Waktu saya sampaikan bahwa anak Indonesia tidak kalah dengan bangsa lain dengan contoh Aisyah yang bisa membaca 117 buku dalam 5 bulan, Mas Abdul Karim tidak puas. Itu kan prestasi perorangan dan bukan mewakili siswa Indonesia. Dia benar tentu saja. Saya memang hanya memberi satu siswa sebagai contoh. Mas Abdul Karim minta contoh yang luar biasa soal minat dan kemampuan membaca siswa kita.
Mau yang luar biasa? Setahun setelah DKI mendeklarasikan diri sebagai Propinsi Literasi siswa DKI telah membaca lebih dari 2.000.000 (dua juta) buku (laporan dari Pak Mad Husin sebagai ‘Gubernur Literasi DKI’).
Di Surabaya Program “Tantangan Membaca Surabaya 2015” berhasil mencatat 39.000 siswa yang berhasil membaca 20 buku dalam setahun. Artinya siswa di Surabaya membaca sebanyak minimal 100.000 buku pada tahun 2015 tsb.
Pada tahun 2012 Gubernur New South Wales memberikan 230.000 sertifikat untuk anak-anak yang berhasil menyelesaikan Premier’s Reading Challenge. Jika setiap anak ini membaca 20 buah buku maka jelas sekali bahwa siswa-siswa NSW ini telah membaca hampir 5.000.000 (lima juta) buku hanya dalam waktu 7 bulan saja. Sila baca di https://satriadharma.com2014/04/17/tantangan-membaca/
Sekarang bayangkan jika kita berhasil mendorong setiap Gubernur/Walikota/Bupati atau cukuplah kepala dinas pendidikan masing-masing utk menyelenggarakan program tantangan membaca di daerah masing-masing dan mencatat jumlah buku yang dibaca anak-anak mereka di sekolah. Berapa banyak buku yang akan bisa dibaca dengan sangat bergairah oleh anak-anak kita? Puluhan juta buku tentunya.
Bagi saya ini contoh nyata betapa siswa kita tidak kalah dalam soal minat dan kemampuan bacanya asal mereka memang dimotivasi dan difasilitasi. Tantangan bagi kita adalah bagaimana MENGGERAKKAN masyarakat utk terus membudayakan membaca dan menulis dengan segala kemampuan dan kapasitas yang kita miliki. Dan untuk melakukan itu kita perlu melakukan dua hal, yaitu MEMOTIVASI dan MEMFASILITASI.
Coba lihat betapa hebatnya program SAGUSABU dan SAGUSAKU (dua program yang sama dengan singkatan nama yang berbeda, yaitu Satu Guru Satu Buku. SAGUSABU adalah program milik Media Guru yang dikomandani oleh Mas Ihsan dan SAGUSAKU adalah program IGI di bawah Pak Slamet Riyanto). Dua program ini punya misi yang sama, yaitu mendorong para guru utk menulis. Dan kini ratusan guru di bawah dua program tersebut tiba-tiba mampu menulis (dan bahkan SAGUSAKU berjanji akan menerbitkan seribu lebih buku karya guru di bawah programnya yang nantinya akan diserahkan langsung ke Presiden Jokowi). Bayangkan…! Guru yang selama ini dianggap tidak mampu menulis ternyata menyimpan diam-diam kemampuannya itu dan meledak ketika dimotivasi dan difasilitasi. Ternyata kita bisa melakukan hal yang dulunya dianggap sebagai tidak mungkin. Kita bisa membuktikan bahwa tekad kita bisa mengalahkan segala hambatan.
Pertanyaannya kini adalah apakah kita masih akan berkutat pada pesimisme dan rasa enggan untuk berubah atau kita mau mulai mengayunkan langkah panjang kita untuk mencapai prestasi yang telah menunggu kita di depan.
Surabaya, 23 Maret 2017
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com