Selasa, 14 Mei 2013, pukul 11:20
Ramsay Health Care.
Saya duduk menunggu panggilan di ruang UGD RS Premier Nginden Surabaya.
Sudah seminggu lebih saya kena nyeri otot punggung atas sebelah kiri. Rasanya seperti leher ‘tengeng’ salah tidur. Biasanya kalau seperti ini saya pakai tidur besoknya akan pulih. Tapi ini nyeri ototnya bertahan tidak mau pergi. Saya sudah pijatkan ke massage (dan dihajar habis-habisan), sudah terapi Ceragem (my first time), pakai koyok salonpas (dan tidak terasa sama sekali), pakai Counterpain (kagak ngaruh) tapi belum hilang dan hari ini malah lebih nyeri daripada sebelumnya. Pagi ini saya ke terapi Ceragem lagi tapi otot saya malah lebih sakit dan bahkan tangan kiri saya terasa kesemutan dan dingin seolah darah terhenti atau mengalir tidak lancar. Saya mulai cemas bahwa nyeri otot ini tidak sekedar salah tidur dan otot tertarik. Jadi terapi saya hentikan dan putuskan utk periksa ke dokter saja.
Sebetulnya saya juga sudah baca-baca di internet dan membaca bahwa biasanya apa yg saya derita ini 95% karena masalah spasme otot. Biasalah kelakuan saya yg selalu mau tahu lebih dulu sebelum ada tindakan. Tapi daripada berlarut-larut dan terlambat ditangani saya putuskan utk ke dokter saja. Let the expert do the theraphy…
Jadi saya kemudian ke RS Premier yg dulu dikenal dg nama HCOS (Health Care of Surabaya). Ini RS langganan keluarga dulu. Semula saya ingin langsung ke pelayanan Rehab Medik/Fisioterapi tapi ternyata tidak bisa. Saya mesti ke UGD utk ditangani oleh dokter umum dulu.
Jadi saya kemudian mendaftar di bagian UGD. Ada beberapa pasien lain yg sudah duluan mendaftar sehingga saya mesti antri utk mendapat panggilan.
Sekitar 45 menit menunggu saya akhirnya dipanggil dan diminta utk masuk ke salah satu ruangan. Saya langsung diperiksa tensi dan ditanyai apa keluhan saya. Tentu saja saya tidak ingin mengeluhkan betapa kesepiannya saya ditinggal istri ke Macau (sik tak ditinggal ae wis melankolis). Jadi saya jelaskan bahwa otot punggung kiri saya sakit. Perawatnya bertanya jika dibuat skor antara 0 dan 10 dimana 0 tidak sakit sedangkan 10 sakit sekali, berapa kira-kira skor yg akan saya berikan pada sakit yg saya rasakan sekarang. Saya agak bingung menjawabnya karena saya belum pernah tahu bahwa ada standar utk rasa sakit. Kan belum tentu sama standar rasa sakit saya dan dia. Mungkin bagi saya 5 baginya masih 3. Lalu standar siapa yg dipakai? Tapi karena tidak mau berdebat akhirnya saya jawab saja 5. Tengah-tengah ae wis…! Sejenak terbersit keinginan utk mengerjai perawat tsb dengan berteriak, “Aaargh…..! It’s a perfect ten pain score. Please help…!” Tapi langsung saya hapus dari benak saya. Lha wong nang UGD kok masih mau usil…!
Saya langsung ditawari utk diperiksa apakah keluhan di punggung saya tersebut berhubungan dg syaraf atau sekedar di otot. Utk itu saya akan dirujuk ke dokter syaraf. Saya iyakan saja. Mesisan ae wis… Meski pun saya sadar bahwa syaraf saya sebenarnya baik-baik saja dan isi dompet saya yang sedang diincar dengan konsultasi tsb. Yo jelas bayarlah kalau konsultasi, apalagi dokter spesialis. Lha doktere mbahmu opo kok pingin gratis…?!
Kok ya pas kebetulan ada dokter syaraf yg sdg berada di ruang UGD sehingga saya langsung diperiksa di tempat itu juga. Setelah menyuruh saya melakukan beberapa gerakan tangan dan cengkraman utk melihat kekuatan genggaman jari-jari saya akhirnya diputuskan bahwa tidak ada gangguan pada syaraf-syaraf saya. Apa yg saya derita semata hanya gangguan pada otot. Alhamdulillah…! Minimal atiku wis ayem. Entah berapa yg harus kubayar utk ‘ati ayem’ tersebut. Bu Dokter Mely beri resep obat utk penahan nyeri dan satu lagi entah apa. Yg jelas mahal deh (opo maneh nek kok gak duwe duwik) …
Saya menebus obat dan membayar biaya semua tindakan tersebut ke kasir. Ada dua macam obat yg harus saya konsumsi. Yang satu dimakan 2X sehari dan satunya 3X sehari. Yang kapsul obat racikan dan satunya Neurobion 5000.
“Empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah,” kata mbak kasir dengan enteng. Sebuah tembakan pertama dan saya sudah kena hampir setengah juta. Utk dokter spesialis syarafnya yg menangani saya sekitar 10 menit tadi biayanya 175 ribu. Saya menarik napas agak dalam. Sebetulnya saya punya kartu askes Inhealth yg bisa digunakan utk keperluan darurat seperti ini. Tapi kartunya ada sama istri saya dan istri saya sedang di Macau mengikuti konperensi. Saya juga malas bertanya meski bisa menghubunginya via BBM. Biasanya kalau pakai kartu askes urusan menjadi lama dan rumit and I hate it. Lagipula Kartu debit BCA-ku belum akan menjerit utk tarikan sebesar itu.
Pulang dari RS saya langsung menenggak obat yg sy tebus dan berharap langsung sembuh seketika. Siapa tahu kan… Ngarep.com
Malamnya ternyata nyeri ototnya tidak berkurang. Mungkin obatnya masih belum mau menghadapi penyakitnya secara frontal dan masih menunggu teman-temannya berdatangan lebih banyak. Ya sudahlah. Karep-karepmu… Dasar obat gocik. Tak berani dia berhadapan ‘head to head’ dengan penyakitku.
Rabu, 15 Mei 2013
Saya bangun pagi dengan nyeri punggung yg sama seperti kemarin. No improvement yet.
Saya ke terapi Ceragem lagi dan berharap kali ini terapinya manjur dan nyeri otot saya ditendangnya jauh-jauh. Katanya terapi Ceragem itu manjur. Apalagi ini alat penemuan org Korea. Siapa tahu kalau nyeri otot saya dipisuhi bahasa Korea sama Ceragem terus minggat.
Tapi ternyata punggung saya malah terasa nyeri dan rasa kesemutannya bertambah. Woalah…! Kok malah ndadhi toh…! Akhirnya saya putuskan utk kembali ke RS Premier siang ini utk periksa ke fisioterapi.
Dokter Cysil, yg bertugas di rehab medik, masih visite sehingga saya mesti menunggu beliau selesai kunjungan ke ruang pasien. Karena kelamaan hampir saja dokternya saya kenai ‘dis’ dan mau balik nanti malam saja. Tapi lima menit kemudian beliau balik dan langsung menangani saya. Hanya saya pasiennya siang itu.
Setelah diminta melakukan gerakan ini itu dan bertanya ini-itu akhirnya bu dokter memperkirakan bhw nyeri otot saya ini dikarenakan oleh pengaruh pekerjaan di komputer yg terus dlm posisi agak membungkuk dan tidak duduk di kursi ergonomis (yang ada mah kursi ekonomis, Dok!). Untuk diagnosa ini saya terpaksa setuju karena sekarang ini pekerjaan utama saya hanya menghadapi komputer (and mostly BB device). Tidak ada pekerjaan fisik lain yg mungkin menjadi penyebab sakit otot ini.
Untuk itu saya mesti mengikuti fisioterapi 5X dengan durasi masing-masing 1 jam dan dimulai siang ini juga. Baik, Dok! I’ll do it.
Fisioterapi yg harus saya jalani siang ini terbagi dalam tiga jenis terapi. Terapi pertama menggunakan gelombang ultrasonography, sama dengan teknologi yg digunakan peralatan USG utk melihat kandungan. Diharapkan gelombang yg digunakan akan dapat menguraikan ‘kekusutan’ otot bahu saya yg mokong tersebut. Tekanan pada area yg sakit terasa nyaman meski pun sebenarnya gelombang ini tidak perlu ditekan dan akan menembus tubuh seperti dia mampu menembus perut dan ‘melihat’ bayi di dalamnya.
Terapi kedua menggunakan gelombang kejut seperti strum listrik bertegangan rendah yg bisa diatur berubah-ubah baik metode kejutnya maupun intensitasnya. Nama kerennya ‘Electrical Stimulation’. Saya merasa lebih nyaman merasakan kejutan-kejutannya. Saya ingat punya alat pijat kaki bermetode kejut listrik seperti ini di Balikpapan dan sudah lama sekali tidak pernah saya gunakan. Di mana alat itu sekarang ya. Ternyata yg ini bisa dimodifikasi agar bisa dipakai di bagian tubuh mana saja. Saya ini suka beli segala macam peralatan kesehatan yg ditawarkan hanya karena kasihan sama penjualnya yg setengah mati merayu saya utk membeli produk dagangannya.
Terapi ketiga menggunakan gelombang panas yg rendah sehingga hampir tidak terasa. Nama kerennya ‘Short Wave Diathermy’ dan cuma terasa hangat saja. Terapi panas infra merah Ceragem jauh lebih panas. Saya jadi semakin mengantuk karena merasa nyaman. Enak turu sak seran.
Saya dapat satu resep lagi yaitu Voltaren gel utk dioleskan pada tempat yg sakit. Kami sudah sering menggunakan gel ini dan biasanya selalu ada tersedia di rumah. Jadi saya putuskan utk tidak mengambilnya. Kalau ternyata di rumah tidak ada ya baru saya beli lagi.
Saya ke kasir dan mesti membayar tiga ratus ribu tiga puluh tujuh ribu lima ratus utk sesi konsultasi dan fisioterapi selama satu jam tersebut. Tidak apa. Saya merasa lebih nyaman sesudah terapi. Debit BCA-ku masih bisa menanggulanginya.
Tapi ternyata malamnya nyeri di punggungku kambuh lagi dan saya bahkan sampai tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ujung jari saya juga semakin terasa kebas, khususnya ujung jempol kiri. Saya terbangun beberapa kali merasakan sakit di punggung. Posisi tidur apa pun yg saya lakukan tetap terasa sakit. What the heck…! Nyeri otot ini kok ya bandel amat ya…?! Mau menyiksa saya ya…?! Ok. Tak tandhangi le…!
Sialnya ternyata saya tidak bisa menemukan Voltaren gel pereda nyeri otot di rumah. Mungkin memang sudah lama kami tidak membelinya.
Jadi saya terbangun sebelum alarm rutin saya berbunyi di pukul 3:30. Saya putuskan besok pagi akan kembali ke rehab medik RS Premier (eh, nanti pagi ding!). Mungkin otot saya memang sudah waktunya mendapatkan perawatan overhaul atau perawatan yg lebih intensif.
Kamis, 16 Mei 2013
Jadi disinilah saya sekarang, di ruang fisioterapi RS Premier. Nampaknya klinik ini memang sepi sehingga saya tak perlu antri utk segera mendapatkan perawatan. Saya kembali menikmati tiga jenis terapi yg sama seperti kemarin.Terapi kali ini terasa lebih ‘menyentuh’ pusat nyeri otot saya di punggung atas kiri sehingga saya meringis-ringis menahan sakitnya. Saya membayangkan Si Otot Bandel tertangkap basah oleh Pasukan Tempur Terapi setelah disanggong cukup lama dan kini mereka bertempur antara hidup dan mati. Entah pihak mana yg babak belur. Si Oban (Otot Bandel) pasti tidak akan menyerah begitu saja dan bertekad utk bertahan sekuatnya. Ia mungkin belum puas menyakiti saya (meski pun kalau di pengadilan saya yakin ia tidak akan mengakui perbuatannya dan hanya akan mengatakan ‘hanya melaksanakan perintah’). Tapi saya yg mesti menanggung akibat pertempuran otot-ototan tangan kosong ini (soalnya kan tidak ada darah yg muncrat).
Biar saja…! Saya akan meladeni Si Oban ini sampai dia kapok dan menyerah. Saya masih punya tiga kali serbuan fisioterapi untuknya berturut-turut. Saya juga akan gempur dia dengan Voltaren Gel. Dua jenis obat juga masih siaga penuh. Now it’s becoming personal. It’s between me and me… (Lha sopo maneh?)
Di tempat terapi yg sunyi ini saya berpikir dan bersyukur. Alangkah beruntungnya saya!
Beberapa teman mengabarkan kondisinya yg sakit bahkan sampai opname segala. Apa yg saya terima jelas tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Saya bahkan tidak perlu menghentikan pekerjaan apa pun apalagi sampai opname di RS. Tak ada yg perlu saya repotkan juga dengannya. Ini mungkin sekedar peringatan pada saya agar tidak terlalu ‘ngotot’ dalam banyak hal. Lha buktinya kan otot punggung saya menjadi kaku seperti ini. Ada teman yg bahkan menunda masuk RS karena tak memiliki biaya. Entah bagaimana ia akan menghadapi penyakitnya tersebut.
Jatuh sakit atau kena masalah kesehatan sebetulnya bisa jadi terapi bagi penyakit yg lebih parah, yaitu penyakit ‘hubbuddunya’. Ini bukan nama virus tapi terjemahannya adalah penyakit ‘cinta dunia’. Tentu saja kita semua mencintai kehidupan kita di dunia ini tapi jika berlebihan maka itu namanya penyakit ‘hubbuddunya’. Kalau kita sakit maka kita akan sadar bahwa hidup ini tidak abadi dan suatu saat kita mesti masuk lobang lebih kecil dari ukuran 2X1m.
Apakah saya sudah siap utk masuk lobang tersebut dan meninggalkan semua yg saya cintai di dunia ini? Bukankah saya sekarang sedang merasakan tanda-tanda degeneratif dari tubuh saya? Ayo ngomongo nek wis siap…! Tak cucup mbun-mbunanmu, Le. 😀
(Sik talah, rek! Mosok goro-goro nyeri otot ae ancamane lobang kubur menanti. Ojok sangar-sangar opo’o…)
Yo wis… Aku mau mampir sarapan soto Madura dulu. Campur ya, pakai telor. Budal-budalo aku wis sarapan soto isuk iki.
Surabaya, 16 Mei 2013
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com