
Pagi ini saya menghadiri sebuah acara yang sangat menarik, yaitu memberi presentasi tentang masalah pendidikan pada acara Konsolidasi Nasional Jaringan Kaukus Perempuan Parlemen se-Indonesia, di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta. Saya tampil tandem dengan Prof Fasli Jalal, mantan Wamendikbud, untuk bicara masalah pendidikan dengan dihadiri oleh sekitar 30-an peserta dari berbagai daerah termasuk dari NTT dan Papua Barat. Sedangkan di ruang ballroom lain tampil pembicara lain dengan topik berbeda. Untuk topik Kesehatan akan berbicara Prof. Nila Moeloek dan Dr. Nafsiah Ben Mboy. Untuk topik Otonomi Daerah pembicaranya adalah Prof.Dr. Djohermansyah Djohan Siti Zuhroh, Dirjen Otda. Untuk Sosbud dan lingkungan hidup pembicaranya adalah Muhammad Sobary dan Sonny Keraf, dst. Pokoknya ini acara yang sangat keren. Acara yang diikuti oleh sekitar 200-an perempuan parlemen dari seluruh Indonesia ini sendiri sebenarnya telah dimulai kemarin Sabtu dan dibuka langsung oleh Budiono, Wakil Presiden. Acara pembukaan dihadiri Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua DPD Irman Gusman, Wakil Ketua DPD, sekaligus Ketua Panitia Pelaksana GKR Hemas, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar.
Sebetulnya sebelum ini saya samasekali tidak sadar bahwa ada yang disebut Jaringan Kaukus Perempuan Parlemen se Indonesia yang merupakan organisasi para wanita yang menjadi anggota parlemen atau anggota dewan di seluruh Indonesia. Selama ini yang saya ketahui adalah organisasi istri kabinet alias istri para mentri kabinet bersatu yang juga powerful. Organisasi Jaringan Perempuan Parlemen ini diketuai oleh GKR Hemas dan dibentuk untuk menyatukan para wanita yang terpilih menjadi anggota parlemen di seluruh Indonesia dengan tujuan untuk memperkuat suara dan kepentingan wanita di seluruh Indonesia.
Acara yang diselenggarakan persis pada tanggal kelahiran Pahlawan Nasional Kartini ini jelas untuk meneruskan semangat emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh Kartini. Menurut GKR Hemas, kesetaraan dan keadilan gender yang diperjuangkan RA Kartini akan terus menjadi inspirasi perempuan Indonesia, termasuk para perempuan yang mengikuti Konsolidasi Nasional Jaringan Kaukus Perempuan Parlemen se-Indonesia ini. Menurut GKR Hemas secara faktual, kaum perempuan Indonesia saat ini masih sering dinomorduakan. Dan untuk itu para wanita perlu terus memperjuangkan hak-hak mereka, terutama oleh para wanita yang telah menduduki kursi di parlemen. Mereka memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk mengadakan perubahan dalam mengubah nasib para wanita yang ada di Indonesia.
Acara yang diselenggarakan dengan mengundang para pakar tersebut tentulah bertujuan untuk memberikan bekal kepada para perempuan parlemen berbagai ilmu dan pengetahuan agar mereka paham apa yang harus diperjuangkan dan bagaimana memperjuangkannya demi kepentingan para wanita se Indonesia. Apalagi jika melihat data statistik penduduk Indonesia, jumlah perempuan hampir sama besar dengan laki-laki.
Meski pun sebenarnya tema yang diharapkan dari saya adalah tema tentang pendidikan kesetaraan gender tapi pada acara ini saya sengaja membawakan materi tentang Peran Membaca sebagai Inti dari Pendidikan. Saya mengutip pendapat dari Lyndon B. Johnson yang menyatakan At the desk where I sit, I have learned one great truth. The answer for all our nation problems the answer for all the problems of the world comes to a single word. That word is education. Saya yakin bahwa mereka semua pasti setuju dengan pendapat tersebut.
Pertama saya hendak menyampaikan bahwa Pendidikan adalah isu paling sentral dalam pembangunan bangsa di mana mereka sebagai anggota parlemen di daerah masing-masing semestinya harus memegang peranan penting.
Setelah itu saya baru masuk ke inti dari pendidikan, yaitu pentingnya Gerakan Indonesia Membaca. Saya tampilkan slide yang menjelaskan bahwa Membaca adalah Perintah Tuhan yang Pertama bagi umat Islam. Jika umat Yahudi punya Ten Commandment dari nabi Musa maka Membaca sebenarnya adalah the First Commandment dari Tuhan kepada umat Islam, yang sayangnya justru tidak dilakukan dan tidak diperdulikan oleh umat Islam. Itulah sebabnya mengapa umat Islam terpuruk karena mereka telah melalaikan perintah yang sangat penting dan sangat utama dari Tuhan ini. Seandainya mereka melaksanakan perintah Tuhan ini maka tentulah umat Islam akan menjadi umat yang paling hebat di muka bumi ini.
