Saya sedang tidur nyenyak di kamar hotel lantai 18 tengah malam ketika bumi terasa bergoyang. Semula saya pikir itu hanya perasaan saya saja. Atau saya mungkin sedikit pusing? Tak mungkin saya pusing ketika tertidur, pikir saya. Tapi bumi benar-benar terasa bergoyang. Tak mungkin ini halusinasi. Tapi kemudian saya dengar ribut-ribut di luar kamar. Saya keluar dan melihat para tamu lain berhamburan keluar menuju emergency exit. Kalau begitu saya tidak sedang mengalami halusinasi. It’s real!
Saya kembali masuk kamar, berpakaian lengkap, tak lupa ambil dompet dan HP, lalu turun bersama tamu-tamu hotel lain melalui emergency exit. Baru kali itu saya turun 18 lantai melalui tangga. Lumayan koplok dengkul saya! Di luar hotel telah berkumpul para tamu hotel lain. Mereka telah tiba sejak tadi rupanya. Hampir semua masih pakai baju tidur atau berpakaian seadanya. Bahkan ada yang bertelanjang kaki. Saya telpon istri saya di rumah dan ia bilang di TV ada diberitakan tentang gempa 7 skala Richter di Indramayu. Indramayu? Beberapa saat kemudian saya masuk kembali ke hotel. Saya lihat ada retakan kecil di dinding hotel yang segera dibersihkan oleh petugas hotel. Saya bimbang, apakah kembali ke kamar ataukah menunggu sampai merasa benar-benar aman? Sampai kapan? Saya tidak tahu yang mana yang lebih baik dan berkesimpulan bahwa yang mana pun pilihan yang saya ambil adalah sama spekulatifnya. Lagipula kalau saya harus mati, maka mati karena kena gempa tidak lebih buruk ketimbang mati karena sakit di rumah sakit. Jadi saya putuskan untuk kembali ke kamar dan melanjutkan tidur saya kembali. If I have to die tonight, let me die while I sleep. 🙂
Paginya saya dengar Fauzi Bowo menang pemilihan Gubernur dengan angka yang tidak terlalu jauh dari Adang. Apa hubungannya? Mungkin tak ada. But how do I know? Bukankah kepakan sayap kupu-kupu di dunia sini bisa menimbulkan gelombang dahsyat di dunia sebelah sana? Ah, sudahlah! Ini cuma gempa kecil. Tak usah diributkan.
Jakarta, 8 Agustus 2007
Salam,
Satria