailand. Danny Whitehead, Head of English Development British Council menyimpulkan, Bahwa penggunaan bahasa asing di sekolah-sekolah di Indonesia yang berstatus rintisan internasional dinilai tidak efektif. Sebabnya adalah tidak ada standar pengajaran yang jelas sehingga masing-masing guru di setiap sekolah mengajar materi berbeda-beda dengan metode pengajaran yang berbeda pula (Mudjia Rahardjo : 2012).
S. Hamid Hasan, ahli evaluasi dari UPI mengatakan dengan skor 0-9, perbedaan skor siswa dan guru RSBI dengan sekolah reguler yang berselisih maksimal 1 poin belum menggambarkan peningkatan mutu yang berarti . Penyebab utamanya jelas pada mutu gurunya yang tidak terbangun sesuai dengan harapan. Ada fakta yang semakin menguatkan yaitu bahwa hasil Ujian Nasional baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak sekolah-sekolah berstatus RSBI ternyata hasil UN-nya lebih rendah daripada sekolah-sekolah reguler lainnya. Banyak siswa RSBI yang bahkan tidak lulus dalam Ujian Nasional tahun 2010. Ini adalah fakta keras yang menunjukkan bahwa program RSBI ini telah menghancurkan best practice dan menurunkan mutu sekolah-sekolah terbaik yang dijadikan sekolah RSBI.
BUKU DAN MATERI PELAJARAN
Malaysia sebetulnya tidak main-main dengan program PPSMI ini. Buku-buku berbahasa Inggris ditulis dan dibuat dengan sangat bagus dan menarik. Mereka menyiapkan segala sesuatunya sebagai berikut : Buku Teks (Textbook): Buku Teks disediakan untuk murid sebagai sumber untuk mendapatkan pengetahuan tentang konsep dan kemahiran dalam pembelajaran sains dan matematik. Buku Latihan dan Aktiviti (Activity Book): Buku Latihan dan Aktiviti (BLA) semacam LKS (Lembar Kerja Siswa), Buku Panduan Guru (Teacher’s Guide): Buku Panduan Guru disediakan untuk guru sebagai sumber rujukan dan panduan supaya memudahkan guru merancang dan melaksanakan pengajaran dan pembelajaran secara menarik, MyCD (Pupil’s CD-ROM): MyCD untuk murid yang bertujuan memperkuat pemahaman murid berkaitan konsep sains dan matematik yang telah mereka pelajari melalui media multimedia. Kandungan MyCD adalah Latihan dan Aktiviti secara interaktif, permainan, simulasi dan e-ujian, CD-ROM Guru (Teacher’s CD-ROM): CD-ROM Guru bertujuan membantu guru dalam merancang dan melaksanakan P&P sains dan matematik, Buku Amali Sains (Science Practical Book): Buku Amali Sains diterbitkan untuk memastikan mata pelajaran Sains diajar secara praktek dan bukan hanya secara teori, Buku Glosari: Buku Glosari Sains dan Matematik adalah bahan rujukan guru dan murid untuk mengenal sesuatu istilah melalui definisi dan penggunaan istilah tersebut dengan lebih tepat. Jadi mereka memang mempersiapkan diri dengan sangat baik.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Tak ada buku standar yang baku untuk program ini dan sekolah dipersilakan menggunakan buku apa saja yang disediakan oleh penerbit yang sigap melihat peluang ini.
PEMBIAYAAN
Meski telah menyiapkan segala sesuatunya dengan sangat baik dan lengkap tapi pemerintah Malaysia sama sekali tidak membebankan biaya kepada siswanya. Semua biaya program yang prestisius ini dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Gratis sepenuhnya !
Bagaimana dengan Indonesia?
Karena berprinsip ana rega ana rupa maka pemerintah Indonesia mengkomersialkan program RSBI-nya dan sebagian besar pembiayaan program ini dibebankan pada orang tua. Sekolah RSBI ini akhirnya memang pembiayaannya sebagian besar dibebankan pada orang tua. Pada jenjang SMP pembiayaan terbesar memang dari orang tua dan bahkan pada jenjang SMA mencapai 78%
! Dan ini jelas-jelas merupakan bukti privatisasi pendidikan publik dengan menyerahkan pembiayaan terbesarnya pada orang tua.
