April 19, 2024

0 thoughts on “SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL : APA YANG KITA CARI?

  1. Ping-balik: HARDIKNAS 2011
  2. Menaggapi pendidikan kita sebetulnya kita harus belajar dari sejarah terutama dari thomas alpha edison yaitu membuat sesuatu yang dianggapm mustahil dan gila menjadi nyata, sebetulnya pendidikan dan perubahan sistem saat ini masih berputar pada IQ semata sementara manusia mempunyai kemampuan yang terbatas, lalu bila kita ingin membangun sesuatu haruslah dari dasar dahulu yaitu membangun minat yang meneruskan ke bakat

  3. Yth Pak Dharma,
    Terima kasih atas Tanggapannya. Sebenarnya logika saya sederhana, sehingga mudah untuk dicerna. Sebenarya kita untuk menuju Kutub Utara
    Kita harus ke Utara, memang mungkin jalannya susah. Bisa sih kita Ke Selatan terus berputar, juga ke Timur atau ke Barat, nanti juga sedikit berputar. Di Indonesia saya mengamati kebijakan-kebijakan di birokrasi : Khususnya di Pendidikan, selalu berpikiran kita harus berusaha untuk lebih cerdas, lebih wise, lebih memperhatikan local konten dst, dst. Jarang kita berpikir sederhana dan praktis (sebab nanti dikira “Jiplak” dan dianggap kurang “cerdas”). Padahal yang kiya JIplak jelas lebih bagus.

    Sepertinya kalau kita disuruh pilih YES or NO, kita selalu ingin lebih cerdas dan takut dikira jiplak, kita selalu terjebak memilih dan memutuskan OR, bukan yes atau no. Lihat system pididikan PT, karena sebagian besar kita banyak lulusan Amerika, kita pakai system Amerika saja, tetapi karena nggak mau dikatakan mencontek Sistem Amerika persis sama, kita juga berbau Eropa kaya system lama. Nggak seperti Malaysia, atau Singapor. Akhirnya kita Amerika juga nggak, Eropa juga nggak. Kita katanya Lebih bagus dari keduanya (karena kita berusaha lebih cerdas, lebih wise, maka kita berpikiran kita selalu cari alternative, sehingga kita pilih yang”ditengah”…pilihan kita jadi “OR”…dimana OR itu bukan tujuan- sehingga mandul).

    Yth Pak Dharma, saya kutip statement Bapak:
    Berdasarkan hsil penelitian Hywell Coleman dari British Council tenyata penggunaan bahasa Inggris (apalagi asal-asalan) di sekolah RSBI MENURUNKAN kompetensi siswa dalam bahasa Indonesia. Jadi bahasa Inggrisnya belum tentu baik tapi bahasa Indonesianya sudah jadi korban. = Kelihatannya ini cerdas dan Wise, tetapi kalau bapak teliti, bahasa Indonesia sekarang sudah jadi korban karena
    Adanya banyak bahasa anak muda, bahasa gaul dll, juga Anak Tua (kaum Inteltual, termasuk saya), campur dengan bahasa Inggris)…yah itu bukan kita saja bahasa Indonesia, tetapi bangsa tetangga kita jaga berbuat sama. Termasuk bahasa Jepang yang sangat tradisionil.Ingat Murid yang menang kompetisa biasanya bukan hasil didikan sekolah tetapi dari Usaha Pribadi. Apalagi sekarang dijaman Internet. Saat ini Sekolah fungsinya lebih ringan Karen ada Internet sebenarnya sekolah hanya mengontrul perkembangan muridnya saja. Ciptakan lingkungan belajar yang kondusif saja. Jaman sekarang Sangat bisa MURID lebih pinter dari GURU. Ini harus disadari oleh SEKOLAH SAAT INI.
    Guru Nggak Siap. Ini adalah suatu halangan untuk menuju tujuan, Kalau Bahasa Indonesia Jadi Korban, coba amati “Bahasa Indonesia” itu sangat terbuka karena bangsa Indonesia itu penggunanya dari bermacam suku yang semuanya mempunyai “Bahasa Ibu”. Ini fakta bahwa Bahasa Indonesia itu berkembang terus, bukan korban. Dulu Bahasa Indonesia itu bahasa Melayu Riau,menjadi bahasa Indonesia itu sudah bercampur dengan banyak bahasa Ibu dari seluruh masyarakat Indonesia. Bahasa Indonesia sudah jauh berbeda dengan Bahasa Melayu Riau.Apakah Bahasa Indonesia itu RUSAK?????? NGGAK bahasa Indonesia itu tumbuh dan berkembang. Salah satu barometer bagaimana kehidupan di Masyarakat/ TV/ dan Radio dan bahasa Iklan. Sekarang ini bahasa Indonesia makin terbuka, masuk bahasa Gaul, bahas Inggris, bahas daerah, bahasa prokem…..Jadi kalau bahasa Indonesia (didramatisir akan menjadi korban- Ini keliru walaupun ini dari peneliti Orang Bule yang kita kagumi). Jangan disalahkan kalau bahasa Iklan justru memakai orang Bule yang CEDAL berbahasa Indonesia. Apakah Ini merusak???
    Karena kita kan kagum sama bahasa CEDALnya Orang Indonesia yang Bule atau Orang Bule Asli yang senang berbahasa Indonesia.Salahkah? Belum tentu, tergantung kacamata yang dipakai.

