Hidup itu perbuatan! kata Sutrisno Bachir. Dan itu disampaikannya secara menyolok di baliho-baliho, papan-papan reklame, dan di layar-layar TV. Ia tidak hanya menuliskannya tapi juga membuat iklan tentang dirinya. Di layar TV saya dan istri saya terpaku melihat betapa ‘happy’nya kehidupan Sutrisno Bachir dan istrinya. Wajah mereka begitu sumringah. Senyum lebar begitu murah. Suasana terasa begitu damai. Sungguh sebuah keluarga impian setiap orang.
Pertamakali melihat iklan dirinya di papan reklame raksasa di Jakarta di tempat-tempat paling strategis, saya tertegun dan tercengang. Tanpa dapat saya cegah otak saya langsung mengeluarkan pertanyaan , :”Berapa duit yang harus dikeluarkan olehnya sekedar untuk mengatakan bahwa ‘Hidup itu Perbuatan’?” Dasar otak naif, umpat saya pada diri sendiri. Sutrisno Bachir adalah orang kaya raya dimana uangnya yang bekerja untuknya. Tak perlu bertanya berapa banyak uang yang dikucurkannya untuk menyatakan sesuatu yang begitu filosofis dan menggugah tersebut. Tapi sesuatu tetap mengganjal di otak saya.
Berhari-hari saya tercengang dan tak mampu memaknai ‘perbuatan’ yang ia maksudkan. Ya! Hidup itu memang harus diisi dengan perbuatan dan bukan kata-kata saja. Tapi perlukah ‘perbuatan’ tersebut disampaikan dengan begitu menyoloknya dan begitu gencarnya? ‘Perbuatan’ macam apa gerangan yang perlu diiklankan dan disodokkan ke ruang publik begitu gencar? Bukankah kita selama ini mesti ‘sepi ing pamrih dan rame ing gawe’?. Saya tahu bahwa itu iklan politik dan politik itu seni membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Tapi… bukankah hidup itu perbuatan, seperti kata slogan tersebut? Ah! Betapa pintarnya orang-orang politik membuat kita bingung dengan membedakan antara ‘kata-kata’ dan ‘perbuatan’.
Beberapa waktu kemudian saya semakin tercengang ketika tahu bahwa biaya untuk menyatakan bahwa ‘Hidup itu Perbuatan’ dan iklan di TV yang menunjukkan betapa ‘happy’nya kehidupan Sutrisno Bachir dan istrinya ternyata menelan biaya ratusan milyar! Ya, Tuhan! Ratusan milyar..?! Hanya untuk menyatakan bahwa ‘Hidup Itu Perbuatan’ (dan menunjukkan betapa sempurnanya hidupnya)? Lantas berapa ratus milyar yang ia keluarkan untuk melakukan ‘perbuatan’ yang ia iklankan itu? Orang-orang kaya memang sering berbuat aneh dan tak mungkin dipahami oleh orang-orang sederhana macam saya.
Hari ini saya kembali tercengang ketika membaca berita bahwa Sutrisno ‘Hidup Itu Perbuatan’ Bachir disomasi oleh Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) atas iklan dirinya tersebut. Ia disomasi karena iklannya tersebut merepresentasikan ketidakpekaannya atas krisis yang sedang dialami sebagian besar warga Indonesia. Menurut Direktur Eksekutif MHI AH. Wakil Kamal, Soetrisno seharusnya menggunakan biaya produksi iklan yang mencapai sekitar Rp300 miliar itu untuk kepentingan yang lebih berharga seperti kerja sosial yang konkret demi memberdayakan masyarakat. Iklan ‘Hidup Itu Perbuatan’ dianggap sebagai ‘perbuatan’ yang sia-sia dan mubazir. Lebih daripada itu iklan itu sungguh merupakan olok-olok terhadap begitu banyak rakyat miskin yang tidak tahu harus berbuat apa lagi agar bisa hidup, apalagi bisa hidup nyaman seperti yang ditunjukkan oleh Sutrisno Bachir.
Tapi setelah itu tiba-tiba saya merasakan sebuah kelegaan. Setelah tercengang dan tertegun sekian lama oleh ‘perbuatan’ tersebut saya lega bahwa ada seseorang atau lembaga yang memrotes iklan itu. Lho kok…?! Emangnya ada yang salah dengan tindakan Sutrisno Bachir tersebut? Bukankah uang itu uang pribadi Sutrisno sendiri yang diperolehnya dengan usaha yang halal? Apanya yang salah?