Selain itu pungutan dana dalam jumlah besar tersebut tidak jelas mekanisme penggunaannya. Begitu juga dengan dana dari pemerintah yang masuk ke kas sekolah. Tidak ada sistem pelaporan yang jelas. Ringkasnya, program ini memang rawan penyelewengan karena tidak ada mekanisme pengaturan pemungutan, penggunaan maupun pelaporannya. Sekolah dengan bebas menetapkan jumlah sumbangan bagi setiap siswa yang akan masuk ke sekolahnya meski tak ada satu pun peraturan yang melandasinya. Sekolah juga bebas menggunakan dana yang diperolehnya baik dari pemerintah mau pun dari orang tua karena memang belum diatur dengan sistem yang benar.
Tingginya angka-angka pembiayaan sekolah di sekolah RSBI ini akhirnya membuat sekolah RSBI ini tidak dapat diakses oleh semua siswa. Anak-anak pintar tapi miskin akhirnya tersingkir dari sekolah-sekolah terbaik di daerah masing-masing, meski pemerintah sekuat tenaga menyatakan bahwa mereka mengalokasikan 20% jatah untuk siswa-siswa miskin. Faktanya hanya 11% siswa miskin yang mendapat jatah masuk ke sekolah ini. Dan kebijakan inilah salah satu alasan yang akhirnya membuat program ini digugat ke MK. Meski digugat pemerintah masih tidak merasa bersalah dengan kebijakan ini dan mengerahkan semua kapasitasnya untuk mempengaruhi MK.
EVALUASI PROGRAM
Untuk mengevaluasi apakah program mereka berhasil sesuai dengan yang dicita-citakan atau tidak pemerintah Malaysia melalui Kajian Permuafakatan Badan Ilmiah Nasional (Pembina) melakukan riset serius secara akademik.
Riset evaluasi program ini melibatkan 53 pakar bahasa dan melibatkan tujuh universitas dan dilakukan sejak bulan Juni hingga Desember 2008. Universitas yang terlibat diantaranyaUniversiti Putra Malaysia, Universiti Teknologi Malaysia, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Universiti Sains Malaysia dan Universiti Teknologi Mara.[11]. Riset ini melibatkan 15,089 orang berbagai jenis dan tingkatan sekolah dari berbagai kota di seluruh Malaysia. Sejumlah 553 guru termasuk kepala sekolah, guru besar dan guru dipilih sebagai sampel bagi kajian yang dijalankan selama tujuh bulan ini.
Hasilnya ?
Dari riset skala besar yang melibatkan pakar dari sembilan universitas negeri di Malaysia dan lebih dari 15 ribu siswa ini ternyata program PPSMI ini tidak menghasilkan apa yang diharapkan pencetusnya. Yang bisa survive hanya sekolah yang berada di kota besar dan sekolah berasrama di kota; jenis sekolah lainnya nyaris tanpa ampun terjadi degradasi penurunan mutu. Jadi alih-alih akan meningkatkan mutu pembelajaran Matematika dan IPA SECARA NASIONAL yang terjadi justru sebaliknya. Yang terjadi adalah kemerosotan kualitas pembelajaran MIPA pada siswa. menimbulkan kerugian berganda kepada kepada murid, terutama kepada 75 % murid yang tergolong dalam kategori pencapaian sederhana dan lemah dalam tiga mata pelajaran, Bahasa Inggeris, Sains dan Matematik. Selain itu disimpulkan bahwa PPSMI hanya mampu menunjukkan peningkatan minimum kepada penguasaan bahasa Inggeris sebanyak 4% (empat persen) dan justru membunuh minat, semangat dan kegairahan murid-murid untuk belajar Sains dan Matematik sejak di peringkat SD.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia tidak melakukan riset seserius Malaysia dan cukup mengandalkan Balitbang Depdikbud untuk mengevaluasi program RSBI-nya. Meski demikian dari hasil riset Balitbang ini diperoleh temuan-temuan yang sudah bisa ditebak. Berdasarkan paparan Fasli Jalal, Wamendiknas, pada Simposium British Council di Hotel Atlet Century, Senayan Jakarta pada 9-10 Maret 2011 yang lalu program RSBI yang telah berjalan di 1300-an sekolah di seluruh Indonesia ini ternyata tidak mungkin bisa berhasil. Dari hasil studi pada 600 guru RSBI ternyata kemampuan bahasa Inggris mereka 50,7% berada pada taraf Novice yang artinya lebih rendah dari taraf Elementary dan yang Elementary sebanyak 32,1%. Artinya bahwa kemampuan para guru RSBI ini 80% lebih sangat mengenaskan. Bagaimana mungkin guru yang pemahaman bahasa Inggrisnya saja sama dengan orang yang baru belajar bahasa Inggris tiba-tiba diminta untuk mengajar menggunakan bahasa tersebut? (Sila lihat paparan Wamendikbud di http://www.slideshare.net/SatriaDharma/paparan-wamendiknasdi-british-council-9-march-2011)
Hasil kajian Balitbang ini akhirnya membuat pemerintah memutuskan untuk tidak membuka ijin baru bagi sekolah RSBI.