    Tujuan kita adalah : menjawab tantangan Globalisasi. Tidak ada jalan lain, kita memakai bahasa “Global=Inggris” itu suatau pikiran yang sederhana tetapi logis. Memang kelihatannya Pak Dharma lebih cerdas/wise….tetapi itu tak akan pernah sampai ke Tujuan.

    Inilah kebanyakan cara berkipir kita, lihat Bagaimana DPR memutuskan tentang masalah “harga BBM”. Sebenarnya logika gampang, kita hanya memilih 2 pilihan : mau NAIK atau TIDAK. Saya kira yang dipikir hanya 2 laternative : Kalau Naik, supaya ini (tujuan dst…dst), kalau TIDAK NAIK karena Itu (TUJUAN; dst..dsr)…..Kita seharusnya berpikir sederhana: Naik atau TIDAK .NAH pilihan kita tidak INI dan tidak ITU. Karena supaya lebih CERDAS dan WISE, sampaikan ke keputusan kita plih “OR”….Akhirnya BINGUNG tak jadi naik tetapi Tujuan tidak naik tak kesampaian. Tujuan INI tetapi yang terjadi justru ITU karena kita terlalu (Wise?????).

    Masalah guru stress, dan kemampuan masih terbatas ini sudah pasti: INI Halangan yang harus diatasi. Sebagaimana dulu juga penggunaan IT/Komputer di Sekolah, dulu juga ada kesulitan, akhirnya juga sudah terbiasa. Saya kira kita harus berpikir seperti “Air” biarkan mengalir seadanya sesuai tinggi/rendahnya permukaan. Kalau Macet alirannya, bantulah, buatkanlah “kanal kecil atau lubang kecil” yang nggak banyak beayanya.

    Jaman terus berputar dan generasi pun akan berganti. Guru yang tua akan diganti Guru Muda yang baru yang sudah menguasai bahasa Inggris. Kita harus pakai motto Pak JK, kita awali RSBI lebih cepat lebih baik. Saya sangat yakin NASIONALISME tidak ditentukan oleh Penggunaan Bahasa Indonesia, tetapi ditentukan oleh PASPOR seseorang. Pemegang PASPOR Indonesia, pasti sangat akan membela Indonesia sampai kapanpun, dan dimanapun . Menjawab GLOBALISASI kita harus memakai ‘Bilingual; Bahas Nasional dan Bahasa Global”
    Just DO IT kata Sepatu NIKE.

    Ingat Bahasa Indonesia itu bahasa terbuka, jadi tidak ada ketentuan BAKU yang tetap. Kalau adalah istilah RUSAK,…..Lihat saat Ini: bahasa yang sekarang sudah beda dengan bahasa Indonesia Kita, apalagi dengan bahasa Indonesia jaman Siti Nurbaya.

