Sekali tiga tahun PISA (Program for International Student Assessment) menguji siswa berusia 15 tahunan di sekitar 40 negara industri di seluruh dunia untuk mengetahui tingkat keberhasilan pendidikannya. Berdasarkan hasil tes terakhr (2003) diketahui bahwa siswa Finlandia menduduki peringkat pertama. Artinya, Finlandia adalah negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia (Indonesia berada di peringkat paling bawah).
Salah satu komponen yang dinilai adalah dalam masalah membaca (reading literacy). Finlandia tidak memperoleh hasilnya secara instan melainkan telah memulai program literasinya sejak tahun 1990. Program dimulai dengan mengadakan kampanye membaca di perpustakaan dengan menggandeng Finnish Newspaper Association dan Finnish Periodical Publishers Association untuk mengadakan Reading Weeks setahun sekali dengan target mengasah ketrampilan membaca baik pada kelancaran maupun pada pemahaman siswa. Selama minggu-minggu tersebut koran dan terbitan periodik dibagikan ke sekolah-sekolah sekalian dengan latihan-latihan untuk menguji pemahaman bacaan dan ketrampilan memahami media, umpamanya kemampuan untuk memahami tujuan dan konstruksi dari artikel tertentu, mengapa penulis mengangkat isu yang dtulisnya, dan efek komponen tekstual dan visual yang ditimbulkannya. Para editor mengunjungi sekolah-sekolah dan menjelaskan bagaimana sebuah tulisan dapat diterbitkan setelah melalui berbagai revisi.
Selain media cetak, Finnish School Television (mungkin semacam Televisi Pendidikan Indonesia) juga memproduksi program pendidikan dalam membaca, umpamanya meluncurkan kampanye menulis yang disebut Open Story dengan tema Toleransi. Siswa diminta untuk menulis cerita tak berakhir (open-ended story) dan tanpa konklusi. Cerita yang terpilih kemudian akan dijadikan film tv berseri. Salah satu proyek literasi depdiknas Finlandia adalah Reading Finland yang salah satu tujuannya adalah untuk mengikutsertakan pembaca lambat, yaitu siswa yang menguasai ketrampilan membaca dasar tapi kesulitan dengan bacaan yang membutuhkan kemampuan membaca yang tinggi. Dengan proyek ini siswa diperbaiki ketrampilan membaca deduktif maupun kemampuan mengritisi bacaannya agar mampu untuk meringkas teks dengan mind maps.
Saat ini Finlandia adalah Negara Pembaca. 85% keluarga di Finlandia berlangganan koran. Hanya Jepang dan Norwegia yang lebih tinggi dalam hal ini. Para keluarga memulai harinya dengan membaca koran pagi dan mendiskusikan berita yang ada. Jumlah buku yang diterbitkan juga tinggi dan setiap orang meminjam rata-rata 21 buku perpustakaan setiap tahun. Hampir separo program televisi di Finlandia adalah dalam bahasa asing, dengan bahasa Inggris paling tinggi. Tidak ada program sulih suara (dubbing) dan film diterjemahkan sehingga siswa tetap harus membaca meski menonton TV. Tindakan cerdas karena tidak ada program membaca cepat di sekolah yang bisa mengungguli popularitas program televisi favorit.
Agar para siswa gemar membaca, mereka didorong untuk menyampaikan pendapat mereka tentang buku yang mereka baca, meskipun pendapat mereka berbeda dengan pendapat umum. Mereka diminta untuk menguji validitas pendapat mereka sendiri tanpa harus dinilai oleh guru.
Meski demikian, Finlandia tidak menerapkan ujian membaca secara nasional selama di pendidikan dasar selama 9 tahun, termasuk pada bidang studi lain. Jika mereka ingin mengevaluasi hasil pendidikannya mereka akan mengambil sample 10% siswa. Siswa hanya diuji pada mata pelajaran Bahasa Finlandia, membaca dan matematika pada saat mereka berusia sekitar 15 tahun. Hasil ujian adalah rahasia dan hasilnya tidak dperbandingkan dengan sekolah lain melainkan hanya untuk sekolah itu sendiri.
Hasil evaluasi digunakan untuk menyusun program pelatihan guru secara nasional. Bandingkan dengan kita yang melaksanakan ujian nasional secara meyeluruh dengan biaya besar, dipakai sebagai patokan kelulusan, tapi tidak ada tindak lanjutnya. Ketrampilan membaca adalah komponen paling penting dalam berbahasa. Semakin tinggi ketrampilan siswa dalam membaca semakin besar kemampuannya untuk berkembang ke bidang-bidang lain. Bahasa adalah thinking skill (ketrampilan berpikir) yang paling utama. Tanpa menguasai bahasa maka kita tidak akan mampu meningkatkan ”thinking skills kita lainnya. Artinya, jika kita kedodoran dalam berbahasa maka bidang lainnya pasti juga akan kedodoran. Bahasa memang menunjukkan bangsa. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang mampu menguasai dan
mengembangkan kemampuan berbahasanya ke tingkat bahasa ilmu pengetahuan. Jika kita tidak mampu meningkatkan kemapuan berbahasa anak-anak kita maka jangan bermimpi untuk bisa menjadi bangsa besar.
Sudah saatnya kita benar-benar memberikan perhatian kepada ketrampilan membaca bagi anak-anak kita. Itulah sebabnya perpustakaan daerah sangat vital bagi kemajuan kota. Kota yang tidak memiliki perpustakaan yang memadai sebenarnya menunjukkan bahwa kota tersebut kurang berbudaya, meski betapapun banyak dan megahnya gedung-gedung lain yang ada di kota tersebut.
Bagaimana dengan negara kita?
Satria Dharma
Balikpapan Des 2005