Saya sepakat dengan Wakil Kamal bahwa menggelontorkan dana sebesar 300 milyar untuk sebuah pencitraan diri adalah sebuah kesia-siaan, perbuatan mubazir, sikap narsisme yang berlebihan, dan sungguh tidak layak dilakukan oleh seorang pemimpin. Bukankah SB adalah pemimpin tertinggi partai PAN dan seorang muslim? Bukankah PAN selama ini mau mencitrakan dirinya sebagai partai yang perduli pada kesulitan rakyat? Bukankah seorang muslim tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang mubazir? Lantas mengapa harus mengeluarkan ratusan milyar (yang semestinya bisa dipakai untuk hal-hal yang kongkrit dan ‘perbuatan’ yang benar-benar perbuatan) untuk bergenit-genit di iklan? Tidak adakah ‘perbuatan’ lain yang benar-benar bisa bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan banyak orang yang bisa dilakukan oleh SB dengan dana ratusan milyar tersebut? Ya, meski itu bukan uang saya tapi saya sungguh tidak setuju uang sebanyak itu dipakai hanya untuk pencitraan diri dengan tujuan politik. SB sebagai pemimpin partai besar telah mengajari masyarakat bahwa para pemimpin bisa menghamburkan berapa pun uang mereka sendiri demi sebuah pencitraan diri dan tujuan politik bukan demi untuk ‘perbuatan’ itu sendiri. Selama ini saya rupanya protes dalam hati atas sikap SB tersebut tapi tak mampu dan tak berani mengungkapkannya. Untunglah ada orang macam Wakil Kamal dan lembaga Masyarakat Hukum Indonesia sehingga saya bisa ikut menitipkan aspirasi saya padanya.
Satria Dharma
Balikpapan, 28 Juni 2008
JAKARTA, SABTU – Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Soetrisno
Bachir disomasi oleh Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) terkait
penayangan iklan dirinya di sejumlah media cetak dan elektronik.
Salinan somasi bernomor 53/B/MHI/VI/ 2008 yang diterima Antara di
Jakarta, Sabtu (27/6), menyatakan penayangan iklan Soetrisno bertema “Hidup Adalah Perbuatan” menunjukkan ketidakpekaannya atas krisis yang sedang dialami sebagian besar warga Indonesia.
Somasi yang ditandatangani oleh Direktur Eksekutif MHI AH. Wakil Kamal itu menyatakan Soetrisno seharusnya menggunakan biaya produksi iklan yang mencapai sekira Rp300 miliar itu untuk kepentingan yang lebih berharga seperti kerja sosial yang konkret demi memberdayakan masyarakat.
“Saudara telah menghambur-hamburkan uang yang sangat besar itu hanya untuk kegenitan politik saudara semata,” tegur Wakil Kamal kepada Sutrisno dalam somasi itu. MHI bahkan mempertanyakan asal dana untuk memproduksi iklan tersebut mengingat Soetrisno pernah mengalami masalah keuangan karena tersandung hutang Grup Ika Muda miliknya sebesar Rp780 miliar dan hutang Rp173 miliar terhadap Dirjen Piutang dan Lelang Negara.
Menurut MHI, adalah berbeda orang yang benar-benar tokoh tidak akan bertingkah seperti orang yang merasa tokoh atau orang yang menyatakan dirinya tokoh. “Jika saudara ingin menjadi tokoh nasional sejati bukan begitu caranya, seharusnya saudara meneladani Prof Dr Amien Rais yang telah bekerja keras dan berkontribusi konkret bagi upaya perubahan dan memajukan bangsa ini,” kata Wakil Kamal dalam somasi itu.
Dalam somasi, MHI menuntut Soetrisno segera menghentikan iklan yang dianggap tidak mendidik dan tidak mencerdaskan itu. MHI juga minta pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, itu untuk menjelaskan kepada publik asal dana yang digunakan untuk memproduksi iklan dirinya.
MHI melayangkan tembusan somasi itu antara lain kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum
Muhammadiyah, dan Ketua Umum Nahdlatul Ulama.
ABD
Sumber : Antara
beginilah bangsa indonesia.bisanya hanya mengorek kejelekan orang lain.ngapain juga ngurusin orang yg kyak SB ?? belum tentu apa yg dia lakukan itu hal yg salah dan mubadzir.mungkin bisa saja anda sendiri yang mubadzir,membuang-buang waktu hanya untuk menulis dan menjelekan citra orang lain.semua perbuatan itu tergantung dari niat seseorang.walaupun orang lain merasa perbuatan itu suatu yang salah,tapi jika orang itu berniat untuk berbuat kebaikan.hemmm …no problem.walaupun Tidak ada landasan dalam Al-quran & Al-hadist.tapi belum tentu juga sanggaha anda tercantum dalam Quran&Hadist.