    Demikian sekedar tanggapan semoga bermanfaat.

    Salam hormat
    Ridwan Fakih

    .
    From: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com [mailto:Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com] On Behalf Of Satria Dharma
    Sent: Thursday, April 26, 2012 12:33 PM
    To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
    Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: RSBI Degradasikan Bahasa Indonesia

    Pak Ridwan,
    Berdasarkan hsil penelitian Hywell Coleman dari British Council tenyata penggunaan bahasa Inggris (apalagi asal-asalan) di sekolah RSBI MENURUNKAN kompetensi siswa dalam bahasa Indonesia. Jadi bahasa Inggrisnya belum tentu baik tapi bahasa Indonesianya sudah jadi korban.

    Berdasarkan hasil evalusi Balitbang Kemdiknas, ditemukan bahwa program ini membuat para guru menjadi stress karena mesti mengajar dengan berbahasa Inggris yang tidak mereka kuasai. Mereka menderita dengan keharusan yang menurut mereka hanya membuat guru semakin nampak tidak kompeten di depan siswa (Using English as a medium of instruction make less effective learning process and make some teachers stressful). Tapi peraturan tetap peraturan dan mereka harus berakrobat untuk memenuhi tuntutan tersebut. Walhasil tak banyak guru yang konsisten dengan peraturan penggunaan bahasa Inggris ini dan sebagian besar kembali ke bahasa Indonesia dan hanya menggunakan bahasa Inggris untuk memulai pelajaran dan ketika meninggalkan kelas.

    Bagaimana dengan kemampuan berbahasa Inggris guru-guru RSBI ini sebenarnya? Apakah mereka memiliki kemampuan yang setara dengan para guru di Malaysia? Berdasarkan eveluasi yang dibuat sendiri oleh Balitbang Kemdiknas beberapa waktu yang lalu diperoleh temuan-temuan yang membelalakkan mata. Dari hasil studi pada 600 guru RSBI ternyata kemampuan bahasa Inggris mereka 50,7% berada pada taraf Novice yang artinya lebih rendah dari taraf Elementary dan yang Elementary sebanyak 32,1%. Artinya bahwa kemampuan lebih dari 80% guru RSBI ini sangat mengenaskan. Bagaimana mungkin guru yang pemahaman bahasa Inggrisnya saja sama dengan orang yang baru belajar bahasa Inggris tiba-tiba diharuskan untuk mengajar menggunakan bahasa tersebut? Bukankah ini sebuah tindakan yang bonek (bondo nekat) dan ‘tidak berprikemanusiaan’?

    Kewajiban penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas jelas menyulitkan guru menyampaikan materi dan akan membuat mereka stress. Komunikasi yang efektif dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak digantikan oleh penggunaan bahasa Inggris yang kacau balau dan bahkan menjadi olok-olok oleh siswa mereka sendiri. Hal ini jelas sekali menyulitkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru yang berbahasa Inggris berlepotan sehingga mereka terpaksa harus ikut les lagi di luar sekolah agar dapat memahami materi yang diajarkan Sungguh sebuah kesia-siaan. Hywell Coleman, peneliti dari British Council, menyatakan bahwa tujuan pengajaran dalam bahasa Inggris ini tidak jelas (The purpose of teaching other subjects through English is unclear). Bukan hanya itu, studi yang dilakukan oleh Hywell Coleman menunjukkan bahwa kebijakan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar ternyata menyebabkan merosotnya kompetensi siswa dalam berbahasa Indonesia, bahasa nasionalnya sendiri. Jadi alih-alih menjadi lebih pintar berbahasa Inggris siswa justru merosot kompetensinya dalam berbahasa Indonesia. Secara logika saja kita bisa memahami betapa meruginya siswa yang harus memahami bahasa Inggris ala Tarzan dari para guru mereka dan mereka juga harus menyesuaikan diri dengan bahasa Tarzan tersebut dengan mengesampingkan bahasa Indonesia yang lebih praktis dan lebih mereka kuasai.

