Gurunya. Titik.
Kalau para guru di sekolah tidak membaca dan tidak mendorong siswanya untuk membaca siapa yang bertanggung jawab?
Kepala sekolah. Titik.
Kalau para kepala sekolah tidak mendorong semua guru dan siswa di sekolahnya untuk gemar membaca, siapa yang bertanggung jawab?
Kadisdik. Titik.
Kalau Kadisdiknya mlempem dalam soal literasi, siapa yang bertanggung jawab?
Walikota, Bupati, dan Gubernur.
Kalau Walikota, Bupati, dan Gubernur tidak punya visi dan tidak menggerakkan masyarakatnya untuk gemar membaca siapa yang bertanggung jawab?
Mendikbud, Mendagri, dan Presiden.
Tapi kalau rakyat Indonesia tidak suka membaca maka sudah jelas yang salah adalah Presiden. Kalau umat Islam tidak suka membaca maka sudah jelas yang salah adalah para ustad, guru agama, da’i, ulama dan kyai. (Mosok Yahudi karo Syiah, rek….?!).
Mengapa demikian…?! Coba pikirkan analogi berikut ini
Kalau lalu lintas kacau, siapa yang bertanggung jawab?
Polisi lalu lintas, tentu saja. Tidak mungkin kita minta pertanggungjawaban Angkatan Laut atau Dinas Tata Kota kan…?!
Kalau mutu pendidikan buruk, siapa biasanya yang dituding? Guru, biasanya. Tak mungkin tukang parkirnya yang dituding kan?
Kalau saluran air tidak beres maka PDAM yang kita minta membereskan. Jangan ke Depag.
Nah…
Kalau umat Islam rendah minat membacanya, padahal Membaca adalah Perintah Tuhan yang Pertama dan Paling Utama dalam ajaran Islam lantas siapa yang kita mintai tanggungjawabnya?
Oh, please…! Jangan marbot masjid yang Anda mintai pertanggungjawabannya. Muadzin juga jangan. Coba tanya pada para da’i, guru agama, kyai dan para ulama mengapa mereka tidak mendorong para jamaahnya untuk membaca…membaca…dan membaca…
5 Oktober 2015
Salam
Satria Dharma
https://satriadharma.com