Pada penghujung akhir tahun 2015 saya mendapatkan kabar yang sangat gembira, semacam kado Tahun Baru 2016 bagi saya, yaitu telah selesainya buku setebal 398 halaman dengan judul “Transformasi Surabaya sebagai Kota Literasi”.  Sebelumnya Revka Petra, di mana saya mencetakkan buku ini mengatakan bahwa buku ini baru akan selesai pada tanggal 5 atau 6 Januari 2016. Jadi tentu saja saya sangat terkejut dan gembira ketika diberitahu bahwa buku ini ternyata sudah selesai seminggu lebih awal dari jadwal. Benar-benar sebuah Kado Tahun Baru yang sangat menyenangkan bagi sayaâŠ!
Ini adalah sebuah buku yang saya kerjakan berminggu-minggu bersama editor dan layouter saya Fafi Inayatillah dan Alek Subairi. Berbulan-bulan saya mendorong Pak Ikhsan, Kadisdik Surabaya, untuk meminta para kepala sekolah membuat sebuah tulisan tentang bagaimana mereka menumbuhkan budaya literasi di sekolah masing-masing. Setelah cukup lama saya baru dikirimi tulisan dari para kepala sekolah tersebut yang ternyata dalam bentuk laporan semacam dokumen berupa data-data yang miskin narasiâŠ! Tentu saja laporan tersebut tidak bisa saya gunakan. Jadi saya ulangi lagi permintaan saya sambil membuatkan contoh kisah dari sebuah sekolah yang saya bikin. Dan ini juga butuh waktu lama untuk mengomunikasikan dan tidak juga ada perbaikan. Akhirnya saya putuskan untuk menyunting saja tulisan-tulisan berupa laporan tersebut dan membuatkan narasinya. Saya mengumpulkan naskah tulisan berbagai sekolah, menyeleksi mana yang kira-kira memiliki kisah menarik, membuang sisanya, menyunting (atau boleh dikata menulis ulang kisahnya), menyerahkan pada Fafi untuk diedit, dan kemudian menyerahkan pada Mas Alek Subairi untuk dilayout dan dibuat sampulnya. Ini proses yang rumit, menyita banyak waktu saya, tapi begitu hasilnya jadi seperti buku ini rasanya semua kerumitan dan kelelahan saya terbalas dengan sangat manisnya. Saya merasa sangat puas dengan pekerjaan saya ini.
Saya memang sangat serius dengan buku ini. Dunia literasi Indonesia menggelinding dengan cepat dan tersebar semakin meluas dengan turunnya Permendikbud 23/2015, di mana disebutkan adanya kewajiban bagi setiap sekolah untuk melaksanakan program Membaca  15 Menit Setiap hari, namun Indonesia membutuhkan sebuah model atau contoh kota yang berhasil menjadikan masyarakatnya berbudaya literasi. Surabaya sendiri telah lebih dahulu melaksanakan program Sustained Silent Reading dan bahkan telah melangkah lebih jauh dengan program Tantangan Membaca Surabaya 2015 (TMS 2015).
Dengan adanya buku ini saya berharap Kemdikbud melalui Mas Anies Baswedan sebagai Mendikbud akan lebih gencar mendorong daerah-daerah lain untuk menjadikan kota/kabupatennya sebagai Kota atau Kabupaten Literasi seperti Surabaya yang telah melaksanakannya terlebih dahulu. Dengan adanya buku ini maka daerah lain akan lebih mudah untuk menjalankan Permendikbud 23/2015 karena buku ini akan memberikan contoh bagaimana sebuah daerah bisa berubah atau bertransformasi menjadi Kota atau Kabupaten Literasi.  Buku ini adalah kumpulan kisah dari berbagai sekolah dan TBM di Surabaya ketika bertransformasi menjadi sekolah dan komunitas berbudaya literasi yg telah dimulai sejak 2013. Seperti diketahui Surabaya sendiri telah mencanangkan dirinya sebagai Kota Literasi pada 2 Mei 2014. Dan ini adalah kisah sebagian kecil sekolah dan TBM dalam upaya mereka menumbuhkan budaya literasi di lingkungan mereka masing-masing. Ada 15 SD, 5 SMP, 3 SMA, 3 SMK, dan 10 TBM yg ikut menuliskan kisah mereka di buku ini.