    Untuk bacaan lebih lanjut tentang RSBI sila baca berikut ini :

    http://satriadharma.com/2012/04/12/judicial-review-rsbi-antara-cita-cita-dan-fakta-yang-ada/
    http://satriadharma.com/2011/04/14/sekolah-bertaraf-internasional-apa-yang-kita-cari/
    http://satriadharma.com/2012/01/21/sekolah-bertaraf-internasional-adalah-mahluk-yeti/

    — In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, “Fakih, Ridwan” wrote:
    >
    > Dear Pembaca:
    >
    > Benarkah RSBI Degradasikan Bahasa Indonesia?
    > Jaman sekarang adalah Jaman Globalisasi. Salah satu alat untuk bisa mampu bersaing secara Global, yah harus menguasai Bahasa Global.
    > Salah satunya yang utama adalah Bhs.Inggris. Penguasaan Bahasa itu tidak bisa dilakukan dalam kurikulum 2 Jam seminggu.
    > Nah Kalau Indonesia pengin penduduknya, anak bangsanya bersaing dalam pasar tenaga Kerja Global. Yah harus mempersiapkan system pendidikannya dengan penguasaan bahasa “Global” secara baik. Caranya bagaimana?
    >
    > Caranya tiru bangsa-bangsa yang yang sudah berhasil menjual tenaganya ke LuarNegeri secara Maksimal, seperti Negara tetangga Pilipina, India
    > Pakistan dll. Negara mereka itu menganut pendidikan dengan”Bilingual School”. Saat ini di GCC mereka juga menerapkan Sekolah sebanyak mungkin dengan system “Bilingual”. Artinga Bahasa Nasionalnya dipakai bahasa pergaulan. Bahasa pengantar pendidikan dipakai bahasa Inggris.
    >
    > Mengutip kalimat dibawah:
    > “Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mendapat banyak rongrongan, termasuk dengan menjadikan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di RSBI/SBI,” kata Abdul Chaer, ahli bahasa Indonesia dari Universitas Negeri Jakarta, yang hadir sebagai saksi ahli pemohon, dalam sidang uji materi Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional soal RSBI/SBI di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa (24/4). …dan juga aline-aline berikutnya……dst…dst..
    >
    > Statement ini menurut saya, kok tidak benar dan tidak mengena dalam konteks “Jaman sekarang, Jaman Globalisasi. Saya kira” nasionalisme”
    > Pada jaman ini atau kapanpun (termasuk sebelum jaman Global)nggak bisa diukur dengan mengetengahkan pemakaian bahasa Inggris “Bahasa Global” dalam system pendidikannya. INI SAMA SEKALI TIDAK BENAR. Coba tanyakan para tenaga professional kita yang bekerja di Luar Negeri. (Termasuk saya).
    >
    > Banyak Statement-Statement para ahli yang kelihatannya terjebak dengan pemikiran yang sempit dan mungkin terkungkung dengan cara berpikir yang negatip yang tak beralasan dan kurang”wise” dan mungkin terpengaruh emosional kebangsaan dan budaya yang agak berakar pada pribadi yang terkungkung dan kurang melihat dunia luar. Mohon dimaklumi di dunia Internasional Indonesia itu sangat tidak dikenal, orang lebih mengenal Negara Tetangga kita Malaysia yang jauh lebih kecil. Itu kelebihan mereka dan mungkin salah kita yang kurang men-Global visinya. Indonesia. Banyak kawan yang hanya lebih mengenal Bali daripada Indonesia. Sebagai contoh pesawat Terbang Emirat ke Jakarta, yang keanyakan penumpangnya orang Indonesia, bahasa pengantar adalah bahasa Malaysia untuk mendampingi Bhs Inggris dan Arab. Juga Dalam buku informasi tentang Destinasi Liburan, nggak ada yang menyebutkan Indonesia, tetapi Malaysia.
    >
    > Contoh diatas sekedar menggambarkan, bahwa Bangsa Indonesia kurang mengglobal, karena system pendidikannya “kaku” dan mungkin lebih terbatas pada garis lingkaran yang sempit dan kurang bervisi kearah keluar yang berorientasi Indonesia bersaing secara Global. Memang ada beberapa Anak Bangsa ini yang diam-diam berprestasi Inrternasional. Itu biasanya bukan karena system pendidikan kita yang “bagus” tetapi Karena usaha pribadi, visi pribadi yang sangat berkeinginan “go Internasional”. Banyak contoh, antara lain para penyanyi, banyak pakar IT/Scientist yang punya reputasi Internasional, mereka sangat sadar penguasaan bahass “Global”.