Setelah itu barulah saya menunjukkan statistik-statistik betapa minimnya kegiatan membaca siswa mau pun masyarakat Indonesia sehingga memang sangat mempengaruhi kemampuan mereka dalam berbagai bidang lain. Sebagai contoh saya sampaikan bahwa berdasarkan rilis dari OECD budaya membaca masyarakat Indonesia menempati peringkat paling rendah di antara 52 negara di Asia Timur (Kompas, 2009). Setelah itu saya sampaikan bahwa diperlukan political will dari pemerintah untuk melakukan intervensi agar masyarakat Indonesia memiliki budaya membaca yang sama dengan bangsa-bangsa lain. Saya tunjukkan fakta bahwa di negara-negara lain ada kewajiban bagi setiap siswa SMA-nya untuk membaca buku sastra (AS = 32 buku, Jepang dan Swiss = 15 buah buku, Singapore, Malaysia, Thailand, Brunei = 5 – 7 buah buku) sedangkan di Indonesia sama sekali tidak ada kewajiban bagi siswa untuk membaca buku sastra tersebut. Tidak salah jika bangsa kita menempati peringkat paling rendah dalam budaya membaca dan prestasi akademik lainnya karena memang pemerintah (dalam hal ini Kemdikbud) tidak pernah mewajibkan siswa membaca buku dan juga tidak punya program pengalokasian waktu untuk membaca secara khusus. Padahal Reading is the heart of education kata Farr (1984) dan Membaca merupakan salah satu fungis yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Kata Glenn Doman dalam bukunya How to Teach Your baby to Read. Sayangnya membaca ini samasekali tidak mendapatkan porsi dalam kurikulum pendidikan kita dan itu jelas akan membuat daya saing bangsa kita akan kalah dengan negara lain yang memiliki budaya membaca yang jauh lebih tinggi.
Jika tidak ada komitmen secara politis maka hal ini tentu akan berketerusan dan bangsa kita akan semakin tertinggal dibandingkan bangsa-bangsa lain dan itu tentu tidak bisa ditolerir. Melalui presentasi tersebut saya ingin mendorong mereka agar melakukan program Gerakan Membaca di daerah masing-masing. Saya bahkan katakan secara bergurau (dengan tampang serius, as usual) bahwa jika setelah pulang dari kegiatan nasional ini dan ternyata mereka tidak melakukan apa-apa untuk menyelesaikan masalah paling penting dalam pendidikan ini maka sebenarnya kedatangan mereka ke agenda ini sia-sia saja. Saya janjikan pada mereka untuk membantu mereka menjalankan gerakan membaca ini di daerah masing-masing kapan saja mereka mereka membutuhkan saya. Just call me to come.
Pak Fasli sendiri berbicara tentang kondisi pendidikan Indonesia secara makro dan utamanya tentang target Millenium Development Goals (MDGs) dengan jumlah slides yang lebih banyak. Saya ingin sekali memperoleh slide beliau tapi sayangnya saya lupa untuk memintanya ketika acara selesai. Informasi yang disampaikannya sangat berharga bagi saya sebenarnya.
Begitu acara diskusi dibuka ternyata hampir semua dari mereka ingin menyampaikan pendapat dan bertanya. Begitu mereka menyampaikan pendapat dan bertanya saya langsung bersyukur bahwa ternyata mereka adalah wanita-wanita cerdas dan vokal belaka. Saya sungguh merasa beruntung bisa bertemu dan berdiskusi dengan mereka untuk membahas masalah pendidikan. Mereka bahkan sepakat menyatakan bahwa Ujian Nasional itu sungguh tidak bermanfaat dan bahkan memasukkan rekomendasi untuk menghapus Ujian Nasional kepada pemerintah. Saya sungguh tercengang mengetahui betapa ternyata mereka benar-benar paham tentang isu-isu pendidikan dan juga berani mengemukakan pendapat mereka secara terbuka.
Mereka juga menyatakan ingin memasukkan Gerakan Bangsa Membaca sebagai salah satu rekomendasi yang akan mereka ajukan ke pemerintah. Bukan main senangnya hati saya mengetahui ini.
Melihat betapa antusiasnya mereka dengan keinginan memajukan budaya membaca ini maka saya menantang mereka untuk membuat gerakan ini di daerah masing-masing. IGI akan membantu mereka untuk menjalankan program tersebut di masing-masing daerah jika diperlukan.
Berkaitan dengan mosi mereka kepada pemerintah untuk menghentikan Ujian Nasional saya sampaikan bahwa beberapa pakar pendidikan telah menulis panjang lebar tentang keburukan Ujian Nasional bagi pendidikan nasional kita dan jika mereka bersedia saya akan mengirimkan satu buku ke mereka masing-masing, gratis .! J Kapan lagi saya bisa membagikan buku penting tentang pendidikan kepada para wanita parlemen yang cerdas-cerdas ini.
Saya merasa sangat beruntung bisa tampil pada acara Konsolidasi Nasional Jaringan Kaukus Perempuan Parlemen se-Indonesia ini karena bisa berkenalan dengan para pemegang kekuasaan legislatif di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Saya berharap bahwa saya bisa berbagi informasi-informasi penting tentang isu pendidikan yang saya ketahui kepada mereka agar mereka mampu melakukan perubahan yang nyata kepada pendidikan di daerah masing-masing. Untuk itu saya harus menyampaikan rasa terima kasih saya pada Mbak Nia Syarifuddin dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) yang merekomendasikan nama saya untuk menjadi pembicara pada acara hebat ini. Saya sungguh berharap bahwa acara ini tidak menjadi acara seremonial belaka yang menguap setelah mereka kembali ke daerah masing-masing. Minimal saya berharap ada daerah yang benar-benar mau menjalankan program Gerakan Indonesia Membaca di daerah masing-masing di mana saya dapat turut berperan untuk menggerakkannya. Ini adalah mimpi besar saya di dunia pendidikan, yaitu menjadikan Membaca sebagai budaya bangsa agar bangsa Indonesia dapat setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Untuk ini saya akan melakukan apa saja untuk mewujudkannya. Semoga !
Jakarta, 22 April 2012
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com