Sebagai contoh, bagaimana cara menumbuhkan budaya baca di terminal? Bagaimana upaya utk mengubah citra Dolly yg mesum menjadi Dolly yg haus belajar? Bagaimana membuat sebuah sekolah ‘from zero to hero’ melalui budaya baca? Bagaimana menumbuhkan minat siswa utk membaca 2 hingga 4 buku sehari? Apakah perlu sedikit pemaksaan? Ada banyak kisah yg menarik di sini yg bisa menjadi contoh dan rujukan bagi sekolah-sekolah dan TBM yg ingin bertransformasi seperti mereka.
Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr. Ir. Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, Dr. Ikhsan, S.Psi, MM, Kadisdik Kota Surabaya, dan Arini Pakistyaningsih, SH, MM, Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya. Mereka adalah tokoh-tokoh penggerak literasi yg tidak kenal lelah utk mengubah ulat kepompong menjadi kupu-kupu yg sangat indah. Berikut ini apa kata mereka dalam buku ini.
âDengan menetapkan Surabaya sebagai Kota Literasi, saya hendak mencanangkan sebuah visi untuk membekali anak-anak Surabaya dengan kemampuan intelektual yang tinggi untuk bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan global iniâ (Dr. Ir. Tri Rismaharini, Walikota Surabaya)
âKami berharap agar upaya-upaya terobosan di bidang literasi yang kami lakukan ini dapat menjadikan setiap siswa di Surabaya memiliki budaya membaca yang tinggi setara dengan anak-anak bangsa maju lainnyaâ(Dr. Ikhsan, S.Psi, MM. Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya)
âPemerintah Pusat, Propinsi, dan Daerah bisa dan harus membangun budaya literasi masyarakatnya karena mereka memang bertanggung jawab atas kemajuan masyarakat dan bangsanya.â(Arini Pakistyaningsih, SH, MM. Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya).
âPencanangan Surabaya sebagai Kota Literasi adalah sebuah ide dan terobosan yang sangat visioner, dan sangat inovatif.â(Satria Dharma, Ketua IGI)
Sekedar tambahan informasi, Surabaya juga telah berhasil menembus targetnya dalam program Tantangan Membaca Surabaya 2015 yg berakhir hari ini dengan target 1.000.000 (satu juta) buku terbaca oleh siswa Surabaya. Sekedar diketahui, Surabaya adalah kota pertama di Indonesia yang telah memulai program Tantangan Membaca di tingkat kota. Sampai kemarin telpon saya terus berbunyi karena banyaknya sekolah yg mau melaporkan hasil TMS 2015 di sekolah mereka masing-masing. Mungkin dikiranya saya adalah panitianya. Saya hanya pencetusnya.
Buku masih dalam bentuk dummy contoh utk saya kirim pada Mendikbud, P. Hamid Muhammad, Dirjen Dikdasmen, Bu Risma, Pak Ikhsan, dan Bu Arini. Buku ini saya harapkan dapat diterbitkan agar dapat dijadikan rujukqn bagi semua sekolah dan daerah yg ingin kota/kabupaten/atau propinsinya memiliki budaya literasi juga. Saya akan tawarkan pada penerbit yang bersedia untuk menerbitkannya. Tapi sebelumnya saya mungkin akan minta Mas Anies Baswedan untuk membuat sedikit Kata Pengantar pada buku ini agar memberi bobot yang lebih berkesan pada buku ini.
Surabaya, 31 Desember 2015
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com