Perpres 10 Tahun 2021 akhirnya dicabut oleh Presiden Jokowi. Oh, maksud saya lampirannya. Jadi yang dicabut adalah butir-butir lampiran pada Peraturan Presiden Nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur soal investasi di bidang industri minuman keras. 🙏
Saya ingin sekali rasanya bertanya pada para petinggi MUI, PBNU, dan Muhammadiyah sebagai pelopor penolak perpres ini bagaimana perasaan hati mereka setelah berhasil memperjuangkan aspirasi mereka. Tentunya mereka senang dan bangga karena Presiden Jokowi dengan segera menuruti keinginan mereka. 🙏😁
Pertanyaannya adalah : Apa sebenarnya yang mereka menangkan dengan dicabutnya lampiran perpres ini? 🤔 Saya rasa saya patut bertanya pada mereka karena saya melihat banyak sekali kesalahpahaman yang timbul akibat dicabutnya perpres ini.
Sangat banyak umat Islam yang ikut menentang perpres ini yang euforia menganggap bahwa dengan dicabutnya perpres ini maka miras menjadi illegal dan dilarang di Indonesia. Katanya dengan menolak perpres tersebut mereka MENOLAK LEGALITAS MIRAS dan dengan demikian kalau perpresnya sudah dicabut maka konsekuensinya maka miras itu illegal atau tidak punya legalitas atau cekak aosnya DILARANG diproduksi, dijual, beredar, dan dikonsumsi di Indonesia. Tentu saja ini SALAH BESAR (dan saya berharap agar para petinggi MUI, PBNU, dan Muhammadiyah ikut menjelaskan kesalahpahaman ini pada para umat Islam atau jamaah penentang perpres ini). 🙏
Tidak ada yang berubah dari legalitas dan legalisasi miras di Indonesia. Industri miras akan tetap berjalan seperti biasa; para pengedar miras akan tetap mengedarkan mirasnya; bar, café, karaoke, tempat hiburan yang biasa menyediakan miras akan tetap menyediakan; Pemda DKI akan tetap memiliki perusahaan pembuat miras, para importir miras akan tetap mengimpor miras dari luar, para pengoplos miras juga akan tetap jalan seperti biasa, para peminum akan tetap minum, yang biasa mabok juga akan tetap mabok. Tak ada perubahan dari dicabutnya perpres tersebut. 😏
Lha apa dong yang sudah kita menangkan…?! 🙄
Yang kita gebuki, hajar dan akhirnya menyerah adalah Perpres 10/2021 yang mengatur soal INVESTASI di bidang industri miras di 4 propinsi. Lha terus apa hubungannya dengan industri miras yang sudah ada di Indonesia selama ini. Ya tidak ada. Dengan dicabutnya lampiran soal INVESTASI di bidang industri minuman keras tersebut maka artinya MUI, PBNU, Muhammadiyah TELAH SUKSES mencegah adanya atau kemungkinan masuknya investor di bidang miras di 4 propinsi tersebut. Tidak akan ada izin bagi investor asing di bidang miras untuk masuk di Indonesia meski pun di 4 propinsi tersebut. Mendengar ini beberapa tokoh di propinsi Bali langsung menyayangkan dicabutnya Perpres itu. Itu artinya harapan mereka agar ada investasi asing masuk di bidang miras ke Bali sudah sukses dihalangi oleh mereka yang menentangnya. Kabarnya meski kecewa Ketua DPRD Bali I Nyoman masih tetap berharap agar Bali bisa mendapat perlakuan khusus terkait dengan investasi miras ini. Propinsi Bali sungguh tidak bergembira dengan dicabutnya aturan investasi oleh Jokowi tersebut. 😔
Lalu bagaimana dengan industri miras nasional kita? Ya jalan seperti semula. Lha wong mereka sama sekali tidak digugat oleh MUI, PBNU, dan Muhammadiyah. Mereka memang dengan serius menyatakan prihatin dengan maraknya miras dikonsumsi oleh umat Islam atau pun bangsa ini. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah data dari Susenas yang menyatakan bahwa konsumsi alkohol di pedesaan jauh melampaui konsumsi minuman beralkohol di kota. Miras oplosan memang lebih banyak beredar di pedesaan. Tapi kita memang tidak berusaha untuk menghentikan itu kok. Yang kita tolak, serang, hajar, dan jatuhkan adalah soal peraturan penanaman INVESTASI baru di bidang miras. Investor lama ya silakan terus jalan. Katanya sudah ada 109 pengusaha miras yang mengantongi izin di 13 propinsi, kata BKPM. Sila selidiki kalau tertarik. Tak ada soal keharusan pemerintah untuk menghentikan atau minimal mengurangi dampak negatif maraknya miras di kalangan anak muda, dll…dll…
Dengan sedih saya harus sampaikan, bahwa sebenarnya kita tanpa sadar telah memenangkan para IMPORTIR MIRAS yang selama ini berjaya. Impor miras memang cukup tinggi. Berdasarkan data UN Comtrade, impor miras pada 2018 menjadi nilai tertinggi dengan US$ 40,44 juta. Dengan tidak adanya investasi asing masuk untuk mendirikan industri miras maka para importir ini akan tetap berjaya karena impor akan jalan terus dan semakin kencang.
Apakah mungkin memang ini yang kita inginkan? 🤔 Kita tidak menginginkan adanya investasi yang akan mendatangkan keuntungan bagi negara dan bangsa serta membuka peluang lapangan pekerjaan bagi rakyat. Kita lebih suka mirasnya saja yang masuk dari luar negeri dan keuntungannya diambil oleh importir.
Saya tidak tahu apakah dengan dicabutnya Perpres tentang investasi ini maka MUI, PBNU, dan Muhammadiyah merasa sudah cukup puas atau mereka punya rencana yang lebih baik dan akan menjadikan kemenangan mereka itu sebagai momentum untuk membuat legalisasi miras yang lebih baik. Kalau ternyata mereka sudah cukup puas dengan apa yang mereka capai saat ini dan tidak punya agenda lebih lanjut dengan pemerintah soal miras ini maka saya terpaksa menyatakan kekecewaan saya dengan ucapan: Kok cuma segitu…?! 🙄
Surabaya, 3 Maret 2021
Satria Dharma