“Ternyata sekolah bertaraf internasional tidak sederhana. Ini perjalanan panjang yang wajahnya sampai sekarang belum jelas. Karena itu, kami belum berani menyebut sekolah bertaraf internasional (SBI), tetapi masih rintisan SBI. Untuk itu, pemerintah menahan dulu pemberian izin baru RSBI,” kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, dalam acara “Simposium Sistem RSBI/SBI: Kebijakan dan Pelaksanaan” yang dilaksanakan British Council di Jakarta, Rabu (9/3/2011).
SIKAP PEMERINTAH
Bagaimana sikap pemerintah masing-masing melihat hasil evaluasi tersebut?
Setelah melihat hasil kajian tersebut pemerintah Malaysia akhirnya memutuskan bahwa program PPSMI harus dimansuhkankan (dihentikan) dan mengembalikan sistem pengajaran sebelum program itu diperkenalkan pada 2003. Laporan eksekutif kajian ini diedarkan buat pertama kali kepada umum di Kongres Kebudayaan Melayu Kedua anjuran Gabungan Persatuan Penulis Nasional (Gapena), Persatuan Sejarah Malaysia, Jabatan Kebudayaan dan Keseniaan Negara dan Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) di Kuala Lumpur pada 18 Maret 2009.
Tak ada keraguan samasekali dari pemerintah Malaysia untuk menghentikan program ini ketika melihat bahwa ternyata program yang semula dianggap hebat ini ternyata tak berhasil di lapangan. Program ini sebenarnya tidaklah gagal total tapi hanya menguntungkan bagi siswa-siswa di kota-kota besar tapi merugikan siswa-siswa yang tinggal di pedesaan dan pedalaman. Tapi karena PPSMI ini adalah program nasional maka pertimbangan nasionallah yang digunakan.
Apakah pemerintah Indonesia menghentikan program ini? Tidak. The show must go on. Rawe-rawe rantas malang-malang putung.
Pemerintah Indonesia sebaliknya malah bersikeras bahwa mereka masih bisa berhasil dengan program ini meski tidak pernah menjelaskan bagaimana cara mereka akan berhasil dengan modal dan kapasitas pendidikan yang jauh lebih rendah ketimbang Malaysia. Meski mendapat kecaman keras dari berbagai pihak dengan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasionalnya (RSBI) tapi pemerintah nampaknya bertebal muka dan akan tetap melanjutkan program itu. Suyanto, Dirjen Mandikdasmen, mengatakan pemerintah akan tetap meneruskan program kontroversial ini meski tahu bahwa di Malaysia program yang serupa telah gagal dan akan dihentikan (Tempo, Edisi 11-17 April 2011). Kita tidak usah ikut-ikutan Malaysia, ujar Suyanto seperti dikutip di Tempo. Tidak jelas apa alasan yang mendasari optimisme Suyanto bahwa program ini bakal mendulang sukses di Indonesia.
Apakah program SBI kita memiliki masa depan lebih baik ketimbang PPSMI Malaysia? Tentu saja tidak. Dilihat dari kacamata apa pun kita jelas kalah modal kapasitas pendidikan dibandingkan Malaysia. Dalam uji TIMSS pada tahun 2003 nilai Matematika kita adalah 411 sedangkan Malaysia 508 dan di Sains kita berada di angka 420 dan Malaysia di angka 510. Bedanya hampir seratus angka. Tak usah bicara soal kemampuan berbahasa Inggris para guru.
Karena kengototan itulah akhirnya yang membuat masyarakat yang diwakili oleh Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) menggugat pemerintah (Kemdikbud) ke MK yang hasilnya telah kita ketahui bersama.
APA LANGKAH MASING-MASING NEGARA?