huehehehe…menjelang pemilu gini, byk oknum yg gampang mengeluarkan uang demi UANG di kemudian hari.. seandainya saja mereka mau berbagi utk pendidikan Indonesia…
btw, salam kenal Pak Satria 🙂
300 Milyar itu jika di jadikan Sembako bisa membuat kawan-kawan yang yang kurang mampu itu mempunyai SENYUM YANG LEBIH LEBAR dari pada senyum SB di iklan itu.Dari banyak literatur yang saya baca baik jika tidak salah, pendekatan interpersonal communication itu akan jauh berdampak lebih terasa dari pada cuma mejeng di tipi tanpa adanya reaslisasi seperti lebih banyak aksi turun ke jalan membagikan misalnya SEMBAKO ( yang sayangnya aksi ini banyak dilakukan ketika masa kampanye DOANG, setelah itu? seperti nyaris tidak terdengar aksinya .. sepertinya bukan Iklan SB aja perlu di kritik, banyak iklan para politikus menjelang kampanye baik itu PILKADA, maupun pemilihan yang lainnya, tampil satu kali dua kali boleh lah, namun jika tampilnya berkali-kali di tv, yang ada ketika muncul iklannya lagi, para pemirsa tv tersebut buru-buru menganti ke acara stasiun tv lainnya, dengan alasan BOSEN liat Ocehannya melulu . 😀 , oia salam kenal Pak Satria..
Salam kenal juga Pak Izoel! Untuk angka 300 M itu could be wrong. Ada bantahan dari orang PAN tentang besarnya jumlah tersebut.
Salam
Satria
Amien Rais ketika menjadi Ketua Umum PAN lebih sering mengeluarkan dananya, termasuk yang datang dari bantuan orang lain, untuk menyumbang masjid, melakukan pendekatan pada masyarakat, kerja sosial, membantu pendidikan, prasarana jalan di kampung dll, tapi hasilnya PAN kalah dan Amien Rais juga kalah jadi presiden karena memang rakyat Indonesia ini aneh, hanya lihat iklan SBY nyanyi atau gelar sajadah, orang langsung terpesona tanpa pernah tahu kiprah SBY selama ini untuk rakyat, kecuali aktivitas dia sebagai seorang militer. Bandingkan dengan kegiatan Amien Rais yang saya jelaskan diatas. Nah, jika kita lihat dua paradoks diatas, maka sangat mungkin Soetrisno Bachir yang sama sekali belum terkenal harus “beriklan-ria” karena kenyataannya masyarakat kita lebih memilih-milih yang simpel-simpel dan bukan yang visioner. Lha wong seorang pedagang ditanya mau cari pemimpin yang sepertia apa, malah jawabnya: yang kayak SBY yang ganteng, sementara orang seperti Amien Rais yang punya komitmen memberantas korupsi malah tidak dipilih. Jadi, inilah kemauan rakyat yang hanya berpikir instan seperti keinstanan iklan SB tersebut, masyarakat juga mendidik pemimpin untuk korup, buktinya setiap ada kandidat bupati, gubernur atau partai yang menemui mereka, yang ditanya duitnya mana ? lha kalo semua minta duit, ya besuk yang menang pasti korupsi.
Salam kenal,
Pengarang buku seperti Napoleon Hill mengeluarkan biaya produksi dan promosi “hanya” untuk mempublikasikan konsep Think And Grow Rich. Beberapa puluh tahun kemudian, Rhonda Byrne melakukan hal yang sama dalam buku The Secret lagi-lagi “hanya” untuk memperkenalkan konsep Power of Attraction. Begitu juga Pak Sutrisno Bachir, apasalahnya memperkenalkan konsep Hidup Adalah Perbuatan, terlepas untuk pencalonan presiden atau tidak, kalau konsep itu bisa diterima, implementasikan, kalau tidak, lupakan. Bukankah kita diajarkan untuk menerima usul baik, dari siapapun itu datangnya? Jazakallah Khairan !!
Hidup SB..!!!
Hidup memang untuk berbuat (kebaikan dan hal2 yang bermanfaat)
Salam Reformasi
http://pan.padangpanjang.org
Uang iklan nya buat rehab sekolah aja pak!!
Ntu namanya berbuat untuk kehidupan!!
Kasian anak2 kita mau ketiban gedung yang mau runtuh..
ada yg bilang yang perlu itu pesannya, bukan pembawa pesan. ada juga yang bilang si pembawa pesan itulah pesannya. ada yg bilang keduanya sama penting.
kalo SB mau bilang demikian ya terserah. politik di sini cuma opera sabun.