Pagi ini saya kembali menikmati buku “Jangan Tinggalkan Kami”, sebuah buku tentang pengalaman para guru SM-3T Unesa ketika mengajar di Sumba Timur. Tahukah Anda di propinsi mana Sumba Timur ini dan bagaimana serta berapa lama utk mencapainya dari Jakarta atau Surabaya?
Buku ini SANGAT menarik dan menurut saya perlu menjadi buku bacaan wajib bagi SEMUA guru di nusantara. Sayang sekali buku ini tidak dijual bebas dan hanya diterbitkan terbatas. Saya berniat utk membagikannya kepada teman-teman kalau nanti sudah dicetak dan dijual utk umum. Just remind me…
Salah seorang guru SM-3T yg bertugas di SDN Mbajik, Kecamatan Mahu menceritakan bagaimana pelaksanaan Ulangan Sumatif di sekolahnya.
Sehari sebelum US seorang guru utusan dari SD Inti datang membawa soal utk US esoknya.
Apa yg dibawanya?
Jangan mengira ia membawa bundel atau paket soal beserta lembar jawaban bagi siswa seperti yg jamaknya dilakukan di sekolah-sekolah lain. Ia hanya membawa selembar amplop tipis di mana di dalamnya ada semua soal-soal US utk semua kelas.
Ketika dibuka yg ada hanya lima lembar soal masing-masing satu lembar utk tiap kelas.
Berarti harus segera difotokopi sebanyak jumlah siswa yg ikut US dong…!
Wrong…! Mana ada fotokopi disana. Listrik saja belum masuk. But US is US and it should be accomplished as it should be…
Jadi gimana dong…?!
Ya soal dibacakan satu persatu termasuk pilihan jawabanya A, B, C, atau D. Siswa harus mendengarkan baik-baik dan kemudian baru memutuskan untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban tersebut. Setelah itu baru menuliskan pilihan jawaban di kertas masing-masing. Jadi mereka tidak memegang dan membaca soal sendiri melainkan hanya didiktekan. Mereka harus mendengarkan baik-baik guru yg membacakan dengan suara sekeras mungkin sampai serak karena soalnya ada 50 (IPS) dengan masing-masing 4 pilihan jawaban. Apalagi kelasnya bersebelahan tanpa dinding pembatas dengan kelas sebelahnya yg juga harus mengeraskan suara utk membacakan soal US utk kelasnya juga. Pembatasnya cuma papan tulis. Jadi guru kelas harus berupaya agar suaranya didengar oleh semua siswa di kelasnya tanpa terlindas oleh suara guru kelas di sebelahnya yg juga setengah berteriak. Seru kan…! 🙂
Lebih dahsyatnya lagi ternyata soal-soal itu juga tulisan tangan dan bukan soal yg terketik komputer seperti yg biasa kita temui…!
Hanya itu tantangannya? Belum semua…
Ternyata ada kelas-kelas yg dirangkap oleh satu guru, umpamanya kelas 2 dan kelas 4, sehingga gurunya harus ‘kombak-kambek’ membacakan satu persatu soal beserta jawabannya ke masing-masing kelas. Lha wong gurunya memang kurang…! Setelah membacakan soal dan jawabannya di kelas yg satu ia lalu menyeberang ke kelas sebelahnya utk membacakan soal kelas yg berbeda. Kalau masing-masing kelas soalnya 50 butir berarti ia harus membacakan 100 soal beserta jawabannya. Sungguh sebuah perjuangan yg berat…!
Bayangkan kalau ujiannya Matematika…!
Meski demikian kita harus menyampaikan penghargaan yg tinggi pada anak-anak Sumba Timur ini karena mereka harus mengikuti Ujian Nasional yg sama dengan anak-anak Al-Azhar atau SD Penabur di Jakarta yg ruangan kelasnya ber-AC
Jadi kalau hasil nilai UN mereka kalah sama anak-anak DKI ya masak sih elo heran…?! Kecuali kalau mereka tukar tempat belajar dan hasilnya masih sama…
Yang bikin hati saya sedih dan marah adalah kok tega-teganya Kemdikbud memaksakan Ujian Nasional pada siswa di Sumba Timur yg guru saja gak punya…!
“Setiap tahun ujian nasional harus lebih sulit. Jadi, tahun depan, ujian nasional harus lebih sulit dari tahun ini,” demikian menurut Jusuf Kalla waktu memutuskan utk mewajibkan UN. “Tujuannya, agar lima tahun ke depan, tingkat kesulitan ujian kita sama dengan soal ujian di Malaysia atau Singapura,” lanjut JK.
Saya rasa tingkat kesulitan ujian di Malaysia atau Singapura tidak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan tingkat kesulitan US di Kecamatan Mahu Sumba Timur ini. Boleh diadu dan diteskan ke anak-anak Malaysia dan Singapura. Pasti nggeblak mereka kena ujian dikte seperti itu. Wis talah…!
Yang saya heran adalah darimana JK menyimpulkan atau BERASUMSI bahwa jika soal Ujian Nasional lebih sulit maka itu AKAN meningkatkan mutu pendidikan? JK berasumsi bahwa ujian nasionallah yang AKAN meningkatkan mutu pendidikan. Sampai sekarang belum ada satu pun orang Kemdikbud yg berhasil membuktikan thesis nyleneh dari JK ini. NTT selama ini sudah sangat patuh dan loyal utk ikut UN bertahun-tahun tapi peningkatan mutu pendidikan yg dijanjikan belum juga dipenuhi oleh pemerintah pusat.
“UN merupakan sarana untuk membuat seluruh siswa di Indonesia sama pintarnya, karena memakai satu standar. Siswa di Kendari, Ternate, maupun di mana saja di seluruh pelosok negeri di-set pengetahuannya sama dengan siswa di Jakarta maupun kota besar lainnya,” demikian kata JK.
Sungguh nggedabrus…!
Surabaya, 3/9/2013
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com
Buku yang menginspirasi kita semua 🙂