Saat ini kedua program tersebut telah tamat riwayatnya. Program PPSMI dimansuhkan pada tahun 2012 sedangkan program RSBI ditamatkan riwayatnya oleh MK pada awal 2013.
Pemerintah Malaysia tanpa ragu sedikit pun akhirnya menghentikan program PPSMI-nya meski pun sebenarnya program tersebut lebih siap dan lebih memiliki kemungkinan berhasil ketimbang program SBI kita. Mereka tidak bersilat lidah dan percaya pada hasil riset mereka.
Deputy Prime Minister and Education Minister Muhyiddin Yassin said today that the governments decision to abolish the teaching and learning of Science and Mathematics in English (PPSMI) is final. The matter is closed. I can say that as of this year, PPSMI is not here anymore; we have started a new policy. Maybe people have misunderstood, were now actually looking at the beginning of the soft-landing of the MBMMBI (Upholding the Malay Language, Strengthening the English Language) policy, he said. Katanya di Kuala Lumpur pada 3 Nov 2011.
Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Apakah Kemdikbud menyerah dan rela dengan keputusan MK tersebut?
Kemdikbud nampaknya masih belum rela dengan putusan MK tersebut dan bahkan menilai ada konspirasi besar di balik putusan MK tersebut. (Japos, hal 13, Minggu 13 Jan 2013). Hal ini tentu sangat mengherankan dan memprihatinkan karena Kemdikbud alih-alih membuat riset untuk menentukan program pengganti RSBI ini malah bersikap politis dalam menyikapi putusan ini dengan tudingannya bahwa ada konspirasi besar dibalik putusan MK tersebut.
Jadi itu bedanya. Dua negara Melayu dengan dua pola berpikir dan bertindak yang berbeda.
Surabaya, 14 Januari 2013
Satria Dharma
Ketua IGI (Ikatan Guru Indonesia)
0811545430
Referensi:
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengajaran_dan_Pembelajaran_Sains_dan_Matematik_dalam_Bahasa_Inggeris
http://dikdas.kemdiknas.go.id/docs/Kebijakan-SBI.pdf
http://iwansyahril.blogspot.com/2008/ 09/mungkinkah-guru-indonesia-menggunakan.html
https://satriadharma.com2010/09/08/tiada-hari-tanpa-belajar-no-learning-no-day/
http://www.slideshare.net/SatriaDharma/paparan-wamendiknasdi-british-council-9-march-2011
http://www.academia.edu/705483/Indonesias_International_Standard_Schools_What_are_they_for
http://www.academia.edu/705475/AreInternational_Standard_Schools_really_a_response_to_globalisation
http://www.mudjiarahardjo.com/component/content/287.html?task=view
http://www.yiela.com/view/1669466/wamendiknasbanyak-sekolah-menyalahgunakan-dana-rsbi
https://satriadharma.com2012/04/12/judicial-review-rsbi-antara-cita-cita-dan-fakta-yang-ada/
http://news.liputan6.com/read/482904/ini-pertimbangan-mk-hapuskan-sekolah-bertaraf-internasional
http://www.freemalaysiatoday.com/category/nation/2011/11/03/dpm-decision-on-ppsmi-is-final/
terima kasih tulisannya dan ulasannya pak satria. bagus sekali. setuju dgn hapusnya rsbi.
Artikel yang bagus, di daerah saya Tulungagung RSBI juga terindikasi hanya mampu diakses oleh masyarakat golongan atas, demikian juga indikasi tidak adanya pengelolaan dana yang baik, padahal dana yang dikelola sangat luar biasa jumlahnya
Se7,kalau bisa lebih,delapan atau sembilan,atas keputusan MK.
Sepertinya program RSBI ini menjadi pos kecil ajang korupsi. Sebab predikat SBI akan mengangkat pamor dan menambah nilai jual sekolah yang mendapatkannya. Nilai jual………..
Terima kasih pak satria, tulisan yang sangat cermdas d politis namun perlu dipikirkan juga sekolah u anak anak yang mampu karena bisa ssaja mereka akan ke sekolah k singapura atau negara lain yang relatif dapat meningkatkan kompetensi berbahasa inggris mereka bahasa adalah jendela dunia pak ?
pak satria, perlu dipikirkan juga sekolah untuk anak yang mampu karena bisa saja mereka akan ke sekolah ke luar negri australia atau negara lain yang relatif dapat meningkatkan kompetensi berbahasa inggris mereka. bahasa bagi mereka adalah jendela dunia pak ?