    >
    > Sekedar kesimpulan saya kira : RSBI/BSI itu dilatar belakangi uraian saya diatas – didasarr visi persaiangan Global. Kalaulah ada kekurangan adalah sangat wajar dan itu tantangan Yang harus diperbaiki.
    >
    > Ridwan Fakih.
    > Pernah menjadi Guru, Dosen.
    > Saat ini sedang bekerja di Kuwait
    >
    > .
    > From: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com [mailto:Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com] On Behalf Of Agus Hamonangan
    > Sent: Wednesday, April 25, 2012 3:34 AM
    > To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
    > Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] RSBI Degradasikan Bahasa Indonesia
    >
    >
    >
    > Jakarta, Kompas – Penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional dinilai mendegradasikan bahasa Indonesia. Padahal, daya saing suatu bangsa bukan karena penguasaan terhadap bahasa asing.
    >
    > “Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mendapat banyak rongrongan, termasuk dengan menjadikan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di RSBI/SBI,” kata Abdul Chaer, ahli bahasa Indonesia dari Universitas Negeri Jakarta, yang hadir sebagai saksi ahli pemohon, dalam sidang uji materi Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional soal RSBI/SBI di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa (24/4).
    >
    > Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pemohon dan pemerintah ini dipimpin Ketua MK Mahfud MD.
    >
    > Dalam pandangan Abdul Chaer, penggunaan bahasa asing di RSBI/SBI tidak baik untuk pembinaan bahasa Indonesia.
    >
    > Ia menambahkan, pemerintah wajib mengembangkan dan melindungi bahasa Indonesia supaya bisa digunakan untuk semua ilmu pengetahuan. Pembinaan ini dapat membuat masyarakat Indonesia pandai, cinta, dan bangga berbahasa Indonesia.
    >
    > Praktisi pendidikan Darmaningtyas, saksi pemohon, mengatakan, kebijakan RSBI/SBI salah kaprah dengan memandang bahasa Inggris lebih bergengsi dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Padahal, badan PBB UNESCO mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa modern karena sudah mampu membahas hal-hal yang bersifat abstrak serta bisa mengulas ilmu pengetahuan.
    >
    > Menurut Darmaningtyas, sekolah RSBI/SBI awalnya memang sekolah unggulan. Namun, kebijakan menjadi RSBI/SBI justru membuat sekolah unggulan jadi lebih mahal dan terbatas bagi kelompok masyarakat tertentu.
    >
    > Beragam layanan
    >
    > Saksi ahli pemerintah, Udin Winatapura, menilai kebijakan RSBI/SBI tepat sebagai upaya pemerintah untuk menyediakan beragam layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak Indonesia. Karena itu, layanan pendidikan di RSBI/SBI tidak menyalahi sistem pendidikan nasional. “Layanan pendidikan tidak bisa sama. Pendidikan mesti melayani kodrat peserta didik yang berbeda. Jadi pendidikan perlu diversifikasi, termasuk dalam bentuk RSBI/SBI,” kata Udin.
    >
    > Saksi ahli pemerintah lainnya, Johannes Gunawan, mengatakan, satuan pendidikan RSBI/ SBI harus memenuhi standar nasional pendidikan dulu, lalu diperkaya dengan pendidikan bertaraf internasional untuk menambah daya saing bangsa.
    >
    > “Ini berarti, RSBI/SBI tetap menjalankan pendidikan seperti diminta dalam sekolah standar nasional. Jadi tidak benar kalau RSBI/SBI mencerabut jati diri anak bangsa,” jelasnya.
    >
    > Menurut Johannes, sekolah RSBI/SBI itu menciptakan kecerdasan bertaraf internasional, tetapi tetap mempertahankan budaya lokal. (